Bagi
banyak orang, meminum kopi bisa menjadi rutinitas. Tetapi, tahukah Anda,
perjalanan kopi terbilang panjang untuk bisa dinikmati seperti sekarang?
Kopi pun mulai
menyebar ke seantero dunia berkat jasa para pedagang Arab. Diketahui, muslim
Sufi di Yaman sangat menyukai kopi. Pria dan wanita sama-sama berbagi mangkuk
berisi kopi. Dulu, kopi diminum untuk mengatasi masalah kesehatan dan diyakini
memberikan kedamaian pada peminumnya. Di Yaman, kopi menjadi barang yang
sangat dominan selama 250 tahun. Tak mengherankan kopi menjadi sumber kekayaan
baik secara ekonomi dan militer kekaisaran Ottoman.
Di seluruh
negara-negara muslim, kopi menjadi kontroversial. Topik menulis, kopi menarik
perhatian terutama bagi orang-orang yang menghindari alkohol. Terlebih pada
perayaan menjelang malam Ramadhan mereka meminum kopi. Beberapa ilmuwan agama
keberatan, prihatin dengan sifat obat yang terkandung dalam kopi, dan
diyakinkan oleh interpretasi Alquran yang memperingatkan penggunaan kopi.
Perhatian lainnya
adalah munculnya kedai kopi. Pembuatan kopi yang membutuhkan keterampilan
membuat kebanyakan pedagang membuka kedai. Para pedagang menyadari tak bisa
sekadar menjual biji kopi. Oleh karena itu, mereka membuka kedai kopi kemanapun
mereka pergi. Tak pelak, tempat berkumpul baru pun bermunculan dan membuat khawatir
beberapa pemimpin agama. Misalnya kekhawatiran kedai kopi membuat orang malas
datang ke masjid.
Namun, pada 1500, kopi
populer di sekitar Jazirah Arab. Bahkan menurut beberapa cerita (mitos),
orang-orang Arab memuji Muhammad dan Malaikat Jibril karena telah membawa kopi
itu ke bumi. Orang-orang Timur Tengah meminum kopi mereka dengan warna yang
hitam dan tanpa pemanis. Lalu ketika orang-orang Eropa mulai minum kopi mereka
tak terkesan dengan rasanya tetapi tertarik dengan manfaat yang terkadung dalam
kopi.
Seiring waktu, Topik
menulis, perkumpulan tersebut bergeser. Kopi menjadi minuman akademisi Eropa
dan kapitalis. Tapi sama seperti di Timur Tengah, kedai kopi yang menjadi
tempat bersosialisasi, juga dikhawatirkan beberapa penguasa Eropa. Kekhawatiran
ini ternyata bisa dibenarkan, ketika kedai kopi berfungsi sebagai markas untuk
merencanakan revolusi di 1789 Prancis, serta di 1848 Berlin, Budapest, dan
Venesia.
0 Komentar