Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), Ifdhal Kasim, menilai pengawasan terhadap pendakwah merupakan bentuk pelanggaran HAM. Ia punberpendapat pola ini seperti era Orde Baru.
"Saya kira kita mundur lagi ke Orde Baru dengan keinginan untuk melakukan pengawasan terhadap dakwah," katanya kepada Republika, Jumat (21/8). Menurut dia dakwah merupakan wilayah agama yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah ataupun negara.
"Saya rasa kurang tepat melakukan pengawasan terhadap dakwah. Kita mendukung usaha pemerintah memberantas teroris tapi pemerintah juga jangan terlalu panik. Jangan lewati prinsip-prinsip HAM yang dijamin dalam institusi kita," ungkapnya.
Jadi, lanjut Ifdhal, tidak perlu ada pengawasan terhadap dakwah karena akan berimplikasi terhadap penyelewengan atau rawan disalahgunakan. "Biarkan agama menjalankan kegiatannya," kilahnya.
Menurut Ifdhal, pengawasan ini akan membuat para tokoh agama takut berdakwah. Mereka akan selalu mengontrol materi dakwah mereka dan takut oleh pengawas. Ia juga menegaskan pentingnya kepolisian, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan sejumlah ormas Islam untuk bersinergi mengupayakan pemberantasan teroris. "Perlu ada kontrol dari dalam juga," katanya.
Terorisme Tidak Dikaitkan Islam
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, kembali mengingatkan bahwa terorisme jangan dikaitkan dengan Islam karena agama ini cinta damai.
"Islam itu penuh kedamaian maka perang melawan teroris jangan dikaitkan dengan Islam," katanya pada tablig akbar di Masjid Jami` Baitussalam di Dusun Beji, Desa Kedu, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat.
Masjid Jami` Baitussalam berjarak sekitar 200 meter dari rumah Muhdjahri.
Muhdjahri yang anggota Muhammadiyah ini sempat diamankan polisi karena rumahnya dijadikan tempat persembunyian Ibrohim, teroris yang dilumpuhkan Densus 88 Antiteror melalui penggerebekan selama 17 jam pada 7 dan 8 Agustus lalu.
Ia mengatakan, umat Islam harus membuktikan bahwa Islam penuh kedamaian, begitu juga umat Islam di Dusun Beji, Kedu ini.
Menurut dia, Muhammadiyah dan umat Islam pada umumnya mendukung perang terhadap teroris, tetapi terorisme jangan dikaitkan dengan agama Islam.
Terkait bom bunuh diri yang dilakukan para teroris, dia menyatakan hal itu bukan merupakan tindakan jihad.
"Mati sahid dengan cara bom bunuh diri adalah haram, tidak dibenarkan," katanya.
Ia mengatakan, jihad merupakan ajaran mulia dalam Islam, bukan mudah menghilangkan nyawa diri sendiri atau orang lain.
Pada tablig akbar yang dihadiri ratusan umat Islam baik dari Beji, Kedu, dan sekitarnya itu, Din menyatakan berterima kasih kepada pihak kepolisian yang telah membebaskan Muhdjahri karena tidak terbukti bersalah ikut dalam jaringan teroris.
"Kami juga berterima kasih bahwa selama di Mabes Polri Muhdjahri mendapat pelayanan dengan baik bahkan waktu berangkat dan pulang dengan pesawat terbang," katanya.
Ia berharap kepada masyarakat agar menerima kembali Muhdjahri yang selama ini merupakan tokoh masyakat di Beji karena tidak terbukti bersalah.
Usai menjadi pembicara pada tablig akbar yang juga dihadiri Bupati Temanggung, Hasyim Afandi tersebut, Din menyempatkan diri untuk melihat rumah Muhdjahri yang porak poranda dan ditutup dengan seng serta diberi garis polisi.
Pengamat kepolisian, Neta S Pane, yang juga komisioner Indonesian Police Watch (IPW) tak sepakat upaya polisi untuk mengawasi kegiatan dakwah. Hal itu dianggap langkah mundur bagi demokrasi.
Semestinya, pengawasan terhadap dakwah tersebut bukan tugas polisi, melainkan para pendakwah itu sendiri. "Kalau dakwah diawasi, berarti kita kembali lagi ke zaman rezim Orde Baru," ujar Neta saat dihubungi Republika, Jumat (21/8) malam.
Kata dia, pengawasan terhadap dakwah seharusnya dilakukan oleh para ulama. Neta yakin, bahwa ulama yang tidak setuju dengan paham-paham ekstrem di Indonesia jumlahnya jauh lebih banyak. Untuk itulah, menurut dia, seharusnya pengawasan dakwah diserahkan pada mayoritas ulama tersebut dan bukannya kepolisian.
Lain halnya dengan ormas-ormas keagamaan yang punya kecenderungan main hakim sendiri. Seperti terjadi tahun lalu, beberapa ormas Islam di tanah air tercatat sempat melakukan penrusakan dan razia di tempat-tempat yang dianggap maksiat.
"Seharusnya ormas yang seperti ini perlu berkoordinasi dengan polisi. Dilaporkan dulu mana saja tempat-tempat yang meresahkan mereka, baru biarkan polisi yang menangani," paparnya. Ant/c82/rif
0 Komentar