Yahudi di nusantara, termasuk Malaka, menyebar dari dan berpusat di Singapura
Hidayatullah.com--Ada darah “Yahudi” mengalir di sebagian tubuh orang Indonesia. Namun, keturunan Yahudi itu sulit ditemukan, karena jumlahnya sangat kecil. Theo Kamsma yang menulis disertasi mengenai orang Yahudi di kawasan nusantara, harus melebarkan pandangannya hingga ke Selat Malaka.
"Dalam studi saya, sudah saya jelaskan, kalau dipandang dari jumlah di Indonesia saja, orang Yahudi tidak tampak dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus melihat mereka dalam hubungan dengan Singapura, di sana ada dua sinagoga, rumah ibadah agama Yahudi. Itu artinya jumlah masyarakat Yahudi cukup besar," kata Khamsa sebagaimana dikutip Radio Netherland (30/7/2010)
Orang Yahudi ini juga aktif berbisnis, dari Singapura mereka melebarkan bisnis ke Indonesia dan Malaysia. Dari Singapura mereka mengunjungi Indonesia dan Malaysia. Singapura toleran terhadap semua agama, orang Yahudi kerasan di Singapura dan dari sini mereka melakukan aktivitas bisnis.
Jadi kalau mau memahami posisi warga Yahudi di Indonesia, maka kita perlu meletakkannya dalam wadah regional yang lebih besar, kawasan selat Malaka. Demikian Theo Kamsma.
"Maksud saya, kalau kita ambil kawasan Selat Malaka sebagai tempat penelitian, maka jelas ini lebih cocok untuk meneliti dinamika golongan Yahudi."
Menurutnya, kentara sekali pertautan aktivitas mereka dari Indonesia, ke Malaysia dan Singapura, melampaui batas-batas negara yang formal. Ini memang mereka butuhkan, jadi tidak bisa dikatakan, orang Yahudi tidak ada. Mereka ada, dari pusatnya di Singapura mereka beroperasi di kawasan ini.
Meskipun demikian, Khamsa kemudian memperingatkan agar jangan cepat-cepat menyebut jejaring Yahudi ada di kawasan ini, karena acapkali hal ini menjurus ke praduga dan diskriminasi atau antisemitisme. Menurutnya, Israel dan Indonesia sebenarnya sudah lama menjalin hubungan informal.
"Yang juga penting adalah hubungan Indonesia dengan Israel. Gus Dur bukan tokoh pertama yang mencari kontak dengan Israel," katanya.
Sebelumnya sudah ada kerjasama dengan Israel, tentu saja tidak resmi, misalnya pembelian pesawat tempur skyhawks oleh Indonesia dari Israel. Selain itu, ketika terjadi tsunami di Aceh, Indonesia membantah ada pesawat Israel yang mendarat di Batam. Padahal berita ini benar.
"Nah, keberadaan Israel di balik layar dan tersembunyi ini juga simbolis bagi keberadaan warga Yahudi di kawasan ini", tandasnya.
Israel adalah negara yang masih muda dan, lewat berbagai cara, sibuk mencari jaringan yang bisa mendukungnya. Misalnya parlemen Israel mengakui kelompok Yahudi yang berlatar belakang Kristen di Minahasa. Kelompok Yahudi, juga yang ada di perantauan, menjalin hubungan dengan Israel. Jadi kalau orang Israel mau berdagang di Indonesia, misalnya membuka perusahaan minuman kopi, maka mereka terlebih dahulu mencari hubungan dengan sesama orang Yahudi, karena ini lebih bisa dipercaya.
Theo Kamsma menutup penjelasan ihwal warga Yahudi di kawasan Selat Malaka dengan memberi contoh betapa terintegrasinya golongan ini dalam masyarakat setempat, misalnya di Indonesia.
“Kalau kita menyimak kelompok Yahudi di Manado, yang berlatar belakang Kristen, mereka adalah keturunan campuran, Indo Yahudi”. Kepala keluarga Yahudi ini berusaha mendirikan sinagoga di Manado. Ia pendukung PDIP, tapi juga memimpin Pemuda Pancasila yang adalah ormas Golkar. Bahkan ia adalah Ketua Golkar di daerahnya. Rupanya menjadi pengikut dua aliran politik yang berbeda lumrah saja di sana.
Theo Khamsa juga mengaku kenal dengan tokoh Pemuda Pancasila pusat yang ternyata keturunan Yahudi-Jawa. Mereka sempat dekat saat kepala keluarga Yahudi Manado ini tinggal di Jawa. Dalam kelompok Indo Yahudi ini ada koneksi dengan dunia satpam dan sekuriti. Mereka aktif menekuni bisnis ini. Sangat mencolok, salah seorang dari mereka menjadi kepala keamanan di Bali ketika diselenggarakan kongres PDIP, mereka mengawal Megawati. [di/rnw/hidayatullah.com]
0 Komentar