REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa
Islam tak
hanya tumbuh subur di Jawa dan Sumatra. Jauh di bagian timur Indonesia,
Islam masuk dan berkembang pesat. Ternate dan Tidore di Maluku Utara
merupakan dua kerajaan yang menjadi kunci penyebaran Islam di sana.
Maluku
pada masa lalu berbeda dengan Ambon. Dalam Hikayat Ternate disebut
Moeloka (Maluku) terdiri dari empat kepulauan, yakni Ternate, Tidore,
Jailolo, dan Bacan. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan kerajaan
bercorak Islam di kepulauan Maluku yang paling menonjol.
Lokasi
Ternate dan Tidore berada di sebelah barat pulau Halmahera, Maluku
Utara. Nama Ternate dan Tidore pun sesuai nama pulau yang menjadi pusat
pemerintahan dua kerajaan tersebut. Dalam perkembangannya, baik Ternate
maupun Tidore, memiliki wilayah kekuasaan hingga Irian dan Nusa
Tenggara.
Sebagaimana wilayah Indonesia lain, masuknya Islam ke
Maluku pun melalui para pedagang. Menurut Marwati Djoened Poesponegoro
dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman
Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia, pada abad ke-14 Masehi
di masa Kerajaan Majapahit, Ternate dan Tidore telah menjalin hubungan
perdagangan dan pelayaran dengan Pelabuhan Tuban dan Gresik. Bahkan pada
abad tersebut, pelabuhan-pelabuhan di bawah Kerajaan Majapahit telah
didatangi pedagang Muslim.
"Untuk memperoleh komoditas berupa
rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, para pedagang Muslim dari Arab
dan Timur Tengah lainnya itu juga sangat mungkin mendatangi daerah
Maluku," ujarnya.
Dalam artikel "Kerajaan Ternate dan Tidore"
perpustakaan siber disebutkan, berdasarkan catatan orang Portugis, Raja
Maluku yang pertama kali memeluk Islam adalah Raja Ternate, Gapi Baguna
atau Sultan Marhum (1465-1485). Sang sultan mendapat dakwah dari Datuk
Maulana Husin.
Namun, menurut Marwati, saat era pemerintahan
Raja Marhum di Ternate, agama Islam belum berkembang di Maluku. Saat
itu, memang datang seorang alim dari tanah Jawa, Maulana Hussein, yang
mengajarkan Alquran di Maluku. Sang alim juga mengenalkan kaligrafi Arab
hingga menarik perhatian raja Ternate dan masyarakatnya. Namun, Islam
belum mendapatkan tempat di sana.
Pascamangkatnya Sultan Marhum,
Zainul Abidin menggantikan sang ayah. Saat itulah ketertarikan pada
Islam dimulai. "Perkembangan Islam baru terjadi di era Raja Cico atau
putranya Gopi Baguna dan bersama Zainulabidin pergi ke Jawa belajar
agama Islam. Zainulabidin (1486-1500) berguru pada Prabu Atmaka atau
Raja Buwala di Kediri. Sekembalinya dari Jawa, ia pun menjadi ulama
bernama Tuhubahalul," ujar Marwati.
Berdasarkan artikel siber,
Zainul Abidin bahkan belajar kepada Sunan Giri. Ia terkenal sangat giat
mendakwahkan Islam. Tak hanya di Ternate, ia juga berdakwah di kepulauan
sekitar, bahkan hingga Filipina Selatan. Setelah Sultan Zainal Abidin
mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan
Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah.
Bahkan, menurut
Marwati, keturunan raja-raja Maluku disebut-sebut sebagai keturunan
Jafar Sadik dari Arab. Menurut sumber tradisi setempat, Raja Ternate
XII, Molomatea (1350-1357), menjalin hubungan dekat dengan para Muslim
Arab yang datang ke Maluku memberikan petunjuk pembuatan kapal.
Berdasarkan
catatan Tome Pires 1512-1515, Ternate digambarkan telah banyak
didatangi kapal-kapal asal Gresik milik Pate Yusuf. Kala itu Raja
Ternate telah menggunakan gelar sultan, sementara raja-raja di
sekitarnya masih memakai gelar raja di Tidore, yakni gelar Kolano. Pada
waktu itu, dikisahkan Sultan Ternate tengah berperang dengan mertuanya
yang menjadi raja di Tidore, Raja Almansor. Baik Ternate, Tidore, Bacan,
Mkyan, Hitu dan Banda, pada masa kehadiran Tome Pires sudah banyak
beragama Islam.
Dari catatan tersebut disebutkan, Islam memasuki Maluku 50 tahun sebelum Tome Pires datang ke sana.
0 Komentar