HANYA sebentar ayah termenung. Banyak pengalaman pahit yang dirasa
oleh ayah selama beberapa tahun ini dengan tokoh yang mengaku wajahnya
mirip dengan Patih Majapahit Gajah Mada itu. ”Kalau begitu mari bawa
saya ke RSPAD menemui beliau.”
Sore itu juga ayah dan Pak Chaerul Saleh tiba di rumah sakit. Dalam
ruangan VIP, banyak pengunjung. Ada Pendeta, Biksu Budha dan pengunjung
yang lain. Pak Yamin terbaring di tempat tidur dengan slang infus dan
oksigen tampak terpasang. Melihat kedatangan ayah tampak wajahnya agak
berseri. Dengan lemah Pak Yamin menggapai ayah untuk mendekat. Salah
seorang pengunjung meletakkan sebuah kursi untuk ayah duduk di dekat
tempat tidur. Ayah menjabat tangan Pak Yamin dan mencium kening tokoh
yang bertahun-tahun membenci ayah.
Dengan suara yang hampir tidak terdengar dia berkata: “Terima kasih Buya sudi datang.”
Dari kedua kelopak matanya tampak air mata menggenangi matanya.
“Dampingi saya,” bisiknya lagi. Tangan ayah masih terus digenggamnya.
Mula-mula ayah membisikkan surat Al Fatihah. Kemudian kalimat La ilaha illallah Muhammadan Rasalullah.
Dengan lemah Pak Yamin mengikuti bacaan ayah. Kemudian ayah mengulang
kembali membaca dua kali. Pada bacaan kedua ini tidak terdengar Pak
Yamin mengikuti, hanya dia mem-beri isyarat dengan mengencangkan
genggaman tangannya ke tangan ayah. Kembali ayah membisikkan kalimat “tiada Tuhan selain Allah” ke
telinga Pak Yamin. Tidak ada respon. Ayah merasa genggaman Pak Yamin
mengendur dan terasa dingin dan terlepas dari genggaman ayah.
Seorang dokter datang memeriksa. Dokter itu memberitahu Pak Yamin sudah tidak ada lagi.
“Innalillahi wa inna lillaihi rajiun.”
Tokoh yang bertahun-tahun sangat membenci ayah, diakhir hayatnya meninggal dunia sambil bergenggaman tangan dengan ayah.
Dari rumah sakit ayah diajak Bapak Chairul Saleh ke Istana Negara.
Waperdam III (Wakil Perdana Menteri III) ini ingin melapor atas wafatnya
Pak Yamin kepada Presiden Soekarno. Pemerintah telah mempersiapkan
acara pemakaman kenegaraan di TMP Kalibata, Jakarta.
Karena wasiat terakhir Pak Yamin ingin dimakamkan di kampung halaman
Talawi, Sawah Lunto. Presiden memerintahkan Gubernur Sumatera Barat Drs.
Harun Zen untuk mempersiapkan upacara kenegaraan.
Sebelum meninggalkan istana, Presiden Soekarno menyalami ayah sambil
berucap: “Terima kasih atas kebesaran jiwa Bung turut mendampingi Yamin
menjelang wafatnya dan bersedia mengantarnya ke Talawi. Atas nama
pribadi dan pemerintah saya ucapkan terima kasih.”
(Ini adalah pertemuan terakhir antara ayah dan Presiden Soekarno, 2
tahun kemudian ayah dicebloskan ke penjara atas perintah Soekarno).
Keesokan harinya, memenuhi pesan terakhir Almarhum Pak Yamin, agar
ayah bersedia menemani jenazahnya dimakamkan di Kampung Talawi, Sawah
Lunto Sumatera Barat dikabulkan ayah.
Proses pemakaman dilakukan dengan upacara kenegaraan. Inspektur
upacaranya bapak Menteri Chaerul Saleh. Siang itu juga ayah kembali ke
Jakarta.
(Cerita dengan Pak Yamin ini penulis mendengar dari ayah sendiri dan
terakhir dari saudara Syakir Rasyid putra Buya St. Mansur yang ikut
mendengar Iaporan ayah kepada guru beliau A.R. St. Mansyur sepulang dari
Talawi di rumah Buya St. Mansyur). [sumber: voa-islam]
0 Komentar