Oleh : Dr. Amal Fathullah Zarkasyi
(Dosen Institut Studi Islam Darussalam Gontor)
Abd al-Qahir Al Baghdadi, dalam
Kitabnya, al-Farqu bayna al-Firaq : Bayan al-Firqah al Najiah Minhum,
menjelaskan makna hadis Nabi SAW yang menerangkan tentang perpecahan umat.
Dikatakannya, bahwa hadis tersebut mempunyai sanad yang banyak. Hadis iru menjelaskan
bahwa di kalangan umat Islam itu ada golongan yang selamat (al-Firqah
al-Najiyah) dan golongan yang tidak selamat (al-Firqah al-Halikah).
Golongan yang selamat adalah Ahlus Sunnah
wal-Jamaah. Istilah sunnah pada Ahlus Sunnah wal-Jamaah
(Aswaja), merujuk pada petunjuk Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, baik ilmu,
aqidah, perkataan dan amalan, yaitu Sunnah yang harus di pedomani;
dipuji bagi yang melaksanakannya dan dicaci bagi yang menyalahinya.
(Lihat buku al-Wasiyah al-Kubra fi Aqidah Ahl Sunnah wal Jama’ah, h 23,
Syarh Aqidah al Tahawiyah karangan Abu al-‘izzi al-Hanafi
h. 33).
Istilah Jama’ah merujuk
pada umat terdahulu dari para Sahabat dan Tabi’in, siapa yang mengikuti mereka
sampai hari kiamat; mereka berpegang teguh kepada al-Kitab dan Sunnah dan
terhadap imam mereka; mereka yang berpedoman kepada petunjuk Nabi
SAW, sahabatnya dan pengikutnya sampai hari kiamat. (Lihat buku
al-I’tisam karangan al-Syatibi, Jilid I h. 28.)
Maka istilah Ahl Sunnah wal
Jama’ah adalah mereka yang berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah
SAW; mereka yang bersepakat dalam hal itu. Mereka adalah para Sahabat dan
Tabi’in, para imam yang diberi hidayah dan yang mengikuti mereka,
dan siapa yang berjalan mengikuti jejak mereka dalam aqidah, perkataan
dan perbuatan sampai hari kiamat. (Abu al-‘izzi al-Hanafi, Op Cit,
h.330)
Pengertian perpecahan yang
dimaksudkan oleh hadis Nabi adalah perpecahan dalam hal pokok-pokok
akidah, dan bukan dalam hal syariah furuiyah. Mereka yang berpegang
teguh kepada sunnah Rasulullah dan para Sahabatnya adalah golongan yang
selamat. Dan bagi mereka yang menyalahi sunnah Rasulullah dan para Sahabatnya
akan menemui kehancuran.
Al Imam Bayhaqi (Wafat 458 H)
yang mempopulerkan istilah Ahl Sunnah wal Jam’ah dalam bukunya yang
berjudul “ al-I’tiqad ‘ala madhab al-Salaf Ahl Sunnah Wal Jama’ah”,
Penerbit al Salam al ‘Alamiyah, Cairo, 1984, dan Dr. Abdul Halim al-Jundi
dalam bukunya yang berjudul “ Ahmad bin Hambal : Imam Ahl Sunnah” Dar
al- Ma’arif, Cairo 1977. Kemudian Dr. Ali Abd al-Fattah al-Maghribi
menulis buku yang berjudul “ Imam Ahl Sunnah wal Jama’ah:Abu Mansur
al-Maturidi wa Arauhu al-Kalamiyah, Maktabah Wahbah, Cairo, 1985.
Jadi, Ahlus Sunnah wal
Jama’ah sebagai mazhab agama adalah mazhab yang didirikan oleh Shahibul
Syariah Nabi Muhammad SAW, kemudian diteruskan kepada para sahabat dan
Tabiin dan Tabi’u tabi’in sampai hari kiamat. Dari sini kemudian terkenal
istilah mazhab Salaf. Pengertian Salaf dari segi sejarah adalah
mereka yang terdiri dari: Sahabah, Tabi’in dan Tabi’u al-Tabi’in dari
ketiga abad (generasi) pertama hijrah, sedangkan mazhab Salaf adalah
mazhab ketiga generasi tersebut, dan mereka yang mengikuti mereka,
terdiri dari para imam seperti imam yang empat, Sofyan Tsauri, Sofyan bin
Ayyinah, al-Layth bin sa’ad. Abdullah bin al-Mubarak, al-Bukhari Muslim,
dan seluruh Ashabul sunnan, yang mengkuti jalan (metode)
orang-orang terdahulu generasi per generasi. Dikecualikan dari mereka
disebut sebagai golongan bid’ah seperti Muktazilah, Khawarij.
Qadariyah, Jabriyah, Murji’ah dan Syi’ah.(Ahmad bin al-hajar , al-‘Aqaid
al-Salafiyah, J 1, Beirut,1971, h.11. Mustofa Hilmy, Qawaid
al-Manhaj al-Salafi, cet.1, Dar al-Dakwah. Iskandariyah, 1980, h. 253)
Salah satu metode penting dari Manhaj Salaf adalah penerimaan
terhadap akal yang -- menurut pandangan Ibn Taymiyyah – harus sesuai dengan
nash atau tidak bertentangan dengan nash. Dalam hal ini, akal perlu
tunduk pada nas-nas syariat dalam membahas masalah-masalah agama.
Walau bagaimanapun kalau memang
terjadi pertentangan antara keduanya, maka yang harus didahulukan adalah dalil
syar‘i (naql), karena sumbernya jelas dan diketahui, sedangkan pengetahuan
yang dihasilkannya bersifat lazim (kebenarannya jelas dan tetap),
sedangkan pengetahuan yang dicapai akal berbeda-beda antara satu sama lain
bergantung pada kemampuan seseorang dalam berfikir sehinggalah pengetahuan yang
dihasilkan akal adalah pengetahuan tidak bersifat lazim.
Diantara ulama Salaf yang
menonjol yang memperjuangkan sunnah dan mempertahankannya adalah Ahmad bin
Hambal, beliau menjadi syahid demi akidah salafiyahnya dalam mihnah al-
quran. Mihnah inilah yang menjadikannya Imam madhab Salaf dan
sekaligus Imam Ahl sunnah wal Jama’ah. Setelah beliau wafat, Madhab ini
diteruskan oleh aliran salafiyah dalam mengikuti manhaj naql
, dan disebut Ahl Hadis, sedangkan pengikut Imam Ahmad bin Hambal disebut
sebagai Hanabillah sampai datangnya Imam Abu hasan al-Asy’ari.
Beliau hidup pada tahun 260-324 H, sebagai pendiri madhab Ahl
Sunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah), (Lihat, Muqadmah kitab ‘al-Ibanah,
Tahqiq Dr,Fauqiyah Husen Mahmud , h. 20.)
Setelah Imam al-Asy’ari taubat
dan keluar dari Muktazilah, beliau mendirikan mazhab Ahl Sunnah Wal
Jama’ah, dengan cara membela akidah Salaf melalui metode Kalam
dalam menghadapi Muktazilah. Ini dijelaskan dalam bukunya Al-Ibanah ‘an Usul
al-Diyanah” dan kitab “ Maqalat al Islamiyyin”. Kemudian pengikut
Abu Hasan al-Asy’ari (Asya’irah) mengumumkan bahwa mereka membela akidah Salaf
melalui Ilmu Kalam atau metode akal. Mereka menyatakan kelanjutan dari Salaf,
dan menamakan diri mereka dengan sebutan “Khalaf”, untuk
membedakan dengan mereka yang mendahului Imam Abu Hasan al-Asy’ari. (Mustofa
Hilmy, op cit, h.31.)
Perbedaan antara Salaf
dan Khalaf adalah dalam pembahasan masalah aqidah, terletak pada manhaj
(metode) mereka, diantaranya soal takwil. Perbedaan lain dalam hal manhaj antara
Salaf dan Khalaf adalah, bahwa Salaf mendahulukan
Naql dari pada Aql, sedangkan Khalaf menempuh jalan tawasut
(jalan tengah) antara Naql dan Aql. Ini berbeda dengan golongan bid’ah, seperti
Muktazilah yang lebih mendahulukan Aql dari pada Naql.
Abd al-Qahir Al Baghdadi,
dalam Kitabnya, al-Farqu bayna al-Firaq telah memaparkan siapa
saja yang termasuk golongan Aswaja. Berdasarkan pembagian yang didiskripsikan
oleh al-Baghdadi tesebut, tampak meliputi mazhab Salaf dan Khalaf. Ini
tidak mencakup Khawarij, Muktazilah, Syi’ah, Murji’ah, Qadariay dan
Jabariyah, Wallahu a’lam bil-shawab. (****)
Sumber: http://www.fahmisalim.com/2015/02/aswaja-salaf-dan-khalaf.html
0 Komentar