Natsir adalah ulama, negarawan, sekaligus “Bapak Pendiri Negara
NKRI”. Sayang, perannya mempersatukan bangsa kurang sering disinggung
Oleh: Arya Jagad Pamungkas
UMURNYA masih
balita sejak menyatakan kemerdekaannya. Indonesia sudah dirongrong berbagai
masalah dari dalam maupun luar negeri. Ketimpangan ekonomi serta usaha Belanda untuk
meredam gejolak kemerdekaan Indonesia dengan tidak mengakui kemerdekaannya
dengan melakukan agresi militer secara besar-besaran menjadi masalah
tersendiri.
Provokasi militer yang
dilakukan oleh Belanda pada tahun 1947 dan 1948 membuat dunia Internasional
yang diwakili PBB mendesak agar kedua belah pihak mengambil langkah diplomasi
melalui meja perundingan. Perundingan Linggarjati, Renville,
Roem-Royen, hingga Konferensi Meja Bundar adalah
usaha halus Belanda agar Indonesia tidak memperoleh kemerdekaannya secara utuh.
Pada Konferensi Meja Bundar,
kedaulatan Indonesia semakin tercabik-cabik. Karena hasil dari konferensi
tersebut memutuskan bentuk negara Indonesia adalah Federal, bukan negara
kesatuan. Dengan Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta dengan 15
negara bagian lain minus Irian Barat berada dalam satu naungan bernama Republik
Indonesia Serikat. Hasil dari perundingan KMB ini bukan hanya ditentang oleh
kalangan elit partai politik, tapi juga di akar rumput masyarakat menolak
dibentuknya negara federal karena dianggap sebagai warisan dari kolonial
Belanda.
Jalannya roda pemerintahan
Republik Indonesia Serikat pasca perundingan KMB dapat dikatakan sangat kacau.
Rangkaian peristiwa politik terjadi pasca Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdiri.
Aksi unjukrasa besar-besaran
terjadi menuntut dibubarkannya RIS. Keadaan semakin meruncing karena selain
merebaknya unjukrasa. Beberapa negara bagian juga menghadapi pemberontakan dan
perebutan kekuasaan. Sebut saja Peristiwa Westerling di
Bandung, Pemberontakan Andi Azis di Makasar, serta munculnya gerakan Republik
Maluku Selatan yang digagas oleh Dr. Soumokil.
Dalam kondisi krisis yang serba
tidak menentu muncul gagasan cemerlang dari seorang tokoh bangsa, ulama,
sekaligus pejuang kemerdekaan. Mohammad Natsir yang pada saat itu menjabat
sebagai ketua Fraksi Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) di DPRS-RIS.
Natsir mengemukakan bahwa
solusi untuk menyikapi hal yang sedang terjadi saat ini adalah dengan membentuk
negara kesatuan, bukan negara federasi dengan melibatkan negara-negara bagian
tanpa menimbulkan konflik baru.
Untuk mewujudkan gagasannya,
Natsir melakukan lobi-lobi politik yang cukup alot dengan perwakilan negara
bagian dan parlemen di DPRS. di parlemen, Natsir tidak hanya melakukan lobi
politik dengan tokoh Islam saja seperti Sirajuddin Abbas dari Persatuan
Tarbiyah Indonesia dan Amelz dari Partai Syarikat Islam Indonesia, tapi Natsir
juga melobi I.J Kasimo dari Partai Katolik, A.M Tambunan dari Partai Kristen
Indonesia, dan Sukirman dari PKI.
Tepat 3 April 1950, pada sidang
parlemen DPR Sementara RIS. Natsir mengemukakan pendapatnya agar Indonesia
kembali kedalam bentuk negara kesatuan. pidato Natsir mendapat riuh tepuk
tangan anggota parlemen disusul disetujui sepenuhnya oleh seluruh anggota
DPRS-RIS. pada 17 Agustus 1950 empat bulan pasca Mosi Integral dibacakan.
Ir Soekarno membubarkan RIS dan
memproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai kelanjutan dari
Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Mosi Integral telah
mengembalikan Indonesia kedalam bentuk Negara Kesatuan dan terhindar dari
ancaman perpecahan. Dengan cara yang demokratis, konstitusional, dan terhormat.
Usaha ini adalah buah upaya sosok ulama dan negarawan Mohammad Natsir. Oleh
karena itu tidak tepat rasanya jika tuduhan tidak nasionalis dan tidak cinta
tanah air dituduhkan kepada kaum islamis saat ini. karena Natsir sendiri
berasal dari faksi Islamis Masyumi.
Natsir layak disebut sebagai
sebagai sosok ulama, negarawan, sekaligus “Bapak Pendiri Negara Kesatuan
Republik Indonesia”. Namun sayang, peran besar Mohammad Natsir dalam
mempersatukan kembali bangsa ini dalam bingkai NKRI kurang sering disinggung di
dalam buku-buku sejarah yang menjadi panduan bagi generasi muda saat ini.*
Mantan Ketua
Umum Lembaga Dakwah Kampus BSI se Jabodetabek, selain aktif di organisasi
kampus
Rep: Admin Hidcom
0 Komentar