.jpg)
Ketika Sir Lewis Namier, seorang sejarawan Inggris Gerogia dan Yahudi totok, ditanya mengapa ia tak menulis tentang sejarah Yahudi, Namier menjawab, “Tak ada sejarah tentang Yahudi. Yang ada hanya pembantaian, dan itu sama sekali tidak menyenangkan bagi saya.” Ini artinya tujuan Zionis adalah menjadikan Yahudi dari korban yang pasif, berubah menjadi penentu aktif nasib mereka. Untuk itulah, Namier menolaknya.
Ketika mata semua orang berpaling ke Gaza, maka dunia paham akan potongan puzzle yang selama ini dicari oleh Israel. Dengan segala antipati yang meluncur deras kepada Negara Zionis itu dari negara-negara Islam, Israel melenggang dengan satu pepatah bangsa Latin oderint dum metuant; biarkan mereka membenci kami, selama mereka terus takut kepada kami.
Barat berbeda. Sentimen rakyat Eropa akan dengan mudah berubah karena peristiwa nyata. Dan itu terjadi. Berbeda dengan pemerintahannya yang masih bertekuk lutut di ketiak Israel, rakyat sipil Barat cenderung mulai berubah. Tak ada lagi simpati untuk Israel seperti penyerangan ke Lebanon tahun 1982 dan 2006.
Selama ini Israel selalu dianggap sebagai salah satu “negara bagian” AS. Dibandingkan dengan Negara-engara bagian di AS sendiri, Israel menerima subsidi dana yang paling besar dari Washington. Walaupun Gedung Putih sudah mendapat perlakuan yang tak senonoh dari para bangsa Yahudi itu. Dan itu terus berlanjut dalam kepemimpinan Barack Obama. Mulai dari kampanye Obama yang meng-endors Israel, penunjukan Hillary Clinton, dan Rahm Emanuel, sebagai Kepala Staf Gedung Putih, yang merupakan kepercayaan Obama, yang Yahudi tulen.
Rahm Emanuel merupakan putera dari Benjamin M. Emanuel, anggota dari Irgun, kelompok teroris Yahudi yang sudah berdiri puluhan tahun. Benjamin merupakan sobat dekat Eitan Livni (ayah Tzipi Livni) dan Bellah Olmert (ayah Ehud Olmert), yang menggalakan kekerasan di tanah Palestina mulai tahun 1946. Irgun sudah meledakan Hotel King David di Yerusalem yang menewaskan sejumlah besar orang Palestina, dan mereka adalah pelaku utama holocaust di Deir Yassin yang membuat 120 Palestina syahid.
Di balik semua kebrutalan Yahudi, ada sesuatu yang lain. Machiavelli mengatakan, manusia melakukan balas dendam karena alasan yang salah, tak akan pernah bias mendapatkan hal yang besar, dan Irgun telah melakukan kebrutalan tak terhingga dan tak terbayangkan. Sekarang, mungkin negara Yahudi bisa didirikan dan dikelilingi dengan pertahanan dahsyat, dan mereka akan berteriak, “Tak ada yang suka kepada kami, kami tak peduli!” , dan tak akan ada lagi pembantaian ala Yahudi.
Israel selalu mengatakan “No War, No Peace” (tak ada perang, tak ada damai). David Ben-Gurion berkomentar “gagasan Yahudi yang bodoh”, dan Moshe Dayan, seorang legenda militer Yahudi berkata, “Aku tak ingin ada solusi dari Yahudi di sini.” Bertahun-tahun kekejaman Zionis terus berlangsung, tapi bangsa Israel tak pernah punya alasan untuk menjelaskan kepada rakyatnya sendiri bahkan, tentang kekerasan yang mereka lakukan...Geoffrey Wheatcroft. (The Controversi)
Taktik Perang Brutal
Israel ternyata memang menerapkan taktik perang yang sadis dalam agresinya ke Jalur Gaza. Mereka menerapkan taktik bahwa semua yang ada di Gaza sekarang, adalah musuh Israel.
Tak heran jika tentara-tentara Zionis itu tidak segan-segan membombamdir dan menembaki warga sipil, anak-anak, perempuan bahkan petugas medis, pekerja bantuan kemanusiaan bahkan wartawan.
Hal ini terungkap dari penuturan sejumlah tentara Israel yang sedang menjalani masa istirahat dan baru saja kembali dari tugas di Jalur Gaza. Alon, Seorang prajurit Israel berpangkat Letnan pada Times, bercerita, ketika ia dan pasukannya masuk ke sebuah jalan di kamp pengungsi Jabaliya di utara Gaza, mereka diperintahkan untuk tidak segan-segan menembak apa saja dan siapa saja.
"Kami memperlakukan semuanya sebagai musuh. Kami hanya diperintahkan untuk menembak dan tidak banyak tanya," ungkap Alon.
Selama 19 hari serangan brutal Israel, jumlah warga Palestina yang gugur syahid sudah mencapai 1.025 orang dan 5.000 orang lainnya luka-luka. Sumber-sumber medis di Gaza mengungkapkan, diantara korban syahid 315 diantaranya anak-anak dan 100 orang perempuan.
Dengan taktik perang brutal yang diterapkan Israel, warga Gaza tak bisa berbuat banyak, mereka terperangkap di Gaza dan tidak bisa mengungsi ke tempat aman, karena perbatasan-perbatasan semuanya ditutup.
Prajurit Israel lainnya, Letnan Kolonel Yehuda mengungkapkan, tindakan pasukan Zionis masuk ke gedung-gedung sambil melepaskan rentetan tembakan sudah menjadi praktek standar bagi pasukan Israel. "Pernah terjadi, sebuah gedung terbakar dan kami harus menyelamatkan pasukan kami secepatnya," kata Yehuda.
Meski demikian, sejumlah tentara Israel mengaku shock melihat kerusakan yang mereka timbulkan dalam serangan ke Jalur Gaza. "Kondisi Gaza hancur lebur seolah-olah kami membombardirnya selama bertahun-tahun, padahal kami baru beberapa minggu saja melakukan serangan. Anda tidak bisa membayangkan bagaimana kerusakan yang telah kami lakukan," kata Alon
"Saya bukan orang baru di kemiliteran. Dua saudara lelaki saya bertugas di unit tempur yang menyaksikan serangan ke Gaza. Saya bisa katakan bahwa ini adalah serangan paling agresif yang pernah kami lakukan untuk melawan para pejuang Palestina," sambungnya.
Tentara-tentara Israel itu juga mengakui bahwa mereka menggunakan senjata kimia fosfor putih untuk membombadir target-target di Gaza. Pengakuan para tentara Israel itu mematahkan bantahan Israel yang menolak tuduhan bahwa militernya menggunakan senjata kimia berbahaya dan terlarang.
Seorang prajurit Israel mengklaim bahwa mereka menggunakan senjata kimia itu dengan bertanggung jawab. "Senjata itu sudah sering digunakan," kata prajurit tadi.

0 Komentar