Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Seyyed Hossein Nasr Tokoh Intelektual Muslim di Abad Modern


Seseorang tidak bisa berharap banyak untuk bisa memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain.

Seyyed Hossein Nasr merupakan salah satu ilmuwan terkemuka dunia dalam bidang ilmu pengetahuan Islam dan spiritualitas. Ia adalah tokoh intelektual yang sangat dihormati, baik di Barat maupun dunia Islam. Ia juga dikenal luas sebagai pengarang sejumlah buku dan artikel yang laris. Lebih dari 50 buku dan 500 artikel yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, beberapa di antaranya adalah Man and Nature:

Spiritual Crisis of Modern Man (Kazi Publications, 1998), Religion and The Order of Nature (Oxford, 1996), dan Knowledge and the Sacred (SUNY, 1989). Profesor Studi Islam pada Universitas George Washington, Amerika Serikat, ini menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan berkarier sebagai seorang guru. Karier mengajarnya dimulai pada usia belia, 22 tahun, ketika ia mengambil program doktor di Universitas Harvard, Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun, dia mengajar siswa dari berbagai belahan dunia. Banyak di antara muridnya yang kini menjadi ilmuwan terkemuka dalam berbagai disiplin ilmu.

Selepas menamatkan studi di Universitas Harvard, ia melanjutkan karier mengajarnya di tanah kelahirannya, Iran. Sejak 1958, Nasr mengajar di Universitas Teheran. Lima tahun kemudian pada usia tiga puluh, ia diangkat sebagai profesor penuh dalam bidang studi filsafat dan ilmu sejarah di Universitas Teheran. Dan sejak 1968 hingga 1972, ia diangkat menjadi dekan fakultas sekaligus wakil rektor bidang akademik.

Dia menggunakan posisi dan pengaruh yang dimilikinya untuk membawa perubahan besar pada lembaga pendidikan tinggi ternama di negeri para mullah ini. Dia berusaha untuk memperkuat dan memperluas program studi filsafat di Universitas Teheran, yang seperti kebanyakan program studi lain sangat didominasi dan dipengaruhi oleh para intelektual Prancis.

Selama mengajar di Universitas Teheran, Profesor Nasr mendorong para mahasiswanya untuk belajar filsafat dan tradisi keilmuan lainnya dari sudut pandang mereka sendiri, bukan dari perspektif pemikiran dan filsafat Barat seperti yang diterapkan oleh banyak perguruan tinggi di dunia. Menurutnya, seseorang tidak bisa berharap banyak untuk bisa memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. Hal ini, ungkap dia, ibaratnya sama seperti orang yang berusaha melihat melalui mata orang lain.

Kesadaran Tinggi
Dia juga berupaya menciptakan kesadaran dan minat yang lebih besar dalam studi filsafat Timur di kalangan mahasiswa dan dosen Universitas Teheran. Mengingat Universitas Teheran adalah satu-satunya universitas di Iran saat itu yang menawarkan gelar doktor dalam bidang filsafat. Langkah perubahan yang dilakukan Profesor Nasr ini di kemudian hari banyak ditiru oleh universitas-universitas lain di Iran dan memiliki pengaruh kuat di negara tersebut.

Pada 1972, ia ditunjuk sebagai Rektor Universitas Aryamehr oleh penguasa Iran saat itu, Syah Iran. Universitas Aryamehr merupakan sekolah tinggi teknik dan sains terkemuka di Iran. Pemerintah Iran saat itu menginginkan adanya sebuah model universitas seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT) di negeri Paman Sam, namun tetap mengedepankan nilai-nilai budaya Iran. Karenanya, Nasr kemudian membuka program studi humaniora dalam bidang kajian budaya Islam dengan penekanan khusus pada filsafat Islam di Universitas Aryahmer.

Langkah Nasr ini menjadikan Universitas Aryamehr sebagai perguruan tinggi pertama di dunia Islam yang memiliki program pascasarjana dalam bidang ilmu filsafat Islam. Pada 1973, Ratu Iran menunjuk Profesor Nasr untuk mendirikan sebuah pusat kajian dan penyebaran filsafat bernama Iran Imperial Academy of Philosophy. Akademi filsafat ini di kemudian hari menjadi salah satu pusat kegiatan pengembangan ilmu filsafat yang paling utama di dunia Islam, perpustakaan filsafat terbaik di Iran serta menjadi rujukan bagi para sarjana filsafat, baik dari dunia Timur maupun Barat.

Para sarjana ini datang jauh-jauh untuk belajar karena pihak akademi kerap menyelenggarakan seminar dan kuliah yang diberikan langsung oleh para filosof. Selain pihak akademi juga menawarkan program beasiswa jangka pendek dan panjang untuk penelitian di bidang filsafat Islam, perbandingan filsafat, dan program bahasa seperti bahasa Persia, Arab, Inggris, dan Prancis.

Aktif
Meski menetap di Iran, namun ini tidak membuatnya putus hubungan dengan para koleganya di Amerika dan pihak universitas-universitas ternama di negara tersebut. Pada 1962 dan 1965, dia pernah menjadi dosen tamu di Universitas Harvard dan menjadi pembicara pada sejumlah seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Princeton dan Universitas Utah. Dia juga berteman baik dengan sejumlah ilmuwan Amerika seperti Huston Smith, seorang Profesor filsafat Muslim di Abad filsafat dan perbandingan agama; Jacob Needleman seorang editor ternama di Amerika; serta beberapa filsuf dan teolog Katolik dan Protestan.

Karenanya ketika pecah revolusi Iran di tahun 1979, ia bersama keluarganya memutuskan untuk hijrah ke Amerika dan mengajar di Universitas Temple, Philadelphia. Dia mengajar di Universitas Temple selama kurun waktu 1979 hingga 1984. Dan sejak 1984 sampai sekarang ia mengajar di Universitas George Washington. Berbagai mata pelajaran dan bidang studi yang diajarkannya banyak memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan intelektualnya. Mata pelajaran yang ia ajarkan mulai dari bidang studi filsafat hingga spiritualitas agama, musik dan seni, arsitektur, ilmu eksakta, sastra, dialog peradaban dan lingkungan hidup. dia/osa/berbagai sumber


Berasal dari Keluarga Ilmuwan

Tradisi keilmuan yang tertanam dalam diri Sayyed Hossein Nasr bisa dikatakan diwarisi dari keluarga ayahnya. Dilahirkan pada 7 April 1933 di Kota Teheran, Iran, Nasr berasal dari keluarga ulama terkemuka dan dokter. Seperti halnya sang kakek, ayahnya, Sayyed Valiallah, adalah seorang dokter keluarga kerajaan Iran. Nama Nasr yang berarti kemenangan dianugerahkan kepada kakek Profesor Nasr oleh Raja Persia.

Pendidikan formal awal ia peroleh di sebuah sekolah berkurikulum Persia dengan konsentrasi pengajaran di bidang studi Islam dan Persia. Sekolahnya ini menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantar. Selain di sekolah, Nasr kecil juga menimba ilmu kepada ayahnya. Di sela-sela waktu luangnya, dia kerap berdiskusi selama berjam-jam dengan sang ayah, terutama mengenai isu seputar filsafat dan teologi. Rutinitas seperti ini ia lakoni hingga usianya menginjak 12 tahun.

Ketika menginjak usia 12, Nasr muda memutuskan untuk menuntut ilmu ke Amerika. Oleh orangtuanya, ia didaftarkan di The Peddie School yang berada di Kota Highstown, New Jersey. Di sekolah barunya ini, Nasr banyak mempelajari pengetahuan mengenai bahasa Inggris, sains, sejarah Amerika, serta budaya Kristen dan Barat. Pada 1950 ia lulus sebagai siswa terbaik dan berhak mendapatkan penghargaan Wyclifte. Atas prestasinya ini, ia didaulat untuk membacakan pidato perpisahan.

Selepas tamat dari The Peddie School, Nasr kemudian melanjutkan pendidikannya ke MIT atas beasiswa dari pihak sekolah. Nasr merupakan mahasiswa pertama asal Iran yang mendapatkan gelar sarjana dari MIT. Ia memulai studinya di MIT di jurusan Fisika. Keputusannya untuk belajar fisika didorong oleh keinginan untuk memperoleh pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, setidaknya pada tingkat realitas fisik.

Namun, pada akhir tahun pertamanya di MIT, ia mulai merasakan ketidaknyamanan di dalam ling kungan tempatnya menimba ilmu, meski ia tergolong mahasiswa yang menonjol di kelasnya. Banyak pertanyaan mengenai isu seputar metafisika yang tidak bisa ia dapatkan jawabannya. Akibatnya, ia mulai merasa ragu dengan apa yang sedang ia pelajari.

Keraguannya ini mulai terjawab manakala seorang dosennya, filsuf terkemuka asal Inggris Bertrand Russell, dalam sebuah diskusi kelompok kecil dengan para mahasiswa yang mengikuti mata kuliahnya, menyatakan bahwa fisika itu tidak memiliki hubungan sama sekali dengan sifat fisik dalam arti sesungguhnya, melainkan dengan struktur matematis yang berhubungan dengan interpretasi terhadap sesuatu hal.

Setelah lulus dari MIT, Nasr mendaftarkan diri pada program pascasarjana dalam bidang geologi dan geofisika di Universitas Harvard. Setelah mendapat gelar master di bidang geologi dan geofisika pada 1956, ia melanjutkan untuk mengejar gelar PhD dalam bidang ilmu sejarah dan pendidikan di Harvard. Pada usia 25 tahun, Nashr berhasil lulus dan meraih gelar PhD dari Harvard.

Ia menulis disertasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan modern menurut sudut pandang Islam yang diberinya judul efKonsep Alam dalam Pandangan Islam. Disertasi doktoralnya ini kemudian diterbitkan pada 1964 oleh Harvard University Press dengan judul Sebuah Pengantar Doktrin-doktrin Kosmologi Islam. Pada waktu yang bersamaan ia berhasil merampungkan buku pertamanya, Sains dan Peradaban dalam Islam. Meskipun ia ditawari posisi sebagai asisten profesor di MIT, Nasr memutuskan untuk kembali secara permanen ke Iran. dia/berbagai sumber

Posting Komentar

0 Komentar