Inna lillahi wai nna ilaihi rajiun. Mantan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah menghadap sang Khalik pada sekitar pukul 18.45, Rabu (30/12) dalam usia 68 tahun. Beliau wafat setelah sempat mengalami krisis dan dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Kepastian wafatnya Gus Dur disampaikan oleh Salahuddin Wahid yang juga merupakan adik kandungnya. ''Saya mendapat kabar lewat pesan pendek yang disampaikan oleh asisten pribadi Gus Dur bernama Sulaeman,'' kata Salahuddin saat diwawancari TVOne.
Salahuddin juga minta masyarakat agar memberikan doa agar Gus Dur mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Tokoh besar Abdurrahman Wahid telah tiada. Pria yang terlahir dengan nama Abdurrahman Addakhil pada 7 September 1940 di Jombang, Jatim itu meninggalkan seorang istri, Sinta Nuriyah, dan empat orang putri.
Gus Dur, panggilan akrabnya, merupakan tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi presiden keempat Indonesia pada 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau lahir dari rahim Solechah (ibu) dan KH Wahid Hasyim yang juga mantan menteri agama. Kakek Gus Dur merupakan ulama ternama sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yakni KH Hasyim Asy'ari.
Selain menjadi tokoh demokrasi, Gus Dur selama tiga periode menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar NU pada 1984-1999. Ia juga menjadi pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Dur juga merupakan tokoh pemikir, meski pandangannya tak jarang menimbulkan kontroversi.
Gus Dur juga menjadi penggemar berat olahraga sepak bola. Saat kesehatan matanya masih prima, Gus Dur tahu persis pemain-pemain sepak bola kelas dunia. Ia amat fasih mengupas gaya, strategi, dan prediksi tim sepak bola papan atas dunia. Dia pun pernah menjadi komentator saat Piala Dunia 1994.
Salah satu ciri khas Gus Dur adalah tingginya rasa humor yang dimiliki. Hampir dalam setiap kesempatan Gus Dur selalu menyelipkan humor itu. Salah satu contohnya adalah saat seminar tentang Sunan Drajat di Surabaya pada sekitar 1997. "Pak Ruslan Abdulgani itu punya gelar doktor honoris causa. Kalau Pak Soedomo (mantan pangkopkamtib) dijuluki doktor hororis causa karena ditakui, lha kalau saya cukup doktor humoris causa," kata Gus Dur yang disambut tawa semua hadirin.
Gus Dur menggantikan Presiden BJ Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999. Masa kepresidenan yang dimulai pada 20 Oktober 1999 berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR
Muhammadiyah; Selamat jalan Gus Dur
Ketua PP Muhammadiyah KH Yunahar Ilyas menegaskan bahwa bangsa ini kehilangan seorang tokoh besar, walau dengan segala kontroversinya. ''Bangsa ini kehilangan seorang tokoh besar, walau dengan segala kontroversinya,'' tegas Yunahar dalam perbincangan dengan Republika di Jakarta, Rabu (30/12).
''Sebagai bangsa, kita telah kehilangan seorang mantan Presiden yang telah menunjukkan dedikasi besarnya pada bangsa ini dan pada umat. Walaupun dengan kekurangannya'' tegas Yunahar. Yunahar mengharapka semoga apa yang baik-dari sosok Gus Dur dapat menjadi teladan bagi bangsa dan umat. ''Dan semoga apa yang menjadi kekurangannya, dapayt dimaafkan dan dimaklumi,'' tegasnya.
Yunahar juga mengajak seluruh bangsa untuk memanjatkan doa bersama-sama agar almarhum Gus Dur dapat diterima di sisi Yang Maha Kuasa. ''Semoga seluruh amal ibadah dan pengabdian beliau pada umat dan bangsa ini dapat diterima di sisi Sang Khalik,'' papar Yunahar.
Apa Kata Orang
Sepulang dari pegembaraanya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.
Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna semua pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap menjadi pemikirannya tersendiri. Sehingga tidak heran jika tulisan-tulisannya jarang menggunakan foot note.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman.
Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4.
Meskipun sudah menjadi presiden, ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu, khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Catatan perjalanan karier Gus Dur yang patut dituangkan dalam pembahasan ini adalah menjadi ketua Forum Demokrasi untuk masa bakti 1991-1999, dengan sejumlah anggota yang terdiri dari berbagai kalangan, khususnya kalangan nasionalis dan non muslim. Anehnya lagi, Gus Dur menolak masuk dalam organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Tidak hanya menolak bahkan menuduh organisai kaum ‘elit Islam’ tersebut dengan organisasi sektarian.
Dari paparan tersebut di atas memberikan gambaran betapa kompleks dan rumitnya perjalanan Gus Dur dalam meniti kehidupannya, bertemu dengan berbagai macam orang yang hidup dengan latar belakang ideologi, budaya, kepentingan, strata sosial dan pemikiran yang berbeda. Dari segi pemahaman keagamaan dan ideologi, Gus Dur melintasi jalan hidup yang lebih kompleks, mulai dari yang tradisional, ideologis, fundamentalis, sampai moderrnis dan sekuler.
Dari segi kultural, Gus Dur mengalami hidup di tengah budaya Timur yang santun, tertutup, penuh basa-basi, sampai denga budaya Barat yang terbuka, modern dan liberal. Demikian juga persentuhannya dengan para pemikir, mulai dari yang konservatif, ortodoks sampai yang liberal dan radikal semua dialami.
Pemikiran Gus Dur mengenai agama diperoleh dari dunia pesantren. Lembaga inilah yang membentuk karakter keagamaan yang penuh etik, formal, dan struktural. Sementara pengembaraannya ke Timur Tengah telah mempertemukan Gus Dur dengan berbagai corak pemikirann Agama, dari yang konservatif, simbolik-fundamentalis sampai yang liberal-radikal.
Dalam bidang kemanusiaan, pikiran-pikiran Gus Dur banyak dipengaruhi oleh para pemikir Barat dengan filsafat humanismenya. Secara rasa maupun praktek prilaku yang humanis, pengaruh para kyai yang mendidik dan membimbingnya mempunyai andil besar dalam membentuk pemikiran Gus Dur. Kisah tentang Kyai Fatah dari Tambak Beras, KH. Ali Ma’shum dari Krapyak dan Kyai Chudhori dari Tegalrejo telah membuat pribadi Gus Dur menjadi orang yang sangat peka pada sentuhan-sentuhan kemanusiaan.
Dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Pertama, Gus Dur bersentuhan dengan kultur dunia pesantren yang sangat hierarkis, tertutup, dan penuh dengan etika yang serba formal; kedua, dunia Timur yang terbuka dan keras; dan ketiga, budaya Barat yang liberal, rasioal dan sekuler. Kesemuanya tampak masuk dalam pribadi dan membetuk sinergi.
Hampir tidak ada yang secara dominan berpengaruh membentuk pribadi Gus Dur. Sampai sekarang masing-masing melakukan dialog dalam diri Gus Dur. Inilah sebabnya mengapa Gus Dur selalu kelihatan dinamis dan suliit dipahami. Kebebasannya dalam berpikir dan luasnya cakrawala pemikiran yang dimilikinya melampaui batas-batas tradisionalisme yang dipegangi komunitasnya sendiri.
Data Pribadi Gus Dur
Nama:
Abdurrahman Wahid
Lahir:
Denanyar, Jombang, Jawa Timur, 4 Agustus 1940.
Orang Tua:
Wahid Hasyim (ayah), Solechah (ibu).
Istri :
Sinta Nuriyah
Anak-anak :
Alisa Qotrunada Zannuba Arifah Anisa Hayatunufus Inayah Wulandari
Pendidikan :
• Pesantren Tambak Beras, Jombang (1959-1963)
• Departemen Studi Islam dan Arab Tingkat Tinggi, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (1964-1966)
• Fakultas Surat-surat Universitas Bagdad (1966-1970)
Karir
• Pengajar Pesantren Pengajar dan Dekan Universitas Hasyim Ashari Fakultas Ushuludin (sebuah cabang teologi menyangkut hukum dan filosofi)
• Ketua Balai Seni Jakarta (1983-1985)
• Penemu Pesantren Ciganjur (1984-sekarang)
• Ketua Umum Nahdatul Ulama (1984-1999)
• Ketua Forum Demokrasi (1990)
• Ketua Konferensi Agama dan Perdamaian Sedunia (1994)
• Anggota MPR (1999)
• Presiden Republik Indonesia (20 Oktober 1999-24 Juli 2001)
Penghargaan
• Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993)
• Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991) * Tokoh 1990, Majalah Editor, tahun 1990
* Ramon Magsaysay Award for Community Leadership, Ramon Magsaysay Award Foundation,
Philipina, tahun 1991
* Islamic Missionary Award from the Government of Egypt, tahun 1991
* Penghargaan Bina Ekatama, PKBI, tahun 1994
* Man Of The Year 1998, Majalah berita independent (REM), tahun 1998
* Honorary Degree in Public Administration and Policy Issues from the University of
Twente, tahun 2000
* Gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, tahun 2000
* Doctor Honoris Causa dalam bidang Philosophy In Law dari Universitas Thammasat
Thaprachan Bangkok, Thailand, Mei 2000
* Doctor Honoris Causa dari Universitas Paris I (Panthéon-Sorbonne) pada bidang ilmu hukum
dan politik, ilmu ekonomi dan manajemen, dan ilmu humaniora, tahun 2000
* Penghargaan Kepemimpinan Global (The Global Leadership Award) dari Columbia University,
September 2000
* Doctor Honoris Causa dari Asian Institute of Technology, Thailand, tahun 2000
* Ambassador for Peace, salah satu badan PBB, tahun 2001
* Doctor Honoris Causa dari Universitas Sokka, Jepang, tahun 2002
* Doctor Honoris Causa bidang hukum dari Konkuk University, Seoul Korea Selatan, 21 Maret
2003.
* Medals of Valor, sebuah penghargaan bagi personal yang gigih memperjuangkan pluralisme
dan multikulturalisme, diberikan oleh Simon Wieshenthal Center (yayasan yang bergerak di
bidang penegakan HAM dan toleransi antarumat beragama), New York, 5 Maret 2009.
* Penghargaan nama Abdurrahman Wahid sebagai salah satu jurusan studi Agama di Temple
University, Philadelphi, 5 Maret 2009.
* Dan penghargaan-penghargaan lainnya
0 Komentar