Sebanyak 18 klinik konsultasi berhenti merokok di seluruh Puskesmas Kota Yogyakarta diresmikan pemerintah setempat, Kamis (12/11), bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional.
Peresmian klinik konsultasi berhenti merokok tersebut dilakukan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota Yogyakarta Dyah Suminar didampingi Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Choirul Anwar di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta.
“Paling tidak klinik konsultasi berhenti merokok ini akan menjadi `public awareness` bagi perokok aktif bahwa sudah saatnya menjalani pola hidup sehat,” kata Choirul di sela-sela pembukaan klinik konsultasi tersebut.
Menurut dia, merokok adalah kegiatan yang tidak produktif dan hanya akan menyebabkan penurunan kesehatan tubuh seperti penyakit paru-paru bahkan memberikan dampak yang tidak kalah buruk kepada masyarakat lain yang tidak merokok.
“Masyarakat perokok hanya tahu bahwa merokok itu buruk, tetapi mereka tidak menyadari seberapa buruk dampaknya bagi tubuh,” katanya.
Menurut penelitian yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2009 ke sejumlah kampung di Kota Yogyakarta, 53 persen rumah tangga memiliki anggota keluarga yang merokok dengan jumlah rokok rata-rata 10 batang per hari, dan empat batang di antaranya dihisap di rumah sehingga 89 persen balita dan perempuan menjadi perokok pasif.
“Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa 89 perokok aktif ingin berhenti merokok, tetapi banyak yang tidak tahu caranya atau baru berpikir untuk berhenti merokok saat sudah mengalami sakit,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, di klinik konsultasi berhenti merokok, perokok yang ingin berhenti merokok akan diberi konseling dan bantuan untuk dapat berhenti merokok dan mereka yang belum ingin berhenti tetapi ingin mendapat informasi tentang kiat-kiat berhenti merokok juga akan tetap dilayani.
“Di tiap Puskesmas akan ada satu dokter yang khusus menangani klinik konsultasi merokok dan akan dilayani setiap hari kerja,” katanya.
Setelah peresmian layanan klinik konsultasi berhenti merokok di Puskesmas, lanjut dia, langkah selanjutnya adalah mencoba masuk ke instansi pemerintah untuk membuat klinik serupa.
Sementara itu, Dyah Suminar menyayangkan tidak hadirnya pihak dari sekolah dalam peresmian tersebut karena seharusnya guru-guru di sekolah bisa juga memberikan contoh kepada murid-muridnya.
“Kepada panita, saya juga akan meminta salinan mengenai dampak buruk merokok yang akan saya perlihatkan ke Pak Herry (Herry Zudianto, Wali Kota Yogyakarta),” kata Dyah tentang suaminya yang juga perokok berat.
DIY telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang antara lain mengatur kawasan tanpa rokok yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
Satu tahun setelah peraturan gubernur tersebut ditandatangani, diharapkan ada peraturan wali kota atau bupati yang disahkan.
Berdasarkan data TCSC-IAKMI 2008, Indonesia menduduki peringkat ketiga konsumen rokok terbesar di dunia setelah China dan India.
Pada 2004, jumlah perokok dewasa usia 15 tahun adalah 34,4 persen meningkat dari 31,5 persen pada 2001 dengan kenaikan paling signifikan terjadi pada perokok perempuan dari 1,3 persen menjadi 4,5 persen selama periode 2001-2004.
Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok perempuan berusia 15-19 tahun yaitu mencapai sembilan kali lipat, dari 0,2 persen menjadi 1,9 persen.
Usai melakukan peresmian klinik konsultasi berhenti merokok, Dyah Suminar juga memberikan penghargaan kepada Kelurahan Keparakan sebagai kelurahan bebas asap rokok dan prestasi tersebut telah diakui secara nasional yang dibuktikan dengan penghargaan dari Menteri Dalam Negeri.
Deklarasi dari tokoh-tokoh masyarakat di kelurahan tersebut menjadi payung pengikat keberadaan kelurahan bebas asap rokok tersebut. [TMA, Ant/Sumber: www.gatra.com]
0 Komentar