Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Muktamar NU: Waspadahi Politik Uang dan Politisasi NU


JAKARTA--Ketua Umum Majelis Dzikir Zulfaqor Indonesia, KH Ikram Bin Acbmad, mengingatkan peserta Muktamar NU ke-32 di Makassar agar tidak terjebak permainan politik uang yang mungkin muncul dalam perebutan kursi ketua umum PBNU periode 2010-2015. ''Terbuka kemungkinan dalam pemilihan ketua umum PBNU terjadi politik uang karena masuknya kepentingan politik praktis pihak-pihak tertentu,'' ujarnya di Jakarta, Jumat (19/3).

Dia mengingatkan pada muktamirin dari pengurus wilayah dan cabang agar tidak terpengaruh hal itu. Pasalnya, jika itu terjadi akan merusak masa depan NU. Karen itu dia menyarankan agar peserta muktamar memilih figur yang sudah memahami NU lahir dan batin, serta berpengalaman mengurus organisasi yang didirikan para ulama tersebut. ''Kami yakin seluruh penguruh wilayah, cabang, dan warga nahdliyyin sepenuhnya akan mendukung KH Ahmad Bagdja sebagai ketua umum PBNU periode mendatang,'' ujarnya sambil berkampanye.

Kiai Ikram mengungkapkan calon yang diusungnya itu merupakan satu-satunya figur pemimpin yang tepat untuk NU ke depan yang murni dan telah memenui syarat dan kriteria senioritas serta berpengalaman sebagai pengurus PBNU hampir 30 tahun. ''Ia memahami dan menguasai serta menyelesaikan hiruk-pikuk dalam tubuh NU sendiri,'' katanya.

Menurut Kiai Ikram, jagonya itu juga memahami dan menguasai ruh dan jasad NU. Sehingga, kandidatnya itu mampu menyatukan serta mengadopsi semua aspirasi para kiai dan ulama yang menjadi basis kekuatan NU.

Para anak muda aktivis NU di Yogyakarta sangat prihatin melihat tingkah para elit organisasi menjelang pelaksanaan Muktamar NU ke-32 di Makassar tanggal 22-27 Maret. Para elit itu dinilai hanya sibuk menggelar lobi-lobi politik untuk memperebutkan pucuk pimpinan di tubuh PBN.

''Seakan melupakan persoalan-persoalan mendasar yang dialami warga NU di tingkat bawah,'' kata Nur Khalik Ridwan, ketua Forum Masyarakat Nahdliyin Yogyakarta.

Khalik melihat saat ini banyak tokoh NU menggalang kekuatan ke daerah-daerah hanya untuk meraih dukungan agar bisa terpilih melalui muktamar, dan kadang saling menjelekkan. Sikap ini, katanya, sangat bertentangan dengan tradisi NU yang sebenarnya selalu memajukan saingannya, bila ada dua tokoh yang diminta maju untuk sebuah kedudukan tertentu di organisasi.

Ia menyebutkan sebenarnya mayoritas warga NU adalah warga kecil seperti para petani, buruh, nelayan, santri-santri di pondok pesantren, para TKI, entah itu yang tinggal di pedesaan dan perkotaan. Menurut dia, kepentingan para warga kecil ini lebih terlupakan oleh para elit organisasi, seperti menyangkut isu-isu berkaitan dengan persoalan kerakyatan dan kemiskinan.

''Belum lagi bagaimana menyangkut persoalan kebangsaan seperti korupsi,'' katanya. Dengan sikap ini, katanya, banyak kasus yang dialami warga NU menjadi tak terselesaikan seperti kasus pembunuhan dukun santet dan bentrok Alas Telogo di Jatim.

Melihat kondisi saat ini, para anak muda NU lintas sektoral di Yogyakarta, memutuskan bergabung dalam Forum Masyarakat Nahdiliyin Yoggyakarta. Dengan forum ini, mereka berusaha menggalang kekuatan untuk memberikan masukan untuk muktamar tersebut, diantaranya dengan menggelar seminar menyongsong Muktamar NU ke-32 di Makassar dengan tema ''Krisis Kepemimpinan dan Manajemen NU''.

Posting Komentar

0 Komentar