T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika LAPAN
Anggota Badan Hisab Rukyat Kementeria Agama
Garis tanggal wujudul hilal pada gambar di atas tampak melalui Afrika Utara, Arab Saudi, India, dan bagian Utara Indonesia. Maknanya, di sebelah Barat garis tersebut pada saat maghrib 6 November 2010 (hari terjadinya ijtimak, saat bulan dan matahari segaris bujur) bulan telah berada di atas ufuk. Dengan garis tanggal ini, kita bisa membaca adanya potensi perbedaan hari raya di Indonesia yang disebabkan perbedaan kriteria dan perbedaan konsep Idul Adha. Bulan di Indonesia saat maghrib 6 November 2010 sudah di atas ufuk dengan tinggi positif), tetapi umumnya kurang dari 2 derajat.
Di Indonesia dikenal ada 2 kriteria umum yang digunakan oleh ormas-ormas Islam dan Badan Hisab Rukyat (BHR, terdiri dari wakil ormas dan pakar astronomi dan hisab-rukyat) sebagai perangkat Kementerian Agama. Pertama, kriteria wujudul hilal yang dianut Muhammadiyah. Menurut kriteria itu awal bulan ditandai dengan posisi bulan telah berada di atas ufuk pada saat maghrib atau bulan lebih lambat terbenam daripada matahari. Kedua, kriteria imkanurrukyat, kemungkinan bisa dirukyat yang dianut Persis dan NU (dalam hisabnya) serta BHR. Di Indonesia digunakan kesepakatan kriteria tinggi bulan minimal untuk bisa dirukyat adalah 2 derajat (walau secara astronomi dianggap terlalu rendah).
Tinggi bulan di Indonesia yang sudah di atas ufuk tetapi umumnya kurang dari 2 derajat berpotensi menimbulkan perbedaan penetapan awal Dzulhijjah 1431, sehingga Idul Adha di Indonesia berpotensi terjadi perbedaan. Berdasarkan kriteria wujudul hilal, hilal yang telah wujud pada 6 November menjadi dasar penetapan awal Dzulhijjah pada 7 November dan Idul Adha bertepatan 16 November 2010. Tetapi bila menggunakan kriteria imkanur rukyat (kemungkinan hilal dirukyat), hilal yang masih sangat rendah itu tidak mungkin bisa dirukyat sehingga awal Dzulhijjah sangat mungkin pada 8 November dan Idul Adha bertepatan dengan 17 November 2010.
Di Arab Saudi pun tidak mungkin ada rukyat pada 6 November 2010, sehingga awal Dzulhijjah pada 8 November, wukuf diperkirakan 16 November, dan Idul Adha 17 November. Ada sebagian ormas Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan Dewan Da’wah Indonesia yang berpedoman pada penetapan hari wukuf di Arafah, namun masih menggunakan konsep hari menurut garis tanggal internasional. Menurut pendapat seperti itu hari Arafah adalah hari wukuf di Arafah (Arab Saudi) dan besoknya Idul Adha. Pendapat umum di Indonesia hari Arafah adalah tanggal 9 Dzulhijjah, sama halnya penamaan hari Qurban 10 Dzulhijjah dan hari Tasyriq 11 – 13 Dzulhijjah yang bergantung kondisi hilal setempat. Perbedaan konsep Idul Adha seperti ini juga menjadi sebab terjadinya perbedaan penetapan Idul Adha di Indonesia.
Pedoman umum bagi masyarakat dalam menghadapi potensi perbedaan seperti itu adalah menunggu keputusan sidang itsbat yang diumumkan Menteri Agama pada 8 November 2010 nanti. Sidang itsbat mempertimbangkan banyak aspek dengan meminta pendapat para wakil ormas serta pakar astronomi dan hisab rukyat, sehingga keputusannya merupakan keputusan yang optimum kalau tidak dapat dicapai kesepakatan tunggal.
Menurut Kriteria Rukyat Hilal Saudi
Kurangnya pemahaman terhadap perkembangan dan modernisasi ilmu falak yang dimiliki oleh para perukyat sering menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap obyek yang disebut "Hilal" baik yang "sengaja salah" maupun yang tidak disengaja. Klaim terhadap kenampakan hilal oleh seeorang atau kelompok perukyat pada saat hilal masih berada di bawah "limit visibilitas" atau bahkan saat hilal sudah di bawah ufuk sering terjadi. Sudah bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali melakukan istbat terhadap laporan rukyat yang "kontroversi".
Kalender resmi Saudi yang dinamakan "Ummul Qura" yang telah berkali-kali mengganti kriterianya hanya diperuntukkan sebagai kalender untuk kepentingan non ibadah. Sementara untuk ibadah Saudi tetap menggunakan rukyat hilal sebagai dasar penetapannya. Sayangnya penetapan ini sering hanya berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang "awam" tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap kebenaran laporan tersebut apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sains astronomi modern yang diketahui memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi.
Diagram ketinggian Hilal di Mekkah pada hari ijtimak.
Menurut Kalender Ummul Qura' :
Kalender ini digunakan Saudi bagi kepentingan publik non ibadah. Kriteria yang digunakan adalah "Telah terjadi ijtimak dan bulan terbenam setelah matahari terbenam di Makkah" maka sore itu dinyatakan sebagai awal bulan baru. Pada hari pertama ijtimak/konjungsi kondisinya sudah memenuhi syarat. Dengan demikian awal bulan Zulhijjah 1431 H akan jatuh pada : Minggu, 7 November 2010.
Menurut Kriteria Rukyatul Hilal Saudi :
Rukyatul hilal digunakan Saudi khusus untuk penentuan bulan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Kaidahnya sederhana "Jika ada laporan rukyat dari seorang atau lebih pengamat/saksi yang dianggap jujur dan bersedia disumpah maka sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu perlu dilakukan uji sains terhadap kebenaran laporan tersebut". Belakangan wacana ini akhirnya dinamakan "hilal syar'i" artinya sah secara Hukum Syariah walaupun secara sains mustahil.
Pada hari ijtimak di Makkah (6/11/10) mustahil hial dapat disaksikan di Makkah, maka awal bulan Zulhijjah 1431 H. jatuh pada: Senin, 8 November 2010 sehingga Idul Adha jatuh pada Rabu, 17 November 2010.
Namun demikian kemungkinan besar akan ada klaim keberhasilan rukyat dan diterima oleh otoritas Saudi sehingga 1 Zulhijjah 1431 H di Saudi akan jatuh pada : Minggu, 7 November 2010 dan Hari Arafah jatuh pada Senin, 15 November 2010 serta Idul Adha jatuh pada Selasa, 16 November 2010.
Tahun-tahun sebelumnya seperti 1423, 1425, 1426 dan 1427 "klaim rukyat" saat posisi hilal mustahil secara astronomis dirukyat selalu diterima oleh otoritas Pemerintah Saudi, termasuk diperkirakan tahun ini juga Saudi akan menerima "klaim rukyat" sehingga penetapan Idul Adha 1431 H akan jatuh pada hari Selasa, 16 November 2010 yang juga akan diikuti oleh sebagian masyarakat yang menggunakan kriteria "rukyat global" diantaranya organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
0 Komentar