Ramallah (ANTARA News/Xinhua-OANA) - Gerakan Islam Hamas pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-23, Selasa, menegaskan bahwa mereka tidak akan mengakui Israel dan akan melindungi pendirian warga Palestina.
Pemimpin pemerintahan Hamas di Gaza, Ismail Haneya, mengatakan bahwa gerakan tersebut akan "melanjutkan pengoreksian penyimpangan sejarah" yang menimpa warga Palestina akibat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengakui Israel.
Haneya berpidato kepada lebih dari 100.000 pendukung Hamas serta anggotanya yang berkumpul dengan keluarga mereka di alun-alun Al Katiba, Gaza City dan dia naik ke podium melalui gambar yang menampilkan Masjid Al Aqsa di Jerusalem.
Haneya menyerukan kembali tawaran sebelumnya yang diberikan oleh pendiri Hamas, Ahmed Yassin, bahwa Hamas dapat bertahan dalam baku tembak jangka panjang dengan Israel tanpa mengakui negara Yahudi dengan mengatakan "kami memerdekakan apa yang dapat kami bebaskan di Tepi Barat, Jalur Gaza, Jerusalem atau kawasan lain kemudian perdamaian".
Dalam pidatonya, Haneya juga mengkritisi Pemerintah Nasional Palestina di Tepi Barat yang "memerintah di balik mimpi", dengan mendesak mereka untuk melakukan kesungguhan atas perdamaian dan "upaya perlawanan bersenjata".
Hamas mengambil alih Gaza melalui perlawanan pada 2007, satu tahun setelah mereka melakukan sebuah pemilu parlemen dan saat ini Gaza secara politis terpisah dari Tepi Barat dimana partai Fatah pimpinan Abbas berkuasa.
Haneya mengatakan gerakan Hamas "berupaya kepada perdamaian sebagaimana yang dilakukan Fatah". Dia menekankan bahwa Hamas tidak akan menandatangani sebuah tawaran Mesir untuk berdamai sebelum menyelesaikan sejumlah isu kontroversial dengan Fatah.
Para pendukung Hamas yakin untuk datang saat perayaan yang berasal dari kawasan sekitar Gaza, dengan mengibarkan bendera hijau serta gambar Ahmed Yassin yang gugur akibat serangan udara Israel pada 2004 selain sejumlah gambar para pemimpin lain seperti Haneya dan ketua politbiro yang diasingkan, Khaled Mashaal. (BPY/K004)
0 Komentar