Oleh: Muhaimin Iqbal
Bayangkan suasana batinnya ketika pada tahun 1492 Christopher Columbus memulai perjalannya menyeberangi Atlantic, saat itu ekspedisi dia ini disponsori oleh Ratu Isabella yang pada tahun tersebut baru saja berhasil menguasai Granada – wilayah Islam terakhir di tanah Spanyol.
Maka tidak heran bila Columbus di awal catatan perjalanannya menulis “…Your Highnesses, as Catholic Christians, and princes who love and promote the holy Christian faith, and are enemies of the doctrine of Mahomet…”.
Bayangkan pula bila jauh-jauh berlayar dalam upaya menemukan benua baru, Columbus menemukan bahwa orang-orang Islam yang dibencinya ternyata lebih dahulu sampai ke benua tersebut?
Tentu dia tidak ingin membuat ratu Isabella yang mensponsorinya gusar dengan mengabarkan bahwa orang-orang Islam ternyata sudah lebih dahulu sampai di benua baru yang di klaim sebagai temuannya.
Maka temuan Columbus atas adanya Muslim di benua tersebut hanya muncul di catatan harian pribadinya saja, bahwa pada tanggal 21 October 1492 ketika mendekati Gibara di timur laut pantai Cuba dia melihat ada masjid di bukit yang indah.
Perlu diingat, bahwa sepanjang ratusan tahun budaya Islam sudah mendominasi Spanyol dan sebagian Eropa – jadi Columbus tahu persis apa yang disebutnya masjid itu – bukan sekedar bangunan yang mirip masjid – yang coba dibelokkan oleh para sejarawan barat.
Bahkan Columbus juga menyebut orang-orang Caribbean yang ditemuinya sebagai “Mohemmedans” – pengikut Muhammad - lagi-lagi karena Columbus paham seperti apa pengikut Muhammad itu!
Tetapi begitulah, realita sejarah bisa dengan mudah tenggelam oleh kepentingan politik agama yang diberlakukan dengan ekstrim oleh Ratu Isabella yang mensponsori Columbus.
Sehingga untuk berabad-abad kemudian di klaim-lah oleh mereka ini bahwa merekalah yang menemukan benua baru Amerika – meskipun bukti-bukti sejarah kemudian mulai bermunculan dan klaim mereka mulai diragukan.
Di antara bukti-bukti sejarah ini diungkap oleh seorang Arkheolog dan ahli bahasa Hardvard University kelahiran New Zealand – DR. Barry Fell. Beliau inilah yang mengungkapkan temuan adanya tulisan berupa text, diagram dan chart di batu yang dia temukan di Amerika bertuliskan huruf Arab kuffic.
Batu yang dipahat untuk tujuan pembelajaran dibidang matematika, geography, sejarah, astronomi dan navigasi laut ini – diyakininya dibuat antara tahun 700-800 Masehi, sekitar abad ke 2 – 3 Hijriyah – atau sekitar 8 abad sebelum Columbus menginjakkan kakinya di benua baru yang diklaimnya.
Lantas apa kepentingannya kita belajar sejarah demikian? Begitu banyak ayat-ayat al-Qur’an yang isinya tentang sejarah maupun yang memerintahkan kita untuk belajar dari sejarah. Melaui sejarah – yang benar , yang tidak dibelokkan - inilah kita bisa mengetahui pencapaian-pencapaian umat ini di masa lampau dan juga kegagalan-kegagalannya.
Bila dahulu umat ini menjadi penemu daerah-daerah baru, ilmu-ilmu baru dari matematika, kedokteran, astronomi, pertanian, keuangan dan tidak terhitung banyaknya temuan lainnya; maka sudah sepantasnya-lah umat yang hidup di jaman ini juga mencita-citakan pencapaian yang sama. Lantas darimana kita akan memulainya?
Menurut saya tidak ada cara lain kecuali kita kembali ke sumber segala ilmu, “…petunjuk bagi manusia dan penjelasan atas petunjuk-petunjuk tersebut …” (QS: al-Baqarah: 185).
Untuk mengawali cita-cita besar tersebut, lebih dari sebulan lalu kami ‘mencangkok’ proses penyiapan generasi Qur’ani kedepan dengan Madrasah al-Qur’an Daarul Muttaqiin, insyaAllah besuk kami akan mulai lagi kelas baru yang kami sebut Madrasah al-Qur’an Lil-Inaats (Pesantren Putri).
Mereka inilah nantinya yang insyaAllah akan melahirkan generasi cucu-cucu kita yang akrab dengan Al-Qur’an (karena ibunya hafidzah yang melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an setiap saat) semenjak mereka di kandungan, ketika di buaian dan di usia-usia awal yang sangat penting dalam membentuk karakternya.
Dahulu kita berjaya dengan al-Qur’an, maka dengan kembali kepada al-Qur’an inilah insyaAllah kita akan berjaya kembali. InsyaAllah.
0 Komentar