IA MEMIMPIKAN PERSATUAN MUSLIM DARI SELURUH NEGARA SEBAGAI UMMAH YANG KUAT.
Tak banyak orang yang tahu jejak kehidupan Musa Jarullah Bigiev atau Musa Yarullah Bigi, bahkan di negaranya sendiri. Padahal, ia ialah seorang ulama besar dari negeri beruang merah, Rusia. Tak sekadar ulama, Bigi juga bergelar filsuf, jurnalis, politikus, pendidik, dan penulis.
Ia merupakan tokoh Muslim yang mencurahkan hidupnya untuk mempertemukan Islam dengan perkembangan modern. Bigi menghabiskan hidupnya untuk berjuang membebaskan negara-negara Islam dari imperialisme dan kolonialisme Barat. Ia memimpikan persatuan Muslim dari seluruh negara sebagai ummah yang kuat.
Tak heran bila sosok Bigi dikenal sebagai ulama berorientasi Pan-Islam (gerakan yang memperjuangkan kesatuan Muslim di bawah pemerintahan negara Islam). Sebagian pihak menilainya mengusung aliran keras. Di negara asalnya, karyakaryanya tidak dipelajari setelah tahun 1930-an karena dinilai berbahaya bagi ideologi masyarakat Uni Soviet.
Bahkan, namanya dihapuskan dari seluruh dokumen, ensiklopedia, serta kurikulum sekolah dan universitas. Meski sangat dikenal oleh kalangan Muslim kontemporer di Rusia, Turki, Timur Tengah, India, dan Asia Tengah, kehidupan dan karya intelektual Bigi tidak dikenal oleh mayoritas Muslim modern serta cendekiawan dari negara Barat.
Nama Bigi pun menghilang dan terlupakan, bahkan di sejumlah negara Arab, termasuk Afghanistan dan India, yang menjadi saksi perjuangannya membebaskan negaranegara Islam dari kolonialisme Barat dan imperialisme.
Penelitian tentang ulama ini pun tidak berkembang di Rusia. Satu-satunya karya akademik tentang Bigi di Rusia adalah Possledniy Bogoslov: Jizn i Nassledie Musi Jarullaha Bigieva (The Last Tatar Theo logian: The Life and Heritage of Musa Jarullah Bigiev), yang ditulis seorang sarjana bernama Aydar Khairetdinov pada 1999.
Beberapa sarjana Turki, seperti Abdullah Battal-Taymas, Ahmet Kanlldere, Mehmet Gormez, Ibrahim Mara, dan beberapa lainnya pernah menulis tentangnya, namun hanya terbatas pada biografinya. Pemikiran dan ide-ide unik Bigi, serta pengaruhnya bagi umat Islam hingga kini menjadi peninggalan yang tidak banyak dianalisis.
Selain itu, literatur yang mengulas tentangnya dalam bahasa Inggris sangat terbatas. Padahal, Bigi memublikasikan 64 buku yang rata-rata ditulisnya dalam bahasa Arab di sepanjang hidupnya. Tulisan-tulisannya berkaitan dengan banyak hal, seperti isu yurisprudensi Islam, akidah, ilmu Alquran, ilmu hadis, literatur, ekonomi, hukum, politik, dan sejarah. Ia juga menulis dalam bahasa Turki, yang berbicara tentang kehidupan keagamaan, sosial, pendidikan, serta kehidupan politik Muslim Rusia.
Bigi lahir pada 24 Desember 1875 (sebagian menyebutnya lahir pada 1874) di Novo-Cherkassk, sebuah kota Rusia dekat Rostov-on-Don. Ayahnya, Yarullah Devlikam, adalah seorang mullahketurunan keluarga kaya raya dari Dusun Kikine, Provinsi Penza, yang meninggal saat Bigi masih berusia enam tahun.
Ibunya bernama Fatimah, yang merupakan putri seorang kepala madrasah di Kikine.
Sepeninggal suaminya, ibu Bigi berjuang membesarkan ia dan kakaknya, Zahir, dan mendidik mereka untuk menjadi ulama. Saat itu, Rostov-on-Don adalah sebuah pusat bisnis dan banyak dihuni penduduk etnis Rusia sehingga tidak kondusif bagi pembelajaran Islam. Bigi pun dikirim ibunya ke sebuah kota bernama Qazan.
Di kota itu, Bigi menjadi murid sekolah agama lokal yang terkenal, Apanay, serta Madrasah Husainiya. Ensiklopedi Oxford menyebutkan bahwa di Qazan, Bigi belajar di Madrasah Kulbue dan keluar sebelum menamatkan pendidikannya di sana.
Dua tahun di Qazan, Bigi pulang ke Rostov-on-Don dan masuk Gimnasium Sains Rusia. Lulus pada 1895, ia kemudian pergi ke Bukhara untuk belajar Islam. Setelah empat tahun di sana, Bigi kembali pulang dan pergi lagi memulai perjalanan panjang ke Timur Tengah. Ia mengawalinya dari Istanbul, kemudian berlanjut ke Mesir, dan memilih Al Azhar sebagai tempat belajarnya. c15 ed: heri ruslan
BELAJAR PADA MURID AL-AFGHANI
Seorang biografer bernama Alimcan el-Idrisi, seperti dikutip Elmira Akhmetova da lam Musa Jarullah Bigiev: Political Thought of a Tatar Muslim Scholar, menyatakan Bigi tidak bisa mengandalkan madrasah-ma drasah yang telah menjadi level pendidikan lazim di dunia Islam kala itu.
Bigi berupaya belajar dengan caranya sendiri. Dia memanfaatkan pengetahuan beberapa cendekiawan terkenal. Di Mesir, Bigi belajar pada Syekh Muhammad Bakhit al-Mutifi (wafat 1935), salah satu cendekiawan paling berpengaruh di sana, yang juga murid dan pengikut pemikiran Jamaluddin al-Afghani. Ia juga pernah mengikuti kelas Muhammad Abduh (1849-1905).
Di negara itu pula, Bigi menghabiskan banyak waktunya di Perpustakaan Nasional untuk meneliti sejarah studi Alquran. Ia lalu pergi ke Makkah untuk berhaji dan menetap di sana selama dua tahun untuk mempelajari Alquran dan kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Ia lalu hijrah ke India dan menghabiskan satu tahunnya di Uttar Pradesh untuk belajar Sansekerta, demi memahami naskah Hindu, Mahabharata. Pada 1904, Musa kembali ke Rostov-on-Don dan menikah di tahun yang sama dengan Asma Aliye Khanim, putri seorang imam dan guru agama di kota kecil bernama Chistay.
Setelah menikah, ia tak berminat bekerja menjadi mullahatau guru madrasah dan bermukim di sana. Ia malah menitipkan istrinya pada ibunya dan pergi ke St Petersburg untuk memenuhi dahaganya terhadap ilmu. Di sana, ia memilih fakultas hukum.
Pengenalan akrab Bigi terhadap masyarakat Rusia selama keberadaannya di St Petersburg, menjadikan politisasi pemikir an dan apresiasinya yang tajam sebagai kekuatan politiknya. Satu-satunya kiprah Bigi dalam dunia politik adalah saat ia menjadi sekretaris Kongres Muslim.
Bigi mengabdikan sebagian besar waktunya untuk meneliti dan menulis. Ia pernah bekerja sebagai guru bahasa Arab, agama Islam, sejarah, dan teologi pada 1910 dan 1911 di Orenburg. Sepanjang 1905-1917, Bigi aktif mengorganisasi seluruh Konferensi Muslim Rusia, yang bertujuan menyatukan seluruh Muslim Rusia dan menemukan solusi bagi permasalahan-permasalahan sosial, keagamaan, pendidikan, serta permasalahan politik di bawah kolonialisme Rusia.
Selain itu, ia secara rutin menyuplai informasi bagi Muslim Rusia tentang konferensi-konferensi tersebut. Pada 1904 dan 1905 saja, Musa menulis 10 artikel di surat kabar Ulfet, berisi penjelasan tentang dasar dan pencapaian konferensi.
Selain di Ulfet, ia juga menulis banyak tulisan tentang berbagai isu di koran dan majalah Tatar, Turki, dan Mesir, seperti Shura, al-Islah, Waqt, Islam Dunyas, Sabil al-Rashad, Turk Yurdu, dan al-Manar.
Revolusi 1917 menumbuhkan harapan Bigi terhadap permulaan zaman kebebasan bagi kaum Muslim dan memilih tidak meninggalkan negaranya. Ia menulis Islam alifbasi sebagai tanggapan terhadap karya Bukharin, ABC Komunisme. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah dan bebas tiga bulan kemudian, berkat kampanye pers di Turki dan Finlandia yang mendukungnya.
Tahun 1930, Bigi menyadari bahwa pintu kebebasan telah tertutup dan pluralisme politis ataupun pluralisme kultural tidak dapat diterima para pemimpin Rusia Soviet. Ia tak berhenti berjuang. Bigi memilih meninggalkan istri dan enam anaknya, lalu meninggalkan Rusia dan kembali menjelajah banyak negara, termasuk Jerman, Cina, India, dan Afghanistan.
Ia wafat di Mesir, 25 Oktober 1949, setelah hari-hari terakhirnya dihabiskan dengan hidup dalam kemiskinan di sebuah panti sosial. Bigi meninggalkan 122 buah karya yang sebagian ditulisnya dalam bahasa Arab, dan sebagian lainnya dalam bahasa Tatar. Dalam salah satu karyanya, Rahmat-i Ilahiya Burhannari (Orenburg, 1910), ia menantang dogma resmi yang mengatakan bahwa rahmat dan ampunan Tuhan tidak terlimpah kepada orang kafir.
Ia berpendapat, Tuhan memberikan ampunan-Nya kepada setiap manusia. Pendapat itu membuatnya dikecam oleh ulama konservatif, mullah liberal, dan juga intelektual jadid(modernis). Karena sedikitnya karya dan penguburan pemikiran Bigi, ulama Rusia yang juga mujtahid (interpreter ajaran Islam) ini dipandang secara berbeda-beda oleh sejumlah tokoh dan cendekiawan.
Mansur Hasanov, presiden Academy of Sciences of Tatarstan, memuji Bigi sebagai figur renaisans nasional Tatar. Sedangkan para intelektual lainnya mengidentikkannya sebagai promotor ideologi Pan-Islamisme. c15 ed: heri ruslan
0 Komentar