Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Perpustakaan Observatorium


Perpustakaan dan observatorium adalah dua khazanah nan agung dari peradaban Islam. Dalam sejarahnya dua hal ini telah memainkan peranan penting dalam memaju-kembangkan peradaban Islam dalam segenap bidang ilmu pengetahuan, sains, dan teknologinya. Perpustakaan (Arab: al-maktabah) identik dengan buku atau karya tulis, dimana dalam sejarah ada banyak perpustakaan yang eksis dan mengoleksi literatur-literatur astronomi. Beberapa perpustakaan populer di dunia Islam yang menyimpan koleksi karya-karya astronomi adalah Baitul Hikmah di Bagdad, Dar al-Hikmah di Cairo, Dar al-‘Ilm di Nisabur, dan lain-lain. Sementara itu observatorium (Arab: al-marshad) identik dengan pengkajian dan penelaahan benda-benda langit, dimana dalam faktanya juga terdapat banyak observatorium yang pernah eksis dengan segenap capaian observasi, kreasi, dan tokoh-tokohnya. Sebut saja misalnya Observatorium al-Ma’mun, Observatorium Malik Syah, Observatorium Maragha, Observatorium Istanbul, dan lainnya.

Korelasi antara perpustakaan dengan observatorium ditunjukkan dimana hasil-hasil pengamatan benda-benda langit kerap didokumentasikan oleh para pengamatnya (terutama data-data harian benda-benda langit terkait ibadah umat Islam) dan berikutnya menjadi buku panduan teoretis dan praktis bagi para pengkaji astronomi pemula maupun astronom profesional yang datang sesudahnya, sadangkan buku-buku tersebut berikutnya tersimpan di perpustakaan. Sementara dalam praktik pengamatan benda-benda langit, selain diperlukan sarana (instrumen) terkait, diperlukan pula wawasan tentang langit dan benda-bendanya sebagaimana tercatat dalam teks-teks astronomi, baik ditulis oleh ilmuwan-ilmuwan pra-Islam maupun oleh ilmuwan-ilmuwan Muslim. Teks Almagest karya astronom Yunani bernama Ptolemeus misalnya, selain memuat informasi astronomi secara umum, di dalamnya juga terdapat hasil-hasil observasi Ptolemeus sendiri maupun hasil-hasil observasi tokoh-tokoh Yunani sebelumnya. Artinya, dalam karya ini memuat informasi teoretis astronomi dan informasi data-data dan atau hasil-hasil observasi benda langit yang telah dan pernah diobservasi sebelumnya.

Dalam kenyataannya, para astronom Muslim dengan segenap kegiatan observasi dan telaah astronominya sejatinya mereka adalah penulis dan pembaca buku yang handal. Hampir seluruh astronom Muslim populer di dunia Islam mereka memiliki karya tulis. Terlebih lagi kegiatan menulis di kalangan ilmuwan Muslim merupakan tradisi dan budaya mapan ketika itu. Data dan fakta membuktikan bahwa hingga kini ada ribuan naskah astronomi di dunia Islam yang tersebar di berbagai situs dan tempat di dunia (perpustakaan, masjid, museum), ditulis oleh para astronom Muslim lintas zaman. Karya-karya astronomi itu berikutnya dikaji dan dipelajari oleh generasi berikutnya dan diantaranya menjadi jalan bagi kemajuan Eropa, khususnya pasca reformasi astronomi yang dicetus Copernicus dan lainnya.
Dalam sejarahnya, kemajuan astronomi di dunia Islam tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh literatur-literatur astronomi pra Islam, khususnya Almagest (Arab: al-Majisthy) karya Ptolemeus. Karya Ptolemeus ini dikaji, dikomentari, dan dikritisi, sehingga melahirkan karya-karya tulis astronomi yang beragam. Selain tradisi literasi yang berkembang kala itu, saat bersamaan para astronom Muslim juga melakukan observasi benda-benda langit yang menjadi tanggung jawab moral-intelektualnya sebagai astronom, namun mereka juga menulis dan merilis zij-zij (tabel-tabel) astronomi dan karya-karya teoretis-praktis astronomi secara umum. Dengan demikian tampak bahwa antara buku dan observasi atau perpustakaan dan observatorium memiliki hubungan yang sangat erat.
Dalam sejarah, setidaknya tercatat Observatorium Maragha memilki koleksi buku (literatur) astronomi yang mencapai ratusan ribu naskah. Karya-karya di perpustakaan ini meliputi berbagai bidang kajian astronomi dan yang terkait dengannya seperti zij-zij atau tabel-tabel astronomi, teks-teks astronomi teoretis dan astronomi praktis, teks matematka, filsafat, dan lain-lain. Seperti diketahui, Observatorium Maragha adalah observatorium yang dalam operasionalnya mempekerjakan banyak tokoh (ahli) astronomi dari berbagai wilayah (negeri) yang seluruhnya di bawah koordinasi astronom Muslim Nashiruddin al-Thusi (w. 672 H/1273 M) sebagai direkturnya. Para awak observatorium ini juga adalah penulis-penulis buku-buku astronomi yang niscaya membutuhkan literatur (buku) dalam kegiatan menulisnya, selain kegiatan observasi itu sendiri. 
Karena itu, observatorium di era modern juga sejatinya meniscayakan tersedianya bacaan-bacaan astronomi representatif dan relevan dalam berbagai segmen kajian yang dapat ditelaah oleh siapa saja, terutama para pengelola observatorium, para pelajar dan mahasiswa, yang notabenenya mereka adalah penerus kejayaan peradaban Islam. Di era modern, berkunjung ke observatorium, selain guna mengenal alam semesta melalui suguhan planetarium, para pengunjung juga adakalanya tertarik membaca literatur-literatur astronomi yang unik dan menarik.
Hanya saja harus diakui, dalam praktiknya keberadaan perpustakaan di sebuah observatorium hari ini masih belum maksimal dan terkesan formalitas semata. Segenap keterbatasan kerap menjadi problem di perpustakaan observatorium di Indonesia, seperti keterbatasan jumlah buku, keterbatasan ketersediaan ruang baca yang reperesentatif, manajemen yang kurang baik, selain juga faktor minat baca masyarakat (terutama pelajar dan mahasiswa) secara umum di Indonesia yang memang terbilang rendah. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi pengelola observatorium untuk menyediakan sarana memadai lagi menarik dan mampu menarik dan memikat pengunjung untuk membaca buku-buku astronomi yang ada.
Di Indonesia, observatorium yang memiliki perpustakaan dan buku-buku astronomi yang representatif adalah Observatorium Bosscha di Bandung (Jawa Barat), yang didominasi buku-buku dan jurnal-jurnal astronomi modern berbahasa Inggris dan sebagian berbahasa Indonesia. Selain ketersediaan buku-buku astronominya, perpustakaan ini juga menyediakan akses dan sarana (ruang baca dan tempat duduk) yang cukup nyaman. Selain Perpustakaan Observatorium Bosscha di Bandung, di Medan (Sumatera Utara), tepatnya di Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU) juga memiliki perpustakaan astronomi betapapun masih sederhana dengan fokus dan konsentrasi buku-buku astronomi Islam (ilmu falak), baik berbahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Arab. Selain dua observatorium ini, tentu masih ada observatorium lainnya di Indonesia yang memiliki koleksi buku dan fasilitas-fasilitasnya, namun karena keterbatasan akses dan informasi, penulis tidak dapat menampilkannya.[]

Posting Komentar

0 Komentar