Sind Bin Ali &
Yahya bin Abi Manshur
Atas titah Khalifah
Al-Ma’mun, keduanya diamanahi menjalankan “Observatorium Al-Ma’mun”, yang
didirikan tahun 214 H/829 M yang merupakan observatorium pertama di dunia
Islam, dan menjadi standar bagi observatorium yang datang sesudahnya.
Observatorium ini terletak di dua lokasi berbeda yaitu di bukit Qasiyūn
Damaskus dan di Syamasiyah Bagdad.
Tujuan pendirian
observatorium ini adalah penelitian benda-benda langit dan verifikasi atas
observasi Ptolemaik, sedangkan dalam konteks umat Islam dalam rangka kebutuhan
untuk menentukan arah kiblat (Mekah) secara akurat. Segenap hasil-hasil
observasi di observatorium ini terhimpun dalam sebuah zij benama “Zij
al-Mumtahan” yang disusun oleh astronom-astronom Al-Ma’mun yang dikepalai oleh
Yahya bin Abi Mansur. Dalam perkembangannya, berbagai hasil kajian dan
observasi yang terekam dalam Zij al-Mumtahan ini menjadi rujukan bagi
astronom-astronom yang datang sesudahnya. Al-Bīrūnī (w. 440 H/1048 M) dan Ibn
Yūnus (w. 399 H/1008 M) tercatat sebagai tokoh astronomi yang banyak mengutip
zij ini.
Al-Battani (w. 317
H/929 M)
Al-Battānī adalah
astronom Muslim terkenal di dunia Islam, ia banyak melakukan observasi dan
kajian astronomi di Rakka. Ia juga berhasil mengoreksi beberapa kesimpulan
Ptolemeus dalam karya-karyanya. Selain itu, ia juga berhasil memperbaiki
perhitungan orbit bulan dan planet, serta membuktikan kemungkinan terjadinya
gerhana matahari dan menentukan sudut ekliptika bumi dengan tingkat keakuratan
yang lebih besar. Ia juga mengemukakan berbagai teori orisinal tentang
kemungkinan munculnya bulan baru.
Observatorium yang ia
pimpin ini beroperasi selama lebih kurang 42 tahun, yaitu sejak tahun 264 H/878
M sampai 306 H/918 M. Berbagai observasi yang dilakukan Al-Battānī terekam
dalam zijnya yang bertitel Zij al-Shābī’ (Tabel Sabean). Di masa Al-Battānī
juga pernah ada sebuah observatorium yang bernama Observatorium Antiokhia yang
terletak di kota Syam, Suriah. Al-Battānī tercatat pernah bekerja di
observatorium ini sebagai observer.
Ibn Sina (w. 428
H/1037 M)
Ibn Sīnā adalah filsuf
dan dokter Muslim terkenal di dunia Islam. Dalam karir akademiknya ternyata ia
pernah diamanahi memimpin sebuah observatorium di Hamadan, yang dibangun atas
saran raja ‘Alā’ al-Daulah. Oleh karena itu pula, observatorium ini dikenal
dengan Observatorium ‘Ala’ al-Daulah. Ibn Sīnā membangun observatorium ini
setelah terjadinya penaklukan sang raja, ‘Alā’ al-Daulah, terhadap Hamadan pada
tahun 414 H/1023 M. Ibn Sīnā dan muridnya Al-Juzjanī telah mengobservasi banyak
benda-benda langit, khususnya planet-planet (bintang-bintang), yang merupakan
tujuan utama didirikannya observatorium. Di observatorium ini
terdapat sejumlah instrumen astronomi yang beberapa diantaranya merupakan hasil kreasi Ibn Sīnā. Ibn Sīnā juga memiliki karya khusus mengenai instrumen-instrumen astronomi.
terdapat sejumlah instrumen astronomi yang beberapa diantaranya merupakan hasil kreasi Ibn Sīnā. Ibn Sīnā juga memiliki karya khusus mengenai instrumen-instrumen astronomi.
Nashiruddin al-Thusi
(w. 672 H/1274 M)
Nashiruddīn al-Thūsī adalah
direktur “Observatorium Maragha”, yang dibangun pada tahun 657 H/1259 M atau
pada abad 7 H/13 M. Observatorium ini dibangun atas jasa dan keinginan raja
Mongol Hulagu Khan dan menjadi jembatan penghubung perkembangan astronomi Islam
dengan astronomi Eropa. Lokasi observatorium ini terletak di atas sebuah bukit
kota Tibriz (Iran), di dalamnya ada sejumlah instrumen astronomi yang sangat
maju dan lengkap pada masanya. Kala itu observatorium ini menjadi pusat
pengetahuan populer di kalangan sarjana baik Timur maupun Barat. Al-Thūsī dan
kru-kru sejawatnya berjasa mengonstruksi instrumen-instrumen astronomi untuk
kegiatan observasi benda-benda langit. Berbagai hasil observasi di
observatorium ini terekam dalam catatan astronomi Al-Thūsī yang berjudul Zij al-Ilkhānī
(Tabel Ilkhani). Sejarah mencatat, Al-Thūsī adalah ilmuwan universal yang
selain menguasai astronomi juga menguasai matematika, teologi, filsafat, etika,
dan fisika. Abad 7 H/13 M, abad hidupnya Al-Thūsī, merupakan periode terpenting
dalam sejarah observatorium Islam.
Ulugh Bek (w. 853
H/1449 M)
Ulugb Bek adalah
direktur “Observatorium Samarkand”, dibangun pada tahun 823 H/1420 M dan
berakhir tahun 906 H/1500 M, terletak di kota Samarkand, sehingga dikenal
dengan nama Observatorium Samarkand. Sumber-sumber turāts menyebut
observatorium ini dengan nama Observatorium Ulugh Bek, nisbah kepada
pendirinya. Salah satu konstruksi observatorium ini adalah bangunan lengkung
besar yang terbuat dari batu bata guna mengukur waktu-waktu siang hari.
Konstruksi lengkungan ini pada akhirnya menjadi keistimeaan tersendiri bagi
observatorium Samarkand. Produk astronomis observatorium ini adalah tabel-tabel
astronomi bernama zij yang berisi data pergerakan benda-benda langit yang
tercatat dalam sebuah zij bernama Zij Sulthānī (Tabel Raja) yang dinisbahkan
kpada Ulugh Bek.
Taqiyuddīn al-Rāsyid
(w. 993 H/1584 M)
Taqiyuddīn al-Rāsyid
adalah pendiri dan direktur “Observatorium Istanbul”, dibangun pada masa
Dinasti Ottoman Turki tahun 988 H/1580 M. Observatorium ini merupakan
observatorium klasik dengan konstruksi modern terakhir di dunia Islam.
Taqiyuddīn al-Rasyid sendiri adalah sejawat astronom Eropa bernama Tyco Brahe.
Observatorium ini berdiri dan beroperasi dalam waktu yang teramat singkat yaitu
tidak lebih dari tiga tahun. Namun demikian observatorium ini telah memainkan
peranan penting dalam upaya pengkajian langit.
Salah satu sumbangan Taqiyuddīn al-Rāsyid di
observatorium ini adalah hasil pengukurannya terhadap gerak tahunan matahari
dari titik terjauhnya di lingkaran langit, yaitu sebesar 63 detik busur. Hasil
ini dianggap cukup akurat. Taqiyuddīn al-Rāsyid juga tercatat melakukan
observasi terhadap komet 1577, dan seperti halnya Tyco Brahe, ia menyimpulkan
bahwa obyek yang berapi itu lewat melintasi lingkaran planet di angkasa. Selain
sebagai seorang astronom yang mengepalai sebuah observatorium, Taqiyuddīn al-Rāsyid
juga bertugas sebagai seorang astrolog di istana Ottoman. Salah satu
sumbangannya di bidang ini adalah, ia menyimpulkan bahwa komet 1577 yang telah
ditelitinya merupakan pertanda keberuntungan bagi istana, dan ia memprediksi
bahwa bangsa Ottoman akan menang dalam perang melawan orang-orang Persia.[]
0 Komentar