Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Jangan Lupakan NKRI Harga Mati


Hari ini tepat 71 tahun (3/4/2021) peringatan peristiwa politik Mosi Integral Natsir. Momen ini ini merupakan cikal bakal terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena di masa lalu, Indonesia merupakan negara bagian atau Republik Indonesia Serikat (RIS).

Peneliti Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Hadi Nur Ramadhan sebagaimana dikutip JawaPos.com mengatakan, Mosi Integral Natsir diprakarsai oleh pemimpin Partai Masyumi, Mohammad Natsir. Mosi ini muncul ketika Natsir merasa hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, tahun 1949 yang tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia.

Pasalnya, dalam KMB itu bentuk pemerintah Indonesia merupakan Republik Indonesia Serikat (RIS). Negeri ini dibagi-bagi menjadi sekitar 16 negara bagian. Natsir melihat sistem ini seperti langkah Belanda untuk kembali menjajah Indonesia.

“Pak Natsir waktu itu melihat ini adalah cara Belanda untuk menjajah kembali untuk yang kedua kalinya karena faktanya KMB itu Indonesia sangat dirugikan,” ungkap Hadi kepada JawaPos.com.

Selain itu kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 atau yang dikenal sebagai Peristiwa Madiun, juga turut memancing keperihatinan Natsir bahwa ketidakadilan telah menyimuti negeri ini.

Berangkat dari situ, Natsir kemudian menyampaikan pemikirannya kepada para tokoh-tokoh nasional kala itu, seperti Presiden Soekarno dan wakilnya Mohammad Hatta. Saat itu Natsir mengusulkan agar negara bagian RIS berubah menjadi negara kesatuan Indonesia.

Hal itu diutarakan oleh Natsir di depan parlemen pada tahun 1950. Hingga akhirnya peristiwa itu dikenal dengan istilah Mosi Integral Natsir.

“Beliau sampaikan ke berbagai tokoh-tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta, termasuk fraksi-fraksi di parlemen agar semua negara bagian RIS itu berbaur menjadi negara kesatuan oleh Natsir di dalam mosi integralnya,” lanjut Hadi.

Kemudian mosi tersebut diterima sangat baik oleh para pemimpin Indonesia saat itu. Bahkan PKI dengan legawanya menerima bila negara bagian RIS berubah menjadi negara kesatuan.

Tak adanya perlawanan terhadap mosi yang diajukan oleh Natsir merupakan buah dari kepiawaiannya dalam melakukan lobi-lobi politik. Sebelum menyampaikan mosi di depan parlemen, Natsir terlebih dahulu telah bergerilya melakukan komunikasi dengan seluruh pihak seperti tokoh-tokoh nasional, hingga perwakilan negara bagian.

“Tatkala Pak Natsir menyampaikan mosi integral, tak ada perlawanan dari mana pun, baik dari negara bagian, Pasundan, maupun Jogja dan sebagainya. Karena selama beberapa bulan Natsir intensif turun ke bawah intuk menyakinkan negara kesatuan yang beliau sampaikan itu adalah untuk mengokohkan negara Indonesia,” imbuh Hadi.

Kepiawaian Natsir dalam melakukan lobi politik juga kembali terbukti saat dia diberikan amanah sebagai Menteri Penerangan (Menpen) selama tiga periode di era kepemimpinan Presiden Soekarno.

Bahkan bagi Mohammad Hatta, Mosi Integral Natsir ini bagaikan proklamasi kedua bagi Indonesia setelah proklamasi pertama yang dilakukan pada 17 Agustus 1945.

Karena itu, ketika Indonesia diresmikan sebagai negara kesatuan—atau yang sekarang lebih dikenal NKRI—Natsir diangkat menjadi Perdana Menteri Indonesia di tahun 1950.

“Setelah itu NKRI diresmikan, Pak Natsir diangkat sebagai Perdana Menteri RI. Jadi NKRI itu lahir setelah 5 tahun Indonesia merdeka,” ujar Hadi.

Namun, jasa-jasa Natsir sebagai pencetus berdirinya NKRI nyatanya tidak begitu saja dihargai oleh bangsa ini. Pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno, Natsir pernah dijebloskan ke dalam jeruji besi karena melakukan kritik terhadap pemerintah.

Kala itu Natsir dengan beberapa tokoh lain dari Partai Sosialis Indonesia (PSI) seperti Sutan Sjahrir hingga Mukhtar Lubis mengkritik pemerintah karena dianggap telah menjalin persekongkolan dengan PKI. Selain itu gaya kepemimpinan Soekarno dinilai otoriter dan berbahaya bagi kebebasan berdemokrasi.

“Beliau (Natsir) pernah dipenjara di zaman Orde Lama itu sekitar 4 tahun lebih karena mengkritik Orde Lama ketika Presiden RI Bung Karno bermain mata dengan Partai Komunis Indonesia,” kata Hadi.

Ketika pemerintahan sudah berganti rezim dari Orde Lama ke Orde Baru, nasib Natsir tidak begitu berubah. Di era Orde Baru, hak-hak Natsir masih saja dikebiri oleh pemerintah. Ia dibatasi ruang geraknya bahkan dicegah pergi ke luar negeri. 

Padahal jika berkaca kepada sejarah, baik di era Orde Lama maupun Orde Baru Natsir memiliki sumbangsih yang besar terhadap negeri ini. Sebut saja ketika muncul ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia di era Orde Baru, Natsir menjadi aktor di balik perdamaian dua negara ini.

Karena Natsir terbukti berhasil menyakinkan Perdana Menteri Malaysia kala itu, Tun Abdul Razak agar membangun hubungan baik dengan Indonesia.

 

Lebih lanjut Hadi menegaskan, segala bentuk kritik yang keluarkan oleh Natsir di era Orde Lama dan Orde Baru merupakan bentuk kasih sayangnya kepada NKRI, sehingga sudah sepatutnya segala jasa-jasanya dihargai oleh bangsa ini.

“Dia (Natsir) mengkritik rezim Orde Lama dan Orde Baru sebagai bentuk kasih sayang beliau kepada negara yang salah satunya beliau ikut bangun,” tegas Hadi.

“Oleh karena itulah, kita harus berdamai dengan sejarah, dan sejarah harus juga jujur melihat bagaimana jasa Natsir begitu besar terhadap Republik ini,” tutup Natsir.

 

Memperjuangkan NKRI harga mati

Menurut Adian Husaini, Ketua umum Dewan da’wakwah Islamiyah Indonesia (DDII) saat ini menegaskan bahwa perjuangan Mohammad Natsir dalam menyelamatkan NKRI sangat fenomenal. Natsir bukan hanya merumuskan gagasannya dengan cerdas, tetapi juga berhasil meyakinkan para tokoh Indonesia ketika itu yang berasal dari seluruh faksi dan aliran ideologis. Natsir memerlukan waktu dua setengah bulan untuk melakukan lobi. Selama dua setengah bulan, Natsir melakukan lobi-lobi dan meyakinkan para pemimpin Negara Bagian RIS agar bersepakat untuk membubarkan diri bersama-sama, lalu bersama-sama pula membentuk NKRI.

Masih menurut Adian Husaini sambil mengutip Majalah Tempo (edisi 2 Desember 1989), Natsir menceritakan kisah perjuangan menyukseskan Mosi Integral tersebut: ”Saya bicara dengan fraksi-fraksi. Dengan Kasimo dari Partai Katolik, dengan Tambunan dari Partai Kristen, dengan PKI, dan sebagainya. Dari situ saya mendapat kesimpulan: mereka itu, negara-negara bagian itu, semuanya mau membubarkan diri untuk bersatu dengan Yogya, asal jangan disuruh bubar sendiri. Dua bulan setengah saya melakukan lobi. Tidak mudah, lebih- lebih dengan negara-negara bagian di luar Jawa.”


Dengan peringatan 3 April sebagai Hari NKRI, tegas Adian, kita bukan hanya mengingat nama Mohammad Natsir, tetapi juga mengingat tokoh-tokoh nasional yang berjuang untuk mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan RI. Kita mengingat nama-nama Soekarno-Hatta, HOS Tjokroaminoto, KH Hasyim Asy’ari, Ki Bagus Hadikoesoemo, Haji Agus Salim, Syafruddin Prawiranegara, Kasman Singodimedjo, Panglima Besar Soedirman, dan sebagainya.
Khusus untuk mengenang perjuangan Mohammad Natsir dalam menyukseskan Mosi Integral, ada baiknya kita mengingat sejumlah pesan penting pendiri Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) tersebut:


(a) Jangan berhenti berjuang dan teruslah pupuk jiwa cinta pengorbanan!
”Saudara baru berada di tengah arus, tetapi sudah berasa sampai di tepi pantai. Dan lantaran itu tangan saudara berhenti berkejauh, arus yang deras akan membawa saudara hanyut kembali, walaupun saudara menggerutu dan mencari kesalahan di luar saudara. Arus akan membawa saudara hanyut, kepada suatu tempat yang tidak saudara ingini. Untuk ini perlu saudara berdayung. Untuk ini saudara harus berani mencucurkan keringat. Untuk ini saudara harus berani menghadapi lapangan perjuangan yang terbentang di hadapan saudara, yang masih terbengkelai. Perjuangan ini hanya dapat dilakukan dengan enthousiasme yang berkobar-kobar dan dengan keberanian meniadakan diri serta kemampuan untuk merintiskan jalan dengan cara yang berencana.” (Artikel M. Natsir pada 17 Agustus 1951, berjudul “Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawa Hanyut.”)

(b)Hilangkan cinta dunia berlebihan!
”Salah satu penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, adalah berlebih-lebihan dalam mencintai dunia. Di negara kita, penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala yang ”baru”, tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa Orde Lama (kecuali pada sebagian kecil elite masyarakat). Tetapi, gejala yang ”baru” ini, akhir-akhir ini terasa amat pesat perkembangannya, sehingga sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, maka bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di Spanyol, tetapi bagi bangsa kita pada umumnya akan menghadapi persoalan sosial yang cukup serius.” (Lihat, buku: Pesan Perjuangan Seorang Bapak).

(c)“Maka, Saudara Ketua, dengan penuh tanggung jawab kami ingin mengajak bangsa kita, bangsa Indonesia yang kita cintai itu, untuk siap siaga menyelamatkan diri dan keturunannya dari arus sekulerisme itu, dan mengajak dengan sungguh-sungguh supaya dengan hati yang teguh, merintis jalannya memberikan dasar hidup yang kukuh kuat sesuai dengan fitrah manusia, agar akal kita dan kalbunya, seimbang kecerdasan dengan akhlak budi pekertinya, yang hanya dapat dengan kembali kepada tuntunan Ilahi.” (Pidato Mohammad Natsir di Majelis Konstituante, 1957).

(d)”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” (Moh. Natsir, mengutip Dr. G. Nieuwenhuis).


Demikianlah beberapa pesan penting Mohammad Natsir yang patut kita renungkan dan kita perjuangkan, agar NKRI menjadi negara adil makmur dalam naungan Ridho Allah SWT.

Selamat Memperingati hari NKRI. (Akbar Muzakki)

 

Posting Komentar

0 Komentar