Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Resolusi Jihad dan Amanat Jihad, Bekal Mewujudkan Kemerdekaan RI


TUJUH puluh enam tahun lalu, Arek-arek Suroboyo bertempur melawan tentara sekutu NICA (Netherlands-Indies Civil Administration) dan sekutunya. Mereka bertempur menyabung nyawa demi mempertahankan kemerdekaan RI.

 
Untuk menembali semangat perjuangan membara berbekal fatwa-fatwa jihad yang dikeluarkan oleh tokoh bangsa saat itu. Di antaranya dari Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan ormas-ormas Islam lain.

Peran aktif, para penggerak kemerdekaan RI terus menerus mempertahankan Indonesia agar terbebas dari penjajah. Meski desakan dari sekutu-sekutu penjajah belum mau mengakui Kemerdekaan RI kala itu.

Para pejuang kemerdekaan yang didorong semangat penuh oleh rakyat dan bangsa Indonesia terus bahu membahu. Rakyat dan kelaskaran dari umat Islam terus menjaga dan mempertahankan dan menjauhkan dari penjajahan.

Salah satu peran penting yang terus dijaga oleh tokoh pergerakan adalah dari para pejuang di daerah-daerah termasuk para laskar dan ulama. Di saat menjaga keutuhan negeri ini, mereka mendengar bahwa pasukan Inggris mendarat ke Surabaya, para pejuang tak mau tinggal diam.


Sebagaimana dikutip dalam Majalah Aula No. 7, Th, II, pada tanggal 17 September 1945 KH Hasyim Asyari mengelurkan fatwa jihad yang isinya hampir sama dengan Resolusi Jihad.  Adapun fatwa itu berbunyi:

Fatwa Jihad Fi Sabilillah berbunyi, ”Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu ’ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak) bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di luar jarak Iingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardlu kifayah (yang cukup kalau dikerjakan sebagian saja. . .”  (Fatwa dan Resolusi Jihad: Sejarah Perang Rakyat Semesta di Surabaya 10 November 1945, Agus Sunyoto).

Menurut Agus, mereka menerima Fatwa Jihad fi Sabilillah dari mulut ke mulut, dari surau ke surau, dari masjid ke masjid.  Atas dasar pertimbangan politik, Fatwa Jihad fi Sabilillah tidak disampaikan melalui surat kabar maupun siaran radio.


Sebaliknya, Resolusi Jihad fi Sabilillah yang diserukan kepada pemerintah disiarkan dan dimuat surat kabar di antaranya di surat kabar Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-l, Jumat Legi, 26 Oktober 1945; Antara, 25 Oktober 1945; Berita Indonesia, Jakarta, 27 Oktober 1945.

Hoofd Bestuur Nadlatoel Oelama atau sekarang disebut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada 22 Oktober 1945 tidak hanya mengeluarkan Resolusi Jihad, tapi juga Fatwa Jihad. Keduanya dikeluarkan dalam waktu bersamaan. Perbedaannya adalah Fatwa Jihad disampaikan kepada Nahdliyin dan umat Islam secara keseluruhan, sementara Resolusi Jihad disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia yang saat itu baru dua bulan diproklamasikan.

 
Mendengar kabar itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang waktu itu berkedudukan di Surabaya mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura agar hadir pada tanggal 21 Oktober 1945 di kantor Pengurus Besar Ansor Nahdlatul Ulama (PB ANO atau sekarang disebut Gerakan Pemuda Ansor) di Jalan Bubutan Vl/Z Surabaya.

Malam hari tanggal 21 Oktober 1945, Rais Akbar PBNU KH Hasyim Asy’ari, menyampaikan amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam, pria maupun wanita dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya.

Pada pagi harinya, tanggal 22 Oktober 1945, PBNU mengadakan rapat pleno yang dipimpin KH Abdul Wahab Chasbullah. Rapat pleno itu mengambil keputusan tentang Jihad fi Sabilillah dalam membela tanah air dan bangsa yang diserukan kepada umat Islam. Kedua, menyerukan Resolusi Jihad fi Sabilillah yang disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Menurut laman KPS.go.id yang dikelola Kantor Staf Presiden, dampak besar terasa setelah KH Hasyim Asy’ari menyerukan resolusi itu. Rakyat dan santri kemudian melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya.


Resoloesi Jihad yang dikeluarkan NU

Banyak santri dan massa Nahdliyin yang aktif terlibat dalam pertempuran ini.  Di bawah ini Resoloesi Jihad yang dikeluarkan NU;

Resoloesi Wakil-wakil Daerah Nahdlatoel Oelama Seloeroeh Djawa-Madoera

Bismillahirrochmanir Rochim

Resoloesi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsoel2) Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seloeroeh Djawa-Madoera pada tanggal 21-22 October 1945 di Soerabaja.

Mendengar:

Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAOELATAN NEGARA REPOEBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap2 orang Islam.
Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam.
Mengingat:

Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem.
Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.
Bahwa pertempoeran2 itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.
Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet.
Memoetoeskan:

TERKAIT
tokoh muhammadiyah solo
Darmotjahjono, Tokoh Muhammadiyah Solo yang Membuat KO Tokoh Theosofi

Profil Abdul Kahar Muzakkir
Prof. H. Abdul Kahar Muzakkir: Jejak Ikhlas Kehidupannya Sebagai Tokoh Kemerdekaan RI

Ulama Syafi’i
Inilah Generasi Para Ulama Mazhab Syafi’i atau Syafi’iyah

Pesan Mohammad Natsir: Palestina Bukan Soal Tanah
Pesan Mohammad Natsir: Palestina Bukan Soal Tanah

Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.
Seoapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
Soerabaja, 22 Oktober 1945

NAHDLATOEL OELAMA

***

Resolusi tersebut berhasil memberi energi dan semangat patriotisme yang sangat dahsyat kepada umat Islam pada saat itu. Arek-arek Suroboyo terbakar semangatnya.

Bung Tomo juga tambah membakar semangat dari mereka. Hingga akhirnya, perjuangan itu menewaskan pimpinan sekutu, Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby.

Mallaby tewas dalam pertempuran yang berlangsung pada 27-29 Oktober 1945. Hal inilah yang memicu pertempuran 10 November 1945.

Peran Bung Tomo

Orasi penyemangat Bung Tomo dibarengi dengan Resolusi Jihad yang disuarakan Nahdlatul Ulama (NU). Resolusi Jihad yang merupakan deklarasi yang disampaikan pimpinan NU, KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menyerukan perlawanan terhadap upaya penjajahan.

Bung Tomo tampil sebagai pimpinan yang mengobarkan semangat perlawanan, terutama bagi Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang didirikan pada September 1945. Siaran Bung Tomo mulai melanglang ke berbagai radio di Surabaya.

Buku Indonesia dalam Arus Sejarah Edisi ke-6 menjelaskan, siaran Bung Tomo selalu dibuka dengan “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”, yang berhasil menggerakan hati warga, terutama masyarakat santri di Surabaya. Bung Tomo dengaan “jihad radio” mampu membakar semangat warga Surabaya untuk bertempur.

Bahkan, Bung Tomo mengikrarkan janji bahwa dirinya tak akan menikah sebelum Belanda terusir dari Indonesia. Sikap itu merupakan sebuah keprihatinan yang ditunjukan pemimpin dan tanggung jawab seorang revolusioner.

Muhammadiyah Keluarkan Amanat Jihad

Sepertinya, Resolusi Jihad dan Fatwa Jihad ormas Muhammadiyah juga sangat berjasa menjaga dan mempertahankan kemerdekaan RI. Organisasi yang lahir lebih tua dari NU ini mengeluarkan Amanat Jihad yang diserukan untuk mendorong berjuang untuk membela dan meraih kemerdekaan RI.

Amanat Jihad merupakan bekal penting bagi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim itu untuk berjihad dan bertempur melawan penjajah. Muhammadiyah pernah mengeluarkan resolusi jihadnya sendiri dengan istilah ‘Amanat Jihad’, yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Muhammadiyah di Yogyakarta pada 28 Mei 1946 (26 Jumadil Akhir 1365 H).

Kebulatan tekad Muhammadiyah ini, yang dapat dikatakan sebagai “Amanat Jihad Muhammadiyah,” lalu dipublikasikan di halaman pertama surat kabar Boelan Sabit (organnya Gerakan Pemuda Islam Indonesia [GPII], sayap pemuda dari Partai Masyumi) yang terbit di Solo tanggal 15 Juni 1946.

Berikut isinya (ejaan dibiarkan sebagaimana aslinya):

KOMANDO MOEHAMMADIJAH

Madjoe Menjerboe Berdjihad

BERSIAPLAH

Kita insjaf bahwa kinilah masanja Allah Jang Maha Bidjaksana mengoedji kita! Marilah kita tempoeh segala matjam oedjian dengan menoenaikan kewadjiban kita. Kemoedian kita serahkan diri kepada Allah apa jang akan terdjadi. Allah telah berfirman:

Jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Djika kamoe hendak melindoengkan diri dari pada mati itoe tidak ada goenanja” (Ahzab: 16). “Djika kamoe terkena loeka, maka moesoehpoen terkena loeka poela” (Ali Imran: 140). “Berdjoeanglah! Baik ringan ataupoen berat! Dan berdjihadlah fi sabilillah dengan harta, djiwa kamoe sekalian. Soenggoeh jang demikian itoe baik sekali bagi kamoe sekalian djika kamoe mengerti” (Taubah: 41).

“Djika benar2 kamoe menolong ALLAH, ALLAH menolong kepada kamoe dan menegoehkan pendirian kamoe (Moehammad: 7). “Ketika engkau melemparkan panah kepada moesoeh, sebenarnja boekan kamoe jang memanah, tetapi ALLAH djoea (Anfaal: 17).

“Sesoenggoehnja jang berhak mewarisi boemi itoe, ialah hamba kami jang sholeh” (Anbiyak: 105). Mengingat firman ALLAH dan menauladan tjontoh perdjoeangan Rasoeloellah s.a.w. maka kami menjampaikan amanat penting kepada segenap kaoem Moeslimin teroetama anggauta dan keloearga Moehammadijah seloeroeh Indonesia, marilah Bismillahirrahmanirrahim, kita terdjoen kegelanggang perdjoeangan djihad fisabilillah menghadapi perdjoeangan besar2an mengoesir pendjadjah dengan menjerahkan segenap djiwa raga kita kehadapan ALLAH Jang Maha Koeasa!


 
Ingatlah firman ALLAH jang artinja: “Katakanlah hai Moehammad! Sekali2 bahaja tidak akan menimpa kami melainkan apa jang telah ditentoekan ALLAH bagi kami. ALLAH djoega pelindoeng kami, dan kepada ALLAH hendaklah orang2 Moekmin bertawakkal” (Taubah: 51)

Kita jang ada digaris moeka soepaja teroes madjoe menjerboe pantang moendoer! Dan bagi kita jang ada di garis belakang soepaja tahan memperbanjak toendjangan dan pertolongan, dan pantang kaboer! Kerahkan segenap tenaga, harta benda, dan kepandaian oentoek mempertahankan kekalnja kemerdekaan Negara Repoeblik Indonesia dgn semangat pemberani, djoedjoer, ichlas dan TAQWA. Moedah2-an dengan segera kita menang dan berbahagia. Negara kita kembali aman dan sentausa, kekal merdeka dan berdjasa!

Jogjakarta, 26 Djoemadil Achir 1365 – 28 Mei 1946 Wassalam Merdeka!

PENGOEROES BESAR MOEHAMMADIJAH

***

Bila kita cermati, Amanat Jihad di atas, ada beberapa hal penting sebagai pijakan sejarah keterlibatan Muhammadiyah dalam kancah perjuangan kemerdekaan republik ini.

Menurut M. Yuanda Zara, Ph.D dalam bedah karya Sejarah Muhammadiyah edisi kelima yang bertajuk “Amanat Jihad dan Muhammadiyah 28 Mei 1946” di Kongres Sejarawan Muhammadiyah, di Jogakarta (6/8/2021).  Menurutnya,  isi Amanat Jihad dari Pengurus Besar Muhammadiyah ini memiliki empat poin pokok.

Pertama, himbauan kepada seluruh warga untuk meyakini bahwa Indonesia sudah merdeka. Masa itu masih ditemui tentara-tentara Jepang berseliweran. Sehingga informasi kemerdekaan Indonesia belum sampai ke pelosok-pelosok.

Kedua, seruan wajib kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah untuk membela negara dari cengkraman Belanda yang ingin menjajah kembali. Dalam hal ini, Muhammadiyah juga membawa elemen keagamaan, di samping narasi nasionalisme.


 Ketiga, dorongan kepada perempuan untuk mengambil bagian dalam peperangan ini. Peran yang dimaksud ialah berupa tugas perawatan, pengobatan, konsumsi, dan sejenisnya.

Keempat, doa dan harapan agar negara Indonesia menang, sebagaimana teks Amanah Jihad; “Moedah2-an dengan segera kita menang dan berbahagia. Negara kita kembali aman dan sentausa, kekal merdeka dan berdjasa!”.

Persyarikatan Muhammadiyah hingga berusia seabad saat ini tercatat sudah pernah mengeluarkan dua kali Amanat Jihad. Muhammadiyah menekankan bahwa perang jihad melawan komunis adalah wajib.

Fatwa Jihad tahun 1965 ini sudah banyak dibahas, isinya berbeda dengan Amanat Jihad tahun 1946.* Akbar Muzakki

Sumber: https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2021/10/24/218601/fatwa-jihad-resolusi-jihad-nu-muhammadiyah.html

Posting Komentar

0 Komentar