Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

SIAPAKAH MIRZA GHULAM AHMAD

Oleh Muhammad Ashim
http://www.almanhaj .or.id/content/ 2328/slash/ 0

Beberapa waktu lalu, marak pemberitaan di media massa tentang Jemaat
Ahmadiyah. Berbagai polemik muncul. Banyak media memberikan pembelaan
terhadap Jemaat Ahmadiyah yang berpusat di London ini, meski ia lahir di
India. Berbagai kalangan yang menisbatkan diri sebagai cendekiawan muslim,
ikut menyuarakan argumen pembelaan. Jaringan Islam Liberal (JIL), yang di
motori Ulil Abshar Abdalla, begandeng tangan dengan sejumlah aktivis HAM dan
sejumlah tokoh gereja, bahkan bermaksud mengajukan gugatan kepada Majelis
Ulama Indonesia (MUI) atas fatwa MUI yang menyatakan Jemaat Ahmadiyah
Qadiyan sesat dan agar segera dibekukan. Dan fatwa ini ternyata bukan yang
pertama bergulir. Sebelumnya sudah ada fatwa dengan substansi yang sama.

Pembelaan yang muncul, semua mengatas namakan HAM dan kebebasan beragama.
Santernya sikap pro ini, sempat memojokkan MUI, yang katanya bukan sebagai
otoritas yang berhak menghakimi kebenaran beragama. Sementara itu, nayris
tidak satupun media massa yang melakukan balance dalam pemberitaan tersebut.
Sungguh ironi.

Tulisan berikut, bukan bermaksud mengupas mengenai Jemaat Ahmadiyah yang
tengah diperbincangkan tersebut. Banyak yang sudah membahas. Berikut kami
sajikan sisi lain. Yaitu mengenal sosok pencetus Jemaat Ahmadiyah ini. Tidak
lain, dia adalah Mirza Ghulam Ahmad. Siapakah dia sebenarnya? Apakah anda
mengenalnya?

Tulisan ini kami angat dari Al-Qadiayaniah Dirasat Wa Tahlil, karya Syaikh
Ihsan Ilahi Zhahir, Idaratu Turjumani As-Sunnah, Lahore, Pakistan, tanpa
tahun. Meski hanya satu refensi yang kami jadikan pegangan, namun buku yang
dikarang oleh Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir ini merupakan buku yang istimewa.
Beliau, yang berkebangsaan Pakistan, sangat menguasai dan memahami
permasalahan tentang Ahmadiyah sebagaimana tertulis dengan bahasa aslinya,
yaitu bahasa Urdu. Rujukan beliau banyak bertumpu pada karya-karya asli
Jemaat Ahmadiyah, baik yang dikarang Mirza Ghulam Ahmad atau para
penerusnya.

KELUARGA GHULAM AHMAD
Dia menceritakan, namaku Ghulam Ahmad. Ayahku Atha Murthada. Bangsaku
Mongol. (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, karya Ghulam Ahmad). Namun dalam
kesempatan lain, ia mengatakan, keluargaku dari Mongol. tapi berdasarkan
firman Allah, tampaknya keluargaku berasal dari Persia, dan aku yakin ini.
Sebab tidak ada seorang pun yang mengetahui seluk-beluk keluargaku seperti
pemberitaan yang datang dari Allah Ta'ala (Hasyiah Al-Arbain, no. 2 hal. 17,
karya Ghulam Ahmad). Dia juga pernah berkata : "Aku membaca beberapa tulisan
ayah dan kakek-kakekku, kalau mereka berasal dari suku Mongol, tetapi Allah
mewahyukan kepadaku, bahwa keluargaku dari bangsa Persia" (Dhamimah Haqiqati
Al-Wahyi, hal. 77, karya Ghulam Ahmad). Yang mengherankan, ia juga pernah
mengaku sebagai keturunan Fathimah binti Muhammad [Tuhfah Kolart, hal. 29]

Begitulah, banyak versi tentang asal-usul Mirza Ghulam Ahmad yang berasal
dari pengakuannya sendiri. Maha Benar Allah dengan firman-Nya.

"Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
menjumpai pertentangan yang banyak di dalamnya" [An-Nisa : 82]

Setelah itu, ia menceritakan tentang ayahnya : "Ayahku mempunyai kedudukan
di kantor pemerintahan. Dia termasuk orang yang dipercaya pemerintah
Inggris. Dia pernah membantu pemerintah untuk memberontak penjajah Inggris
dengan memberikan bantuan pasukan dan kuda. Namun sesudah itu, keluargaku
mengalami krisis dan kemunduran, sehingga menjadi petani yang melarat" [1]
[Tuhfah Qaishariyah, hal. 16, karya Ghulam Ahmad]

Dari keluarga yang tidak jelas garis keturunan lagi melarat, Ghulam
dilahirkan. Dia berkisah ; "Aku dilahirkan pada tahun 1839M atau tahun 1840M
di akhir masa Sikh di Punjab' [Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, karya Ghulam
Ahmad]

MASA KECIL GHULAM AHMAD DAN PENDIDIKANNYA
Tatkala mencapai usia tamyiz, ia mulai belajar sharaf, nahwu dan beberapa
kitab berbahasa Arab, bahasa Persia dan ilmu pengobatan.

Dia berkata : "Aku belajar Al-Qur'an dan kitab-kitab berbahasa Persia dengan
ustadz Fadhl Ilahi. Sedangkan sharaf dan nahwu serta ilmu pengobatan, aku
pelajari dari ustadz Fadhl Ahmad'. Hanya saja, sesuai dengan keterangan
Mahmud Ahmad, salah seorang anaknya di Koran Al-Fadhl (5 Februari 1929),
milik kelompok mereka, sebagian guru yang mengajar Ghulam Ahmad adalah
pecandu opium dan ganja.

Selain itu, ia juga sempat mengenyam pembelajaran bahasa Inggris di sebuah
madrasah khusus untuk pegawai pemerintah. Satu atau dua buku bahasa Inggris
saja yang ia pelajari.

Pendidikan masa kecil yang dijalani Mirza Ghulam Ahmad dengan model ini
(baca : yang sangat dangkal) menampakkan pengaruhnya dalam tulisan dan
ucapan-ucapannya. Kesalahan-kesalahan nya tidak hanya terjadi pada
masalah-masalah yang pelik, tetapi juga terlihat pada perkara-perkara yang
sederhana. Misalnya, ia pernah berkata : "Sesungguhnya saat Rasulullah
dilahirkan, beberapa hari kemudian ayahnya meninggal" (Baigham Shulh, hal.
19, karya Ghulam Ahmad). Padahal ayah beliau meninggal dunia ketika beliau
masih di dalam kandungan ibunya.

Contoh kekeliruan lainnya dalam kitabnya, Ainul Ma'rifah, hal. 286, Mirza
Ghulam Ahmad menjelaskan, bahwa Rasulullah mempunyai sebelas anak dan
semuanya meninggal. Padahal yang benar berjumlah enam orang.

Pada waktu itu, keberanian merupakan ciri khas orang-orang yang mulia
(bangsawan). Tetapi orang yang mengaku sebagai "Al-Masih" ini tidak pernah
masuk dalam peperangan, tidak belajar ilmu-ilmu keperwiraan, yang dahulu
dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah kemuliaan dan sikap kesatria.

PENYAKIT-PENYAKIT YANG DIDERITANYA
Berbicara tentang penderitaan fisik (baca : penyakit) yang dialaminya sangat
banyak. Tangan kanannya patah sehingga untuk mengangkat sebuah teko pun
tidak mampu. (Sirah Al-Mahdi, 1/198). Dia pernah menderita penyakit TBC dan
diobati selama kurang lebih enam bulan (Hayatu Ahmad, 1/79). Dia juga pernah
mengakui ditimpa dua penyakit. Di bagian atas tubuh, yaitu kepala yang
sering pusing dan dibagian bawah, yaitu kencing yang berlebihan. (Haqiqatul
Wahyi, hal. 206, karya Ghulam Ahmad). Pusing kepalanya ini sering
mengganggunya. Kadang menyebabkannya terjatuh sehingga pingsan. Oleh karena
itu, ia sering tidak berpuasa pada bulan Ramadhan yang ia jumpai. [Sirah
Al-Mahdi, 1/51 karya anaknya]

Dia juga mengalami gangguan syaraf, ingatan buruk tidak tergambarkan. Dua
matanya sangat lemah. Anaknya menceritakan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad pernah
ingin berphoto bersam murid-muridnya. Pemotret memintanya untuk membuka
matanya sedikit saja, agar gambar menjadi baik. Dia pun berusaha dengan
susah payah, tetapi gagal.[Sirah Al-Mahdi, 2/77]

Sebagaimana pengakuannya sendiri di dalam harian Al-Hakam, 31 Oktober 1901M,
otaknya juga mengalami kelemahan.

PERMULAAN KETENARAN DAN DAKWAHNYA
Permulaan ketenarannya dimulai dengan seolah-olah membela Islam. Setelah ia
meninggalkan pekerjaan kantornya, ia mulai mempelajari buku-buku India
Nasrani, sebab pertentangan dan perdebatan pemikiran begitu santer terjadi
antara kaum Muslimin, para pemuka Nasrani dan Hindu. Kebanyakan kaum
Muslimin sangat menghormati orang-orang yang menjadi wakil Islam dalam
perdebatan tersebut. Segala fasilitas duniawi pun diberikan kepadanya.
Ghulam Ahmad berfikir, bahwa pekerjaan itu sangat sederhana dan mudah, mampu
mendatangkan materi lebih banyak dari pendapatannya saat bekerja di kantor.

Untuk mewujudkan gagasan yang terlintas dalam benaknya, maka pertama kali
yang ia lakukan ialah menyebarkan sebuah pengumuman yang menentang agama
Hindu.
Berikutnya, ia menulis beberapa artikel di beberapa media massa untuk
mematahkan agama Hindu dan Nasrani. Kaum Muslimin pun akhirnya memberikan
perhatian kepadanya. Itu terjadi pada tahun 1877-1878M.

Pada gilirannya, ia mengumumkan telah memulai proyek penulisan buku sebanyak
lima puluh jilid, berisi bantahan terhadap lontaran-lontaran syubhat yang
dilontarkan oleh kaum kuffar terhadap Islam. Oleh karena itu, ia
mengharapkan kaum Muslimin mendukung proyek ini secara material. Sebagian
besar kaum Muslimin pun tertipu dengan pernyataannya yang palsu, bahwa ia
akan mencetak kitab yang berjumlah lima puluh jilid.

Sejak itu pula, ia menceritakan beberapa karomah (hal-hal luar biasa) dan
kusyufat tipuan yang ia alami. Sehingga orang-orang awam menilainya sebagai
wali Allah, tidak hanya sebagai orang yang berilmu saja. Orang-orang pun
bersegera mengirimkan uang-uang mereka yang begitu besar kepadanya guna
mencetak kitab yang dimaksud. [Majmu'ah I'lanat Ghulam Al-Qadiyani, 1/25]

Volume pertama buku yang ia janjikan terbit tahun 1880M, dengan judul
Barahin Ahmadiyah. Buku ini sarat dengan propaganda dan penonjolan karakter
penulisnya. Cerita tentang alam ghaib yang berhasil ia ketahui, juga berisi
karomah dan kusyufatnya.

Kitab-kitab volume berikutnya pun bermunculan. Namun, tatkala sampai kepada
masyarakat, mereka keheranan, karena mendapat isi buku tersebut tidak
seperti yang dikatakan penulis pertama kali, yaitu bantahan terhadap agama
Hindu dan Nasrani, tetapi justru dipenuhi dengan cerita-cerita tentang
karamah dan sanjungan terhadap kolonialis Iggris.

Dari sini, masyarakat kemudian mengetahui, ternyata lelaki ini hanyalah
seorang pendusta dan pencuri harta manusia. Buku yang telah diterbitkan
hanya untuk mendapatkan popularitas dan memanfaatkan kaum Muslimin, menguras
harta mereka, bukan untuk membela Islam. Apalagi setelah kaum Muslimin
menemukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dalam buku
yang ia terbitkan tersebut.

Banyak para ulama yang mendapat informasi, bahwa lelaki itu, sebenarnya
tidak mempunyai keinginan, kecuali untuk membuat sebuah toko semata. Andai
ada orang lain yang mampu membayarnya dengan jumlah yang lebih besar, maka
ia akan mendukungnya, meskipun dengan melakukan pelanggaran terhadap Islam.
Dan memang seperti itulah yang dikatakan oleh para ulama. Sebab, pada waktu
itu, penjajah Inggris membutuhkan orang yang dapat memporak-porandakan
kekuatan kaum Muslimin. Sehingga sang penjajah ini mencari orang dari
kalangan kaum Muslimin untuk diperalat. Tatkala sudah mendapatkannya,
kolonial ini akan memanfaatkan semaksimal mungkin. Demikian yang terjadi
dengan Mirza Ghulam Ahmad. Oleh karena itu, ia penuhi kitab volume ketiganya
dengan pujian-pujian kepada kolonialis Inggris.

Perhatikan pengakuannya dalam volume tersebut, tatkala ia menghadapi
penentangan dari kaum Muslimin

Dia menyatakan, ada sebagian orang dari kalangan kaum Muslimin yang menulis
kepadaku, mengapa engkau memuji penjajah Inggris dalam volume ketiga?
Mengapa engkau berterima kasih kepada pemerintah Inggris? Sebagian kaum
muslimin mencaci-maki dan mecelaku karena sanjungan ini. Hendaknya setiap
orang mengetahui, bahwa aku tidak memuji pemerintah Inggris, kecuali
berdasarkan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. [Barahin Ahmadiyah, vol.4]

Ringkasnya, penjajah telah memanfaatkannya dengan memberikan segala yang
berharga untuknya karena pengkhianatannya kepada agama dan umat Islam.
Persis seperti ayahnya yang dahulu juga berkhianat, tetapi kepada negeri
India dan penduduknya.

Pada tahun 1885M, ia memproklamirkan diri sebagai mujaddid dengan mendapat
bantuan dan dukungan penuh dari penjajah. Enam tahun berikutnya, tahun
1891M, ia mengklaim diri sebagai Imam Mahdi. Pada tahun itu juga, ia mengaku
sebagai Al-Masih. Dan klimaksnya pada tahun 1901M, ia mendeklarasikan
statusnya sebagai nabi yang mandiri, dan lebih mulia dari seluruh pada nabi
dan rasul.

Sebagian ulama dapat mendeteksi keinginannya sebelum ia mengaku sebagai nabi
(palsu). Tetapi dengan segera ia mencoba menepisnya dengan berkata : "Aku
juga beraqidah Ahlus Sunnah. Aku berkeyakinan Muhammad adalah penutup para
nabi. Barangsiapa mengaku sebagai nabi, maka ia kafir, pendusta. Karena aku
beriman bahwa risalah itu bermula dari Adam dan berakhir dengan kedatangan
Rasulullah Muhammad" [Pernyataan Ghulam Ahmad pada 12 Oktober 1891 yang
terdapat dalam kitab Tabligh Risalah, 2/2]

Kemudian dengan bisikan dari penjajah ia mengatakan untuk mengecoh : "Aku
bukan nabi, tetapi Allah menjadikannku orang yang diajak bicara (kalim),
untuk memperbaharui agama Al-Musthafa (Muhammad)" [Mir-atu Kamalati
Al-Islam, hal. 383]

Keterangan lain darinya ; "Aku bukan nabi yang menyerupai Muhamamd atau
datang dengan ajaran yang baru. Justru yang ada dalam risalahku, aku adalah
nabi yang mengikutinya (nabiyyun muttabi)" [Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal.
68, karya Ghulam Ahmad]

Dia juga mengatakan ;" Demi Allah yang ruh-ku berada di genggaman-Nya,
Dialah yang mengutusku dan menyebutku sebagai nabi.. Aku akan memperlihatkan
kebenaran pengakuanku dengan mukjizat-mukjizat yang jumlahnya tidak kurang
dari tiga ratus ribu mukjizat" [Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 68, karya
Ghulam Ahmad]

Coba perhatikan pernyataan-pernyata annya. Dia betul-betul berusaha mengecoh
kaum Muslimin. Padahal sebelumnya, ia mengatakan :"Siapa saja yang mengklaim
diri sebagai nabi setelah Muhammad, berarti ia saudara Musailamah
Al-Kadzdzab, kafir lagi busuk" (Anjam Atsim, hal. 28, karya Ghulam Ahmad).
Dia juga mengatakan : "Kami melaknat orang-orang yang mengaku sebagai nabi
setelah Muhammad" [Tabligh Risalah, 26/2]

Perlu juga disebutkan, kitab yang ia janjikan berjumlah lima puluh jilid,
tidak ia selesaikan kecuali lima jilid saja. Sehingga ketika ditanya oleh
para donatur, ia menjawab : Tidak ada bedanya antara angka lima dan lima
puluh, kecuali pada nolnya saja" [Muqaddimah Barahin Ahmadiyah, 5/7, karya
Ghulam Ahmad]

CACIAN-CACIAN MIRZA GHULAM AHMAD KEPADA SETERUNYA
Dia pernah mengatakan, melalui "wahyu" yang konon diterimanya, bahwa salah
seorang seterunya akan mati pada waktu tertentu. Tetapi ternyata, seteru
yang ia sebutkan tidak mati. Maka para ulama pun menyanggahnya dengan
mengatakan : "Engkau katanya nabi, tidak berbicara kecuali dengan wahyu.
Bagaimana mungkin janji Allah tidak tepat?"

Menanggapi bantahan dari para ulama ini, Mirza Ghulam Ahmad bukannya memberi
jawaban dengan bukti dan dalil, tetapi justru melontarkan cacian :
"Orang-orang yang menentangku, mereka lebih najis dari babi" [Najam Atsim,
hal. 21, karya Ghulam Ahmad]

Cacian-cacian lain yang keluar dari Mirza Ghulam Ahmad ini sudah sangat
keterlaluan. Sebab orang-orang umum saja tidak akan sanggup mengatakannya.

Sang anak, Mahmud Ahmad bin Ghulam pernah mendengar ada orang yang mencaci
orang lain dengan sebutan "hai anak haram", maka ia (Mahmud Ahmad)
mengatakan : "Orang seperti ini, pada masa Umar dihukum pidana pukul karena
melakukan qadzaf (tuduhan zina). Tetapi sekarang, dapat di dengar seseorang
mencela orang lain dengan celaan itu, namun mereka tidak bereaksi.
Seolah-olah celaan ini tida ada artinya di mata mereka" [Khutbah Al-Jum'ah,
Mahmud Ahmad bin Ghulam, Koran Al-Fadhl, 13 Februari 1922M]

Tetapi ironisnya, ayahnya justru pernah mencela seorang ulama dengan ucapan
"hai anak pelacur". (Najim Atsim, hal. 228, karya Ghulam Ahmad). Mengacu
kepada pernyataan Mahmud Ahmad, bukankah berarti Mirza Ghulam ini pantas
untuk dihukum pukul? Dan ucapan itu tidak hanya terjadi sekali atau dua
kali, tetapi sangat sering dilontarkan ayahnya "sang mujaddid akhlak".

Contoh lainnya, di dalam khutbahnya, ia pernah menyampaikan : "Itu adalah
kitab. Akan dilihat oleh setiap muslim dengan penuh kecintaan dan sayang
serta ia mendapatkan manfaat darinya. Dia akan menerima dan membenarkan
dakwahku, kecuali keturunan-keturunan para pelacur yang telah Allah kunci
hati mereka. Mereka tidak akan menerima" [Mir'atu Kamalati Al-Islam, hal.
546, karya Ghulam Ahmad]

Begitulah contoh akhlak Mirza Ghulam Ahmad. Semoga kita terlindung dari
perbuatan tercela.

KOMENTAR MIRZA GHULAM AHMAD TERHADAP RASULULLAH MUHAMMAD
Banyak orang yang celaka muncul di muka bumi karena mencela para rasul,
tetapi tidak banyak yang sekaliber Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya,
dalam mencela para rasul, "mencuri" kenabian. Allah berfirman.

"Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengadakan kedustaan
terhadap Allah ." [Al-An'am : 93]

Dia mengklaim sebagai nabi dan rasul-Nya, seperti yang dilakukan oleh
Musailamah dan Al-Aswad An-Ansi. Langkah berikutnya, ia mengaku sebagai
orang yang paling utama dari dari seluruh nabi dan rasul. Sebagaimana ia
menyatakan dirinya telah dianugerahi segala yang telah diberikan kepada
seluruh para nabi (Durr Tsamin, hal. 287-288, karya Ghulam Ahmad). Dalam
pernyataan yang lain, ia mengatakan, sesungguhnya Nabi (Muhammad) mempunyai
tiga ribu mukjizat saja. "Sedangkan aku memiliki mukzijat lebih dari satu
juta jenis", kata Ghulam Ahmad" [Tadzkirah Asy-Syahadatain, hal. 72, karya
Ghulam Ahmad]

Di lain tempat, katanya, Islam muncul bagaikan perjalanan hilal (bulan, dari
kecil), dan kemudian ditaqdirkan mencapai kesempurnaannya di abad ini
menjadi badr (bulan pernama), dengan dalil (menurutnya) .. (Khutbah
Al-Hamiyah, hal. 184, karya Ghulam Ahmad), sebuah tafsiran yang kental
nuansa tahrifnya (penyelewengan) , layaknya perlakuan kaum Yahudi terhadap
Taurat. Sebuah makna yang tidak dikehendaki Allah, tidak pernah disinggung
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ataupun terbetik di benak salah seorang
sahabat, para imam dan ulama tafsir. Demikian salah satu trik untuk
merendahkan kedudukan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Salah seorang juru dakwah mereka, juga tidak ketinggalan ikut membeo
merendahkan martabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mengatakan :
"Sesungguhnya Muhammad pernah sekali datang kepada kami. Pada waktu itu,
beliau lebih agung dari bi'tsah yang pertama.
Siapa saja yang ingin melihat
Muhammad dengan potretnya yang sempurna, hendaknya ia memandang Ghulam Ahmad
di Qadian" [Koran milik Qadiyaniah, Badr, 25 Oktober 1902M]

KRITIK SANG NABI PALSU TERHADAP BEBERAPA NABI
Mirza Ghulam Ahmad pernah berkomentar tentang Nabi Isa : "Sesungguhnya Isa
tidak mampu mengatakan dirinya sebagai orang shalih. Sebab orang-orang
mengetahui kalau dia suka minum-minuman keras dan perilakunya tidak baik"
[Hasyiyah Sitt Bahin, hal. 172, karya Ghulam Ahmad]

Komentar miring lainnya, menurutnya, Isa cenderung menyukai para pelacur.
Karenanya nenek-neneknya adalah termasuk pelacur [Dhamimah Anjam Atsim,
Hasyiyah, hal. 7, karya Ghulam Ahmad]

Anehnya, meski perkataan yang keluar dari mulutnya sangat kotor, tetapi
ternyata Mirza Ghulam Ahmad "bersabda" dalam hadits palsunya : "Sesungguhnya
celaan, makian, bukan perangai orang-orang shidiq. Dan orang yang beriman,
bukanlah orang yang suka melaknat" [Izalatul Auham, hal. 66]

CACIAN MIRZA GHULAM AHMAD KEPADA PARA SAHABAT
Para sahabat pun tidak lepas dari cercaan yang dilancarkan Ghulam Ahmad.
Termasuk penghulu para remaja/pemuda di surga kelak, yaitu Hasan, Husain,
juga Abu Bakar dan Umar

Mirza Ghulam Ahmad ini mengataan : "Orang-orang mengatakan aku lebih utama
dari Hasan dan Husain. Maka aku jawab, 'Itu benar. Aku lebih utama dari
mereka berdua. Dan Allah akan menunjukkan keutamaan ini" [I'jaz Ahmadi, hal.
58, karya Ghulam Ahmad]

Salah seorang anaknya dengan congkak berkata : "Dimana kedudukan Abu Bakar
dan Umar (tidak ada apa-apanya) bila dibandingkan dengan kedudukan Mirza
Ghulam Ahmad? Mereka berdua saja tidak pantas untuk membawa sandalnya"
[Kitab Al-Mahdi, Pasal 304, hal. 57, karya Muhammad Husain Al-Qadiyani]

Tentang Abu Hurairah, Ghulam Ahmad mengatakan : "Abu Hurairah orang yang
dungu. Dia tidak memiliki pemahaman yang lurus" [I'jaz Ahmadi, hal. 140]

Perhatikan! Padahal ia sendirilah orang yang dungu, lagi bodoh. Lihat
pengakuannya : "Sesungguhnya ingatanku sangat buruk. Aku lupa orang-orang
yang sering menemuiku" [Maktubat Ahmadiyah, hal. 21]

KEMATIAN MIRZA GHULAM AHMAD
Menyaksikan sepak terjangnya yang kian menjadi, maka para ulama saat itu
berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad, agar ia bertaubat dan berhenti
menyebarkan dakwahnya yang sesat. Nasihat para ulama ternyata tidak
membuahkan hasil. Dia tetap bersikukuh tidak memperdulikan. Akhirnya, para
ulama sepakat mengeluarkan fatwa tentang kekufurannya. Di antara para ulama
yang sangat kuat menentang dakwah Mirza Ghulam Ahmad, adalah Syaikh
Tsanaullah.

Mirza Ghulam Ahmad sangat terusik dengan usaha para ulama yang
mengingatkannya. Akhirnya dia mengirimkan surat kepada Syaikh Tsanaullah.
Dia meminta agar suratnya ini dimuat dan disebarkan di majalah milik Syaikh
Tsanaullah.

Di antara isi suratnya tersebu, Mirza Ghulam Ahmad tidak menerima gelar
pendusta, dajjal yang diarahkan kepadanya dari para ulama masa itu. Mirza
Ghulam Ahmad menganggap dirinya, tetap sebagai seorang nabi, dan ia
menyatakan bahwa para ulama itulah yang pendusta dan penghambat dakwahnya.

Sang nabi palsu ini menutup suratnya dengan do'a sebagai berikut :

"Wahai Allah Azza wa Jalla Yang Maha Mengetahui rahasia-rahasia yang
tersimpan di hati. Jika aku seorang pendusta, pelaku kerusakan dalam
pandangan-Mu, suka membuat kedustaan atas nama-Mu pada waktu siang dan malam
hari, maka binasakanlah aku saat Ustadz Tsanaullah masih hidup, dan berilah
kegembiraan kepada para pengikutnya dengan sebab kematianku.

Wahai Allah ! Dan jika saya benar, sedangkan Tsanaullah berada di atas
kebathilan, pendusta pada tuduhan yang diarahkan kepadaku, maka binasakanlah
dia dengan penyakit ganas, seperti tha'un, kolera atau penyakit lainnya,
saat aku masih hidup. Amin"

Begitulah bunyi do'a Mirza Ghulam Ahmad. Sebuah do'a mubahallah. Dan
benarlah, do'a yang ia tulis dalam suratnya tersebut dikabulkan oleh Allah
Azza wa Jalla. Yakni 13 bulan lebih sepuluh hari sejak do'anya itu, yaitu
pada tanggal 26 bulan Mei 1908M, Mirza Ghulam Ahmad ini dibinasakan oleh
Allah Azza wa Jalla dengan penyakit kolera, yang dia harapkan menimpa Syaikh
Tsanaullah. Di akhir hayatnya, saat meregang nyawa, dia sempat mengatakan
kepada mertuanya : "Aku terkena penyakit kolera". Dan setelah itu,
omongannya tidak jelas lagi sampai akhirnya meninggal. Sementara itu, Syaikh
Tsanaullah masih hidup sekitar empat puluh tahun setelah kematian Mirza
Ghulam Ahmad.

Meski kematian telah menjemput Mirza Ghulam Ahmad, tetapi bukan berarti
ajarannya juga ikut mati?. Ternyata kian tersebar di tengah masyarakat.
Karenanya, sebagai seorang muslim, hendaklah lebih berhati-hati, agar tidak
terjerat dengan berbagai ajaran sesat.

Ya, Allah. Perlihatkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai sebuah
kebenaran, dan berilah kami kekuatan untuk melakukannya. Ya, Allah.
Perlihatkanlah kepada kami kebatilan sebagai sebuah kebatilan, dan berilah
kami kekuatan untuk menjauhinya.

[Sumber Al-Qadiayaniyah Dirasat Wa Tahtil, karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir,
Idarati Turjuman As-Sunnah, Lahore Pakistan, tanpa tahun]

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Purwodadi
Km.8 Selokaton - Gondangrejo Solo, 57183]

Posting Komentar

0 Komentar