Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Jenderal (Purn.) Ali Baz Khan: Ahmadiyah Bukan Masalah di Pakistan

Dubes Pakistan Jenderal (Purn.) Ali Baz Khan mengatakan, Ahmadiyah bukan persoalan di negaranya. Saat Perdana Menterinya Ali Bhuto, perdana menteri paling liberal, Ahmadiyah dinyatakan non-Muslim

Hidayatullah.com--Keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang pelarangan aliran Ahmadiyah 9 Juni 2008 lalu sementara bisa meredam konflik antara umat Islam Indonesia dengan penganut Ahmadiyah. Meski telah divonis sesat dan pengikutnya telah dihukumi murtad, namun pemerintah belum juga menyatakan para penganut Ahmadiyah sebagai non-Muslim.

Proses sosialisasi SKB dan langkah pembinaan terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia berlangsung alot. Walau mengaku tidak mengkafirkan kaum Muslimin, tapi mereka tetap enggan shalat bersama umat Islam. Hal ini terekam jelas dalam laporan Tim Pembinaan Jemaat Ahmadiyah Desa Manis Lor Kec. Jalaksana, Kunigan keluaran 1 September 2008 lalu. Belum lama ini di Padang, pihak JAI bahkan sudah berani memasang kembali papan nama mereka yang sempat memancing reaksi umat Islam di sana.

Di Pakistan, Ahmadiyah – Qodiyan dan Lahore – telah dinyatakan sebagai minoritas non-Muslim sejak 34 tahun lalu. Untuk mengetahui lebih lanjut ihlwal Ahmadiyah di sana, Duta Besar Pakistan, Jenderal (Purn.) Ali Baz Khan menyempatkan dirinya diwawancarai www.hidayatullah.com akhir pekan lalu di kantornya di Mega Kuningan Barat, Jakarta. Beliau mengaku mengikuti pemberitaan media terhadap kasus Ahmadiyah di Indonesia. Beliau menilai, jika pemerintah Indonesia tidak bertindak lebih lanjut dari SKB sekarang, maka akan menimbulkan masalah baru. “Itu akan menimbulkan masalah keamanan”. Berikut petikan wawancaranya:

Apa latar belakang diterbitkannya lembaran negara Pakistan (Gazette of Pakistan) pada 8 April 1981 yang menyatakan Ahmadiyah, baik Qodiyan atau Lahore sebagai non-Muslim?

Ahmadiyah pertama kali secara resmi dinyatakan sebagai non-Muslim pada tahun 1974 oleh parlemen Pakistan. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya gerakan umat Islam Pakistan yang menentang Ahmadiyah.

Apa yang menyebabkan pertentangan itu?

Karena mereka melakukan dakwah (terang-terangan). Mereka berusaha menyebarkan paham mereka (bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi setelah Nabi Muhammad SAW) kepada umat Islam. Kemudian hal ini ditanggapi dan dibahas di Parlemen.

Bagaimana pembahasannya di parlemen?

Hukum Islam dominan di Pakistan. Jadi siapa saja yang tidak beriman, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, maka dia adalah non-Muslim. (Padahal) parlemen waktu itu dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Bhuto, perdana menteri paling liberal di Pakistan. Di masa dia (Ali Butto), Ahmadiyah diyatakan sebagai non-Muslim.

Setelah itu Konstitusi Pakistan diamandemen. (salah satu hasil amandemen), di sana mereka (Ahmadiyah) dinyatakan sebagai minoritas. Yang berarti agama lain di luar Islam. Baru setelah itu diterbitkan lagi Gazette of Pakistan pada 1981. (Lembar negara yang diterbitkan oleh Pemerintah Pakistan, Kementerian Perundang-undangan dan Urusan Parlemen, atas persetujuan mantan presiden Jenderal M. Zia Ul Haq)

Apakah ada insiden atau bentrokan yang terjadi pada masa itu?

Tidak ada sama sekali. Semua berjalan dengan damai.

Apakah ada reaksi dari Ahmadiyah?

Tidak ada reaksi. Karena mereka sangat sedikit, dibanding dengan populasi umat Islam Pakistan.

Berapa jumlah pengikut Ahmadiyah saat itu?

Sekitar 2000 orang, sedang pada saat itu penduduk Pakistan seluruhnya (yang mayoritas Muslim) berjumlah 130 juta. Kebanyakan mereka tinggal di Lahore dan Rabwah.

Kerena di Pakistan mereka telah dinyatakan sebagai non-Muslim, sebagian besar mereka angkat kaki dari Pakistan, dan sekarang mereka bermarkas di London. Kebanyakan mereka pergi ke negeri Barat, seperti Amerika dan Eropa. Dari sana mereka juga membuat TV Satelit. Di luar Pakistan mereka bebas melancarkan dakwah mereka.

Mereka menyebar ke negeri-negeri yang moderat, (kemudian) mendapatkan proteksi. Itu sebabnya mereka bisa tumbuh pesat.

Bagaimana interaksi Ahmadiyah dengan umat Islam di Pakistan?

Tidak ada masalah. Tapi Ahmadiyah tidak lagi menyebarkan dakwah mereka kepada orang di luar jamaah mereka. Mereka hidup berdampingan.

Bagaimana hak Ahmadiyah sebagai warga negara di Pakistan?

Ahmadiyah mendapat tempat di pemerintahan, bahkan menempati posisi yang cukup tinggi. Mereka juga ada di militer. Jadi tidak ada masalah. Tidak ada diskriminasi sosial. Pemerintah (meskipun mayoritas Muslim) memberi hak sosial yang sama. Kita juga memberi porsi kepada pemeluk Hindu, Parsi, Sikh, dan termasuk Qodiyani (Ahmadiyah).



Saya berasal dari Angkatan Darat. Teman baik saya di AD seorang (Ahmadiyah) Qodiyani. Jadi tidak ada masalah diskriminasi sosial bagi mereka sebagai seorang warga negara .

Apa konsekwensi yang harus dijalankan oleh pemeluk Ahmadiyah terhadap keluarnya lembaran negara (Gazette of Pakistan) tersebut?

Mereka hanya dilarang melakukan penyebaran paham keagamaan mereka. Mereka dibolehkan melakukan aktivitas dalam tempat ibadah mereka –yang mereka sebut markas, dan di dalam lingkungan mereka sendiri.

Dengan keluarnya lembaran negera tersebut, apakah mereka tidak dilarang melakukan amal-amal ibadah umat Islam?

Mereka tidak dilarang melaksanakan shalat. Mereka melakukan semuanya. Shalat lima waktu, puasa, zakat, dan jika mereka lari ke luar Pakistan, mereka juga melaksanakan haji.

Mereka tidak bisa pergi haji dari pakistan?

Mereka bisa berangkat haji dari negeri mana saja di dunia, kecuali Pakistan.

Bagaimana awal mula Ahmadiyah masuk Pakistan?

Ajaran Mirza Ghulam Ahmad ini lahir di Qodian. Sejak partisi Pakistan-India, Qodian masuk wilayah India. Mayoritas pengikutnya pindah ke Pakistan. Karena waktu itu masih belum ada yang menyatakan (secara resmi) mereka sebagai non-Muslim. Mereka tinggal di Rabwah dan Lahore yang menjadi markas mereka sekarang. Tapi pusat aktivitas mereka sekarang di London.

Bagaimana pandangan anda mengenai kasus Ahmadiyah di Indonesia?

Ahmadiyah berkembang di Indonesia. Ya, saya mengetahu hal itu. Tapi Ahmadiyah sudah tidak lagi menjadi masalah di Pakistan. Masalah tersebut sudah selesai sejak 34 tahun lalu.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia (dengan mengeluarkan SKB tiga Menteri) sama dengan yang dilakukan di Pakistan.

Tapi pemerintah kami belum menyatakan Ahmadiyah sebagai non-Muslim?

Pemerintah Indonesia tidak menyatakan mereka sebagai non-Muslim (karena) konstitusi Indonesia tidak (berlandaskan) agama. Undang-Undang Dasar Indonesia itu sekuler. Sedangkan konstitusi Pakistan didasari agama Islam. Jadi agama negara Pakistan adalah Islam. Negara Islam, dan Islam sebagai agama negara.

Status non-Muslim bagi penganut Ahmadiyah di Pakistan apakah tertera pada kartu tanda penduduk mereka?

Tidak. (sambil mengeluarkan KTP-nya) Tidak ada kolom agama di KTP Pakistan. Isinya nama, jenis kelamin, nama ayah, tanda pengenal (seperti tahi lalat, dsb), dan tanda tangan.

Bagaimana dengan di paspor?

Di paspor ada. Tapi banyak yang tidak mau mengaku di paspor.

Bagaimana usaha Pakistan untuk menyaring jamaah calon haji Ahmadiyah agar tidak masuk dan mengotori tanah suci Makkah dan Madinah?

Ada form yang harus mereka isi ketika akan berangkat haji. Apakah terbebas dari Ahmadiyah.. mereka juga harus mengisi kolom sekte, apakah mereka Syi’ah, dsb.

Atase Pers dan Budaya kedubes Pakistan, Saeed Javed, yang juga hadir dalam wawancara menimpali: Para calon haji yang ingin berangkat dari Pakistan harus lolos pemeriksaan mereka bukan (Ahmadiyah ) Qodiyani.

Apakah anda mengikuti pemeberitaan kasus Ahmadiyah di Indonesia?

Iya saya mengikuti berita-berita tersebut. Makanya saya tahu apa yang terjadi (terhadap Ahmadiyah) di Bogor, Mataram, dan lainnya. Kalau menurut saya pribadi, jangan lakukan kekerasan terhadap mereka. Karena itu adalah kewengan pemerintah untuk menindak mereka.

(Tapi jika) pemerintah tidak mau (bertindak) lebih lanjut. Itu akan menimbulkan masalah keamanan. [surya/www.hidayatullah.com]

Posting Komentar

0 Komentar