KabarIndonesia - Nama Palestina merujuk kepada suatu kawasan timur pantai Laut Tengah dari laut hingga lembah Yordan dan dari Gurun Negev bagian selatan hingga daerah danau Galile di sebelah utara. Kata itu sendiri berasal dari kata “Plesheth”, suatu nama yang kerap muncul di Alkitab dan dalam bahasa Inggeris sebagai “Philistine”.
Plesheth (akar kata: palash) adalah istilah umum yang berarti bergulir atau migratif. Hal ini merujuk kepada invasi Philistine dan penguasaan mereka terhadap kawasan pantai dari laut. Etnik Philistine bukan etnik Arab bahkan bukan bangsa Semit dan mereka justru sangat erat terhubung dengan bangsa Yunani yang berasal dari Asia Kecil dan kawasan Yunani lainnya.
Mereka tidak berbahasa Arab. Mereka tidak memiliki hubungan etnik, linguistik atau sejarah dengan Arabia atau orang-orang Arab. Etnik Philistine menjangkau pantai selatan Israel dalam beberapa gelombang. Satu kelompok tiba pada periode pra-patriark (sebelum zaman Abraham) dan bermukim di Beersheba bagian selatan yaitu di Gerar di mana mereka berkonflik dengan Abraham, Ishak dan Ismael.
Kelompok lainnya datang dari pulau Kreta setelah terusir dari percobaan invasi oleh Firaun Rameses III dari Mesir pada tahun 1194 SM. Mereka menguasai daerah pesisir pantai selatan, di mana mereka membangun lima daerah pemukiman (Gaza, Ascalon, Ashdod, Ekron dan Gat). Pada zaman Persia dan Yunani para pemukim asing–terutama yang dari pulau-pulau Laut Mediterania–meluberi distrik-distrik Philistine.
Sejak abad ke lima sebelum Masehi–menurut sejarahwan Herodotus, orang Yunani menyebut kawasan timur dari Mediterania sebagai “Philistine Syria” dengan memakai bentuk bahasa Yunani untuk nama tersebut. Pada tahun 135 M, setelah menumpas pemberontakan Bar Kochba, pemberotakan terbesar kedua bangsa Yahudi melawan Roma, Kaisar Hadrian berkehendak menghapus nama Romawi “Provincia Judaea” dan menamakannya kembali menjadi “Provincia Syria Palaestina”. Yaitu versi Latin dari nama Yunani dan pemakaian perdana nama baru itu sebagai satu unit administratif (kekaisaran Romawi–red) Nama “Provincia Syria Palaestina” di kemudian hari disingkat menjadi Palestina, dan dari sana kata modern yang di-Inggeris-kan yaitu “Palestine” berasal.
Beginilah situasinya sampai penghujung abad ke empat, saat bangkitanya reorganisasi kekaisaran terhadap Palestine menjadi tiga Palestine: Pertama, Kedua, dan Ketiga. Konfigurasi ini dipercaya telah bertahan sampai kea bad ke tujuh, saat bangsa Persia dan kaum Muslim menguasainya. Para pejuang Perang Salib memakai kata Palestine yang merujuk kepada wilayah umum ketiga Palestine tersebut. Setelah kejatuhan kerajaan para pejuang Perang Salib, Palestine tidak lagi menjadi sebutan yang resmi.
Namun nama itu terus dipakai secara informal bagi kedua kawasan sebelah menyebelah Sungai Yordan. Bangsa Turki Ottoman, yang bukan-Arab tetapi muslim yang religious, menguasai kawasan itu selama 400 tahun (1517 – 1917). Di bawah kekuasaan Ottoman, kawasan Palestine dihubungkan secara administratif pada Provinsi Damaskus dan diperintah langsung dari Istambul. Nama Palestine dihidupkan kembali setelah kejatuhan Kesultanan Ottoman pada Perang Dunia I dan diterapkan pada territorial di kawasan yang ditempatkan di bawah “The British Mandate for Palestine.” Nama “Falastin” yang dipakai etnik Arab sekarang ini untuk “Palestine” bukan sebuah nama Arab.
Itu merupakan ejaan dari kata Romawi yaitu Palaestina. Golda Meir menitir sebagai berikut: Inggeris memilih menamalan daerah mandate mereka dengan Paletine, dan orang-orang Arab mengutipnya seakan-akan itulah nama kunonya, walaupun mereka bahkan tidak mampu mengejanya dengan benar dan berubah menjadi Falastin suatu entitas fiktif (dalam suatu artikel yang ditulis oleh Sarah Honig, Jerusalem Post, November 25, 1995). (*)
Sumber:http://www.palestinefacts.orgpf_early_palestine_name_origin.php
0 Komentar