Australia termasuk salah satu negara di mana agama bukanlah akar dari penduduk asli. Penduduk asli setempat, dan penduduk Pulau Selat Torres memeluk agama mereka sendiri dengan kepercayaan terhadap barmacam roh, berdasar kekuatan alam, pemujaan terhadap tanah, hingga roh nenek moyang.Agama Kristen dan Katholik dikenal ketika para kriminal, narapidana, dan orang-orang buangan dari Inggris tiba di tanah bagian selatan bumi itu. Agama pendatang diperkenalkan ke Australia melalui pemukiman Australia oleh Inggris Raya pada 1788.
Justru menurut sejarah perkembangan agama di Negeri Kangguru tersebut, Muslim di Australia diperkirakan sudah hadir sebelum pemukiman Eropa terbentuk. Beberapa pengunjung awal adalah Muslim dari Indonesia timur. Mereka, telah membangun hubungan dengan daratan Australia sejak abad ke-16 dan 17.
Menurut sejarah yang dipaparkan dari dokumen Departemen Hubungan Luar Negeri dan Perdagangan Australia, pengunjung Muslim awal adalah para pedagang dari Makassar. Nelayan dan pedagang kawasan tersebut tiba di pesisir utara Australia barat, Australia Utara dan Queensland. Mereka berdagang dengan penduduk sli dan mencari teripang yang mereka jual sebagai makanan di pasar Cina yang menguntungkan.
Bukti-bukti dari pengunjung awal itu dapat ditemukan pada kesamaan beberap kata bahasa Makassar dan Penduduk Asli Aborigin pesisir Australia. Beberapa lukisan gua Aborigin juga menggambarkan perahu Makassar, dan juga ditemukan beberapa peninggalan Makassar di pemukiman Aborigin.
Kemudian pada akhir dasarwarsa 1700-an, mulai berdatangan migran Muslim dari pesisir Afrika dan wilayah kolonial Inggri lain, baik sebagai pelaut maupun narapidana. Lalu pada 1800-an, populasi Muslim semi permanen pertama dalam jumlah cukup nyata terbentuk dengan kedatangan para penunggang unta. Mereka datang dari anak-benua India, dan Muslim generasi awal-awal tersebut memiliki peran vital dalam penjelajahan awal pedalaman Australia dan pembentukan layanan perhubungan.
Salah satu proyek besar melibatkan penunggan untan Afghanistan adalah pembangunan kereta api antara Port Augusta dan Alice Springs, yang dikenal sebagai Ghan. (Jalur kereta itu diteruskan hingga ke Darwin pada 2004).
Para penunggang unta ini juga memegang peranan penting dalam pembangunan telegrafi darat antara Adelaide dan Darwin, pada 1870-1872 yang akhirnya menghubungkan Australia dengan London lewat India.
Kehadiran kendaraan bermotor dan transportasi lori bermesin saat era revolusi industri menandai akhir pera penunggang unta. Beberapa muslim pulang kembali ke negara asal, sementara yang lain bermukim di daerah dekat Alice Springs, dan daerah lain di Australia utara. Banyak yang menikah dengan penduduk setempat. Sejak saat itu keturunan penunggang unta Afghanistan memiliki peran aktif dalam komunitas Muslim Australia.
Jumlah umat Islam era Australia modern meningkat cepat setelah Perang Dunia II. Pada 1947-1971 jumlah warga Muslim meningkat dari 2.704 menjadi 22.331 jiwa. Itu terutama dipicu oleh ledakkan ekonomi pasca perang yang membuka banyak lapangan pekerjaan. Banyak Muslim Eropa terutama Turki berbondong-bondong hijrah mencari kesempata baru di Australia.
Kemudian peristiwa tak kalah penting dalam perkembangan Islam di Australia adalah perpindahan pengungsi Muslim Bosnia dan Kosovo pada 1960-an.
Kini masyarakat Muslim Australia merupakan kelompok majemuk berasal dari kurang lebih 120 negara. Menurut data sensus pemerintah Australia 2006, jumlah umat Muslim mencapai 340 ribu jiwa dan 128.904, atau kurang lebih sepertiga lahir di Australia.
Ada sekitar 140 masjid dan mushola tersebar di penjuru Negeri Kangguru tersebut. Beberapa diantaranya dalam bandara, universitas, dan rumah sakit. Hanya saja, sebagai bentuk pembauran dengan masyarakat sekitar, tak ada satupun masjid yang mengumandangkan adhzan lewat pengeras suara, namun jadwal sholat diterbitkan secara luas termasuk lewat internet.
Masjid pertama dibangun di Maree, Australia Selatan, pada 1861, tak lama setelah kedatangan penunggang unta Afghanistan. Sedangkan masjid agung pertama dibangun di Adelaide pada 1890 dan satu lagi di Broken Hill (New South Wales) pada 1891.
Masyarakat Muslim Australia saat ini sebagian besar terkonsentrasi di Sidney dan Melbourne.
Harmoni dan Konflik.
Pemerintah Australia menjamin kebebasan beragama dalam pasal 116 Undang-Undang Dasar Australia, yang isinya melarang pemerintah federal untuk membuat undang-undang mendirikan agama, memaksakan ajaran agama, atau melarang pelaksanaan ajaran agama dengan bebas. Intinya semua warga Australia bebas menyatakan keanekaragaman pandangan selama mereka tidak memancing kebencian agama.
Kondisi kehidupan umat Muslim dan Kristen--sebagai agama mayoritas penduduk sebesar 64 %, relatif harmonis. Hanya saja kondisi berubah ketika peristiwa bom Bali dan tragedi WTC 11 September mencuat.
Sejumlah organisasi, salah satunya Muslimah Media Watch, menyatakan diskriminasi yang diterima umat Muslim, terutama wanita yang mengenakan jilbab lebih parah ketimbang sebelumnya.
Seperti yang diungkapkan Joumanah El Matra, Direktur Eksekutif dari Islamic Women’s Welfare Council, Victoria dalam wawancara dengan dengan bincang Radio Nasional Australia ABC, awal Januari lalu. "Kami mengalami isu rasial dan diskriminasi serius. Banyak non Muslim yang menganggap kami penuh kelompok kekerasan dan akibatnya memperlakukan kami dengan penuh diskriminatif" ujarnya.
"Semua muslim dianggap setuju terhadap sejumlah tindakan teroris, sehingga komunitas Muslim menjadi target," kata El Matra,
Ia juga mengungkapkan sekarang ada beda jauh antara generasi yang lahir pasca traged WTC dan sebelum tragedi terjadi. "Sangat sulit bagi generasi saat ini untuk bisa berpijak pada hubungan antar komunitas seperti yang terjadi sebelum 11 September. Mereka kini tumbuh besar dalam lingkungan dimana nilai-nilai mereka dianggap negatif, tak berimbang, sangat jauh dengan budaya Australia yang dikenal orang-orang sebelum tragedi terjadi," ujarnya.
Namun meski sejumlah diskriminasi dan tindakan rasial berlangung, tak lantas membuat semua hubungan muslim dengan masyarakat seluruhnya memburuk. Masih ada celah positif, dimana umat Muslim melakukan sesuatu untuk mempromosikan Islam, Beberapa contoh adalah Federasi Dewan Islam Australia, yang sekaligus anggota Kemitraan Organisasi Keagamaan Australia (APRO).
Lembagai ini, menghubungkan kelompok-kelompok, keagamaan dengan kelompok multi budaya dan migran. Lalu ada pula Pusat Dialog di Universitas La Trobe, Melbourne dan Dewan Islam Viktoria yang mendapat dukungan dari pemerintah negara bagian. Mereka bergabung mendirikan loka karya bagi para pemimpin Muslim muda untuk bertemu pengambil keputusan, dan mengembangkan ketrampilan pembelaan mereka.
Bahkan pada penguhujung tahun ini, Australia akan menjadi tuan rumah Parlemen Agama Dunia, tepatnya di Melbourne. Delegasi muslim sebanyak 8.000 hingga 12.000 orang diharapkan hadir dalam pertemuan akbar tersebut di kota yang dikenal lama sebagai kota multi budaya, multi bahasa, dan multi agama./berbagaisumber/itz
0 Komentar