Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Vaksin Masih Perlukah?

Pengamat Kesehatan:
Ummu Salamah, Nabawi Medical Center

Sehubungan dengan adanya penyakit-penyakit yang berkembang saat ini dan
telah beredarnya pemahaman metode kedokteran yang disebar luaskan oleh
metode kedokteran barat maka sebagai umat muslim sangat prihatin sekali
dengan kondisi ini.

Metode kesehatan ala modern dengan teori trial and error mengatakan bahwa,
penyakit itu bisa disembuhkan bila disuntikkan virus dan bakteri yang
bersumber dari penyakit, agar manusia kebal. Sehingga manusia dapat
melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum Allah, tetapi tidak
terkena penyakitnya. Contohnya, agar anak-anak tidak terkena penyakit kelamin/HIV atau penyakit kelamin lainnya ketika mereka melakukan sex bebas, maka disuntikkan vaksin HIV pada usia anak-anak.


Itulah yang dikutip dari buku "What your doctor may not tell you about
children's vaccination", oleh Stephanie Cave & Deborah Mitchell, keduanya
dokter dari Amerika. Sentra pengendalian penyakit di AS, pada februari 1997
(ACIP) dari CDL, berkumpul untuk membuat kebijakan vaksin bagi AS. Neal
Haley MD, ketua komite penyakit menular dari Akademi AS untuk dokter spesial
anak, mengajukan topik vaksin HIV. Ia mengatakan "kami sungguh-sungguh
melihat bahwa usia 11 s/d 12 tahun sebagai usia target vaksin guna
pencegahan penyakit seksual".

Jadi orang tua dari para bayi, balita atau anak kecil akan segera menghadapi
kemungkinan mendapat vaksin HIV untuk anak-anak. Vaksin ini dimaksudkan
untuk mencegah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti
khlamidia, herpessimpleks, neisseria gonorhea, HIV/AIDS dll.

Jadi pemikiran mereka, jika tubuh manusia disuntikkan virus yang dilemahkan,
maka tubuh akan melakukan anti body terhadap virus tadi. Virus yang
disuntikkan ke tubuh itu adalah virus yang diambil dari cairan darah orang
yang terkena penyakit AIDS/HIV, Hepatitis B, Herpes, dll, yang melakukan sex
bebas, peminum alkohol, narkotika dan perbuatan-perbuatan yang melanggar
hukum Allah. Lalu dibiakkan di media-media seperti ginjal kera, lambung
babi, ginjal anjing, sapi anthrax, menggunakan jaringan janin manusia yang
digugurkan, ditambahkan merkuri/timerosal/air raksa atau logam berat sebagai
bahan pengawetnya. Vaksin-vaksin yang dihasilkan antara lain adalah vaksin
polio, MNR, rabies, cacar air dll.

Celakanya bayi-bayi tak berdosa yang tidak melakukan kerusakan, pelanggaran
terhadap hukum Allah, sengaja diberikan virus-virus itu, dengan pemikiran
agar anak-anak itu kebal. Sehingga ketika melanggar hukum allah,
dimungkinkan tidak terkena azab-Nya. Celakanya pula, ini diberikan kepada
anak-anak muslim.

Sebenarnya vaksin-vaksin ini juga telah banyak memakan korban anak-anak
Amerika sendiri, sehingga banyak terjadi penyakit kelainan syaraf, anak-anak
cacat, autis, dll. Tetapi penjualan vaksin tetap dilakukan walau menimba
protes dari rakyat Amerika. Hanya saja satu alasan yang negara Amerika
pertahankan, yaitu bahwa vaksin adalah bisnis besar. Sebuah badan peneliti
teknologi tinggi internasional yaitu Frost & Sullivan, memperkirakan bahwa
pangsa pasar vaksin manusia dunia akan menguat dari 2,9 miliar USD tahun
1995, melonjak menjadi lebih dari 7 miliar USD tahun 2001.

Ini diambil dari ideologi kapitalis yang mereka emban, hingga membunuh bayi,
anak-anak atau manusia lain, mereka lakukan demi uang dan kekuasaan.

Ketika anak-anak terimunisasi, mulailah jerat obat-obatan produk AS
membanjiri negeri-negeri muslim yang tunduk pada AS dan membiarkan rakyatnya
sendiri teracuni akibat pemikiran kapitalis AS. Obat-obat beracun yang mahal
harganya ini praktis menguras keuangan orang-orang muslim, teracuni
obat-obat kimia sintetis termasuk benda-benda haram, agar doa-doa orang
miskin tertolak oleh Allah swt. Ini semua akibat kebodohan orang-orang
muslim, yang tidak percaya kepada metode kesehatan menurut Rasulullah SAW,
yaitu Atibunabawy.

Dalam hal obat-obatannya, pengobatan atibunabawy yang murni alami, tidak
boleh dicampur adukkan dengan pengobatan yang menggunakan bahan kimia
sintetis (QS. 2:42). Tetapi dalam hal teknologi misalnya alat-alat
radiologi, stetoskop, bladpressure (alat pengecekan tekanan darah) dll,
boleh saja kita gunakan. Jadi Indonesia membutuhkan rumah sakit dengan
peralatan canggih, tetapi obat-obatan menggunakan yang alami dan bukan dari
barang/benda haram.

Jemaah haji Indonesi juga diwajibkan divaksin dengan vaksin miningitis.
Dimana keharusan ini adalah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, yang
berada dibawah naungan WHO dan PBB. Menurut informasi yang di dapatkan dari
Departemen Kesehatan RI bahwa vaksin miningitis ini adalah salah satu syarat
untuk melaksanakan ibadah haji. Jadi setiap calon jemaah haji akan
mendapatkan sertifikat telah tervaksin/terimunisasi. Kalau tidak maka tidak
diberangkatkan. Apakah ini tidak berlebihan?

Apakah vaksin miningitis? Vaksin ini diberikan dengan maksud (menurut
mereka) untuk melindungi jemaah haji indonesia dari penyakit meninglokal,
yang disebabkan oleh organisme Neisseria meningitis yang menyebabkan infeksi
pada selaput otak dan meningokomeia atau infeksi darah atau keracunan darah,
yang penyebarannya melalui bersin batuk dan bicara.

Vaksin yang disuntikan ke tubuh calon jemaah haji ini adalah bakteri
meningokokus yang awalnya diambil dari cairan darah orang amerika yang
terkena meningitis. Bakteri ini timbul karena pola kebiasan meminum alkohol
dan perokok aktif dan kehidupan malam yang serba bebas. Vaksin ini tidak
juga memberikan perlindungan utuh. Vaksin ini hanya mengurangi resiko
penyakit meningokal yang disebabkan oleh Serogroup A, C, Y dan W 135.
Sehingga 30% perkiraan kasus penyakit tetap terkena pada seluruh kelompok
usia. Vaksin efektif hanya untuk 3 s/d 5 tahun. Vaksin ini mengandung
timerosal/air raksa sebagai bahan pengawet serta merupakan salah satu bahan
pencetus kanker (karsinogen) dan kelainan-kelainan syarat, sehingga
berdampak buruk pada sel-sel otak dan organ-organ tubuh jemaah haji.
Beberapa jamaah haji Indonesia mengalami gejala-gejala seperti biru-biru di
seluruh tubuh, jantung berdebar-debar, nyawa seperti melayang, rasa
ketakutan, pusing, mual, setelah divaksin.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah vaksinasi merupakan rukun haji? Kini
vaksin tersebut dapat menyebabkan seseorang batal berangkat haji.
Kedudukannya sudah melebihi rukun dan wajib haji. Ada apa sebenarnya di
balik itu semua?
http://www.halalmui.or.id/?module=article⊂=article&act=view&id=129

Posting Komentar

0 Komentar