DR. H. Moh Abdul Kholiq Hasan, Lc, M.A. M.Ed
Al-Qur’an merupakan kitab wahyu yang diturunkan oleh Pencipta Alam yang berisi pesan abadi dan universal. Muatannya tidak terbatas pada tema atau kajian tertentu, tetapi berisi keseluruhan sistem hidup. Mencakup spektrum permasalahan yang utuh, yang dimulai dari perintah dan larangan, hak dan kewajiban, kejahatan dan hukuman, ajaran tentang masalah pribadi dan sosial serta lain-lain. Cara Al-Qur’an mengungkapkan isinya juga bervariasi, seperti melalui sindirian, peringatan, teguran secara langsung dan tegas, atau melalui kisah umat masa lampau agar menjadi pelajaran bagi umat berikutnya.
Petunjuk di dalamnya pun tidak hanya terbatas untuk umat Islam semata, namun orang-orang non-Islam pun juga menjadi obyek seruan ajarannya. “Karenanya, tidak heran jika sejak turunnya hingga kini, ghiroh manusia tak pernah surut mengkaji isinya, baik dari kalangan umat Islam sendiri maupun dari orang-orang orientalis,”tegas DR. Hasan, doktor tafsir dari Islamic Science University, Sudan.
Istimewanya, kata Hasan, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang memiliki karakteristik bahasa yang sangat bermutu. “Karena Al-Qur’an diperuntukkan untuk seluruh manusia, maka bahasa yang digunakan tentu bahasa yang punya banyak kelebihan, yaitu bahasa Arab,”jelasnya.
Padahal menurut Anggota Komisi Fatwa MUI, Surakarta ini, Al-Quran itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa Arab saja, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman. Namun karena keistimewaan bahasa Arab, Allah SWT berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa tersebut lewat Al-Quran Al-Kariem.
“Allah bukan tidak tahu kalau manusia itu memiliki ribuan jenis bahasa. Namun Dia telah menetapkan bahwa hanya ada satu bahasa yang digunakannya untuk memberi petunjuk bagi seluruh manusia, yaitu bahasa Arab,” jelasnya.
Bahkan, lanjut Hasan, Allah SWT telah menetapkan cara manusia berkomunikasi dengan-Nya lewat ibadah shalat dengan bahasa Arab. Shalat menjadi tidak sah jika tidak menggunakan bahasa Arab, meski bukan berarti Allah SWT tidak mengerti selain bahasa Arab. Namun Allah SWT sengaja menetapkan bahasa ini sebagai bahasa shalat kepada-Nya.
“Jika kita gali, masih banyak keistimewaan bahasa Arab,”jelas dosen Pasca Sarjana Univesitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta ini. Diantara kelebihan itu antara lain bahasa Arab memiliki kosa kata dan perbendaharaan yang sangat luas dan banyak. Bahkan para ahli bahasa menuturkan, bahasa ini memiliki sinonim yang paling menakjubkan. Kata unta yang dalam bahasa Indonesia hanya ada satu padanannya, ternyata punya 800 padanan kata dalam bahasa Arab, yang semuanya mengacu kepada satu hewan unta. Sedangkan kata 'anjing' memiliki 100-an padanan kata.
“Fenomena seperti ini tidak ada dalam bahasa lain di dunia ini,” terang lulusan S2 Bahasa Arab, Institut Liga Arab Khortoum, Sudan ini. Kekayaan itu disebabkan faktor usia bahasa Arab yang sangat tua, namun tetap digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari hingga hari ini. “Dengan alasan ini maka wajar pula bila Allah SWT memilih bahasa Arab sebagai bahasa yang dipakai di dalam Al-Quran,” terangnya.
“Keistimewaan lainnya, bahasa Arab merupakan bahasanya penduduk surga, sebagaimana diterangkan oleh nash,” tegasnya.
Kepada majalah Suara Hidayatullah, beberapa waktu lalu Dewan Penasehat DDII Jawa Tengah ini menjelaskan dengan gamblang hubungan bahasa Arab dengan Al-Qur’an, pentingnya menguasai kaidah bahasa Arab sebelum menafsirkan Al-Qur’an dan lan-lain. Berikut hasil wawancaranya yang dikutip InpasOnline.com
Kenapa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab?
Menurut saya, itu hak Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan kitab-Nya dalam bahasa apapun. Tetapi kita harus yakin bahwa setiap sesuatu yang diturunkan oleh-Nya, pasti ada hikmahnya. Allah tahu persis kedudukan bahasa Arab ketika itu. Dalam buku-buku sejarah Arab disebutkan bahwa bahasa Arab waktu itu telah mencapai qimmah-nya (kejayaannya). Ia sudah matang dari segi grammer-nya, mufrodad-nya, uslub (gaya bahasa)-nya serta balagho-nya. Meski begitu, bahasa Arab yang digunakan Al-Qur’an jauh lebih tinggi dibanding bahasa Arab yang berkembang di masyarakat Arab jaman itu. Para ahli syi’ir bangsa Arab terheran-heran dan takjub dengan bahasa yang digunakan Al-Qur’an. Mereka tidak mampu menandingi keindahannya. Ini merupakan salah satu i’jaz (mukjizat) Al- Qur’an dari segi bahasanya. Jadi Allah menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab bukan tanpa alasan. Allah jelas lebih tahu bahwa bahasa yang terbaik dan sudah matang ketika itu adalah bahasa Arab.
I’jaz bahasa yang lain dari Al-Qur’an seperti apa?
Kalau orang Arab mukjizatnya dari segi sastranya. Sedang untuk orang non Arab adalah ma’ani-nya (petunjuk-petunjuknya). Seringkali kita mendengar orang masuk Islam karena mendengar bacaan Al-Qur’an. Padahal ia sama sekali tidak mengerti dan tidak paham bahasa Arab. Ini artinya, meski ada yang tidak memahami keindahan tata bahasanya, namun dari bacaannya saja sudah terasa keindahannya Al-Qur’an yang menyentuh kalbu dan enak didengar.
Salah satu persoalan yang sampai sekarang masih diperdebatkan, dan ini dijadikan alat oleh orientalis untuk menjatuhkan Al-Qur’an, yaitu adanya serapan kosakata dari bahasa asing yang dipakai Al-Qur’an. Bagaimana tanggapan Anda?
Adanya fenomena unsur serapan dari bahasa lain, sama sekali tidak mengganggu identitas suatu bahasa. Al-Quran tetap saja dikatakan berbahasa Arab, meski ada beberapa istilah yang oleh para ahli sejarah bahasa dikatakan bukan sebagai asli dari bahasa Arab.
Orang-orang Arab saat di mana Al-Qur’an diturunkan sudah menganggapnya bagian dari bahasa Arab. Walau para ahli sejarah bahasa bilang bahwa kata tersebut berasal dari unsur serapan dari bahasa lain.
Sedang serapan dari bahasa lain adalah hal yang sangat lumrah dan pasti terjadi pada semua bahasa. Karena pada dasarnya, menurut para ahli bahasa, antara satu bahasa dengan bahasa lain saling terkait secara historis. Bahkan sebenarnya, menurut mereka, tiap-tiap bahasa punya induk dan tiap-tiap induk sebenarnya berasal dari satu sumber.
Maka bila dalam bahasa yang digunakan oleh orang Arab, ada terdapat satu dua kosa kata yang merupakan serapan dari bahasa lain, sangat logis dan masuk akal.
Malahan, boleh dibilang tidak ada satu pun bahasa di dunia ini yang tidak punya unsur serapan dari bahasa lain. Di dalam bahasa Arab, ada beberapa unsur serapan dari bahasa lain termasuk bahasa Inggris. Dan sebaliknya, di dalam bahasa Inggris pasti terdapat begitu banyak serapan dari bahasa Arab. Jadi ada interaksi diantara bahasa-bahasa di dunia. Jika tidak ada interaksi maka bahasa itu akan mati.
Seberapa penting pemahaman bahasa Arab sebelum memahami Al-Qur’an?
Sangat penting. Bahkan menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang hendak memahami Al-Qur’an agar menguasai bahasa Arab terlebih dahulu. Seorang tabi’in bernama Mujahid pernah mengatakan,”Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berbicara mengenai sesuatu yang terdapat dalam Al-Qur’an sedang ia tidak paham bahasa Arab,”. Ini artinya, hukumnya haram bagi seseorang yang tidak menguasai bahasa Arab dengan baik tapi berani berpendapat tentang sesuatu yang ada dalam Al-Qur’an.
Persolannya sekarang ini banyak orang yang pemahaman bahasa Arabnya minim tapi sudah berani menafsirkan Al-Qur’an?
Ini karena mereka menganggap Al-Qur’an bukan sebagai kitab suci. Kalam Allah itu disamakan dengan teks-teks lain seperti koran. Padahal ada tata caranya bagaimana berinteraksi dengan Al-Qur’an itu. Tidak seenaknya memahami Al-Qur’an seperti yang di kehendakinya. Orang yang seenaknya memahami Al-Qur’an resikonya sangatlah besar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, Rasulullah telah mengancam orang-orang seperti itu supaya bersiap-siap masuk neraka.
Artinya, sebelum menafsirkan Al-Qur’an, penguasaan bahasa Arab dengan baik itu mutlak ?
Oh, iya. Komponen dalam bahasa Arab itu kan banyak. Komponen itu harus dikuasai dengan baik sebelum memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Diantaranya harus menguasai nahwu-shorof untuk mengetahui perubahan kalimat. Kemudian asalibul (talisitas) bahasa Arab untuk mengetahui gaya bahasa (balaghah) supaya bisa mengetahui kalimat majaz (arti yang tidak sebenarnya) dan isti’aroh (peribahasa)-nya.
Selain itu harus menguasai ilmu dilalah atau mahfumu nusus (pemahaman khusus). Misalkan, dalam Al-Qur’an kata perintah tidak semuanya menunjukkan kata wajib. Lalu juga harus menguasai ilmu tarakib (susunan kalimat).
Ilmu-ilmu ini setidaknya harus dikuasai sebelum memahami atau menafsirkan Al-Qur’an. Kalau tidak maka pemahaman atau penafsirannya pasti ngawur dan tidak bisa dipertangungjawabkan secara ilmiah.
Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang seperti itu?
Kalau ingin selamat dari api neraka, lebih baik kita jauhi orang seperti itu. Kaum Muslimin harus hati-hati dengan orang-orang yang minim pemahaman bahasa Arabnya tapi sudah berani menafsirkan Al-Qur’an. Hendaklah kita lebih takut kepada Allah dan Rasul-Nya daripada mengikuti dan berguru kepada orang-orang seperti itu.
0 Komentar