Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Muslim Bulgaria Khawatir Kampanye Anti Islam


Dua puluh tahun lalu, Mustafa Yumer menyaksikan rejim komunis di Bulgaria melancarkan kampanye keji menumpas minoritas Muslim di negara yang terletak di Eropa Timur.

Kini, ia dan banyak orang khawatir bila mimpi buruk itu bakal menghantui umat Islam kembali.

"Kami semua sangat prihatin," ujar filosof Muslim berusia 65 tahun. Yumer termasuk seorang tokoh yang menggerakkan aksi perlawanan dan mogok makan melawan rejim komunis yang memaksa umat Islam untuk menggunakan nama-nama etnis Bulgaria pada 1989.

Retorika anti-Muslim yang digaungkan kubu sayap kanan dan ultranasionalis semakin menguat di Bulgaria, khususnya menjelang pemilu 5 Juli nanti.

"Orang-orang khawatir pada kubu sayap kanan yang ingin melihat Bulgaria menjadi sebuah bangsa dengan satu etnis," kata Yumer.

Banyak politisi sayap kanan melancarkan kampanye xenofobia yang keras dengan sasaran komunitas Muslim. Mereka menuding umat Islam sengaja menciptakan kantong-kantong otonomi dan pemukiman mereka menjadi sarang Islam radikal.

Para pakar juga mengkhawatirkan peningkatan retorika anti-Muslim sengaja menggunakan kebencian etnis, ini merupakan cara lama yang pernah diderita rakyat setempat puluhan tahun lalu. Rezim komunis, yang kolaps pada 1989, telah melarang umat Islam untuk mempraktekkan ibadah dan memaksa mereka untuk mengadopsi nama-nama Slavonic.

Bulgaria adalah satu-satunya negara di Uni Eropa dimana umat Islam bukanlah merupakan imigran yang hijrah ke negara itu dalam beberapa tahun ini, namun sudah merupakan komunitas lokal sejak berabad-abad lalu.

Kebanyakan dari mereka adalah keturunan etnis Turki dari Kesultanan Ottoman yang memasuki Eropa. Umat Muslim mewakili 12 persen dari 7,6 juta warga Bulgaria.

Masyarakat Muslim hidup berdampingan dengan umat Kristen dari Gereja Ortodoks secara harmonis selama ratusan tahun dalam kebudayaan yang disebut 'komshuluk' atau hubungan bertetangga.

Banyak orang khawatir bahwa retorika anti-Muslim akan semakin melukai minoritas Muslim dan memicu sengketa etnis dan agama. Sejak dua tahun terakhir ini terjadi lebih dari 100 insiden perusakan masjid dan gedung Muslim lainnya.

Para gadis Muslim dilarang memakai jilbab di sekolah dan perguruan tinggi.

Pada Maret lalu, pihak berwajib menginvestigasi seorang walikota lokal dan seorang guru agama Islam dari Dewa Ribnovo dengan kecurigaan menerima dana dari Arab Saudi untuk menyebarkan Islam radikal. Mereka berdalih mendapatkan keluhan dari seorang politisi sayap kanan.

Sejauh ini tak satu pun tuduhan diajukan ke pengadilan. Namun kasus ini ramai dibicarakan di media massa dan situs di internet serta penyedia berita lain dengan berbagai pesan anti-Muslim seperti 'Bulgaria untuk orang Bulgaria'. [iol/www.hidayatullah.com]

Posting Komentar

0 Komentar