Akibat kasus vaksin meningitis, membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pihak pesakitan. Beberapa pihak di luar wilayah MUI bahkan ikut-ikutan menfatwakan kehalalan vaksin yang tengah menjadi polemik ini.
Padahal, urusan kehalalan atau keharaman suatu zat itu adalah hak ulama. Pernyataan ini disampaikan pakar hukum Islam, Dr. Zein An-Najah. “Tidak etis orang-orang di luar ulama ikut-ikutan menfatwakan halal. Bukan pada proporsinya, karena urusan halal dan haram itu hak para ulama,” tegasnya kepada www.hidayatullah.com.
Doktor lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini mengatakan, boleh saja pihak lain membantu menjelaskan kandungannya. Namun jika sudah memasuki ranah halal dan haram, serta persoalan fatwa hal itu wilayah ulama.
Meskipun demikian, Zain juga menegaskan, jika MUI mengeluarkan fatwa haruslah berdasarkan dua hal. Yakni berdasarkan dalil dan berdasarkan realita atau fakta.
Saat ditanya sejauh mana akurasi fatwa MUI dalam kasus vaksin, Zain mengatakan, berdasarkan cara, dimana MUI telah menggunakan prosedur dan kode etik yang jelas, di antaranya dengan menggunakan lembaga auditornya, LPPOM-MUI yang didukung tim ahli berkompeten, apa yang dilakukannya sudah benar. “Jadi, fatwa MUI tersebut sudah bisa dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.
Ketika ditanya soal independensi lembaga MUI, Zain mengatakan, setahunya pihak MUI, atau dalam hal ini LPPOM MUI, adalah lembaga auditor produk halal independen yang tidak ditunggangi kepentingan luar atau pihak manapun.
“Lembaga lain boleh jadi tidak independen dan diduga rawan muatan politis dan ekonomi. MUI insya Allah tidak,” ungkapnya.
0 Komentar