Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
ISLAM adalah satu-satunya agam wahyu (dīn al-waḥy)
yang diakui oleh Allah (inna al-dīn ‘inda Allāh al-Islām). Oleh karena
itu, siapa saja yang mencari agama selain Islam akan “ditolak” dan di
Akhirat akan menjadi orang-orang yang merugi (Qs. 3: 19, 85). Kewahyuan
Islam inilah yang menjadikan agama-agama lain ‘geram’ bahkan marah,
khususnya kaum Yahudi. Meskipun pada awalnya kaum Yahudi sangat
menantikan seorang nabi yang diutus oleh Allah di akhir zaman.
Kebencian Yahudi
Sejak awal, kaum Yahudi memang penganut agama yang paling tidak suka
kepada Islam. Padahal mereka sangat menantikan seorang nabi yang akan
menggantikan Musa dan ‘Isa.
Tujuan mereka sangat sederhana: untuk mengalahkan musuh-musuh mereka
dari kalangan orang-orang kafir (Qs. 2: ). Oleh Imam al-Syahrastānī
(479-548 H) dalam al-Milal wa al-Niḥal disebutkan bahwa: nenek-moyang
kaum Yahudi telah membangun benteng-benteng (al-ḥuṣūn wa al-qulā‘) dekat
kota Madinah untuk membela dan menolong (dakwah) Rasulullah saw., nabi
akhir zaman. Kaum Yahudi diperintahkan untuk datang ke Madinah dari Syām
untuk menempati benteng-benteng yang sudah dibangun itu. Sampai ketika
Nabi Muḥammad saw.
menyampaikan dan memberitakan kebenaran di Fārān (satu gunung di
Ḥijāz) yang kemudian hijrah ke negeri hijrahnya, Yatsrib, kaum Yahudi
meninggalkannya dan ingkar janji untuk membelanya. Maka Allah menurunkan
Qs. 2: 89 (Abū al-Fatḥ Muḥammad ‘Abd al-Karīm ibn Abī Bakr
al-Syahrastānī, al-Milal wa al-Niḥal, ed. Ṣidqī Jamīl al-‘Aṭṭār
(Beirut-Lebanon: Dār al-Fikr, 1422 H/2002 M), hlm. 169).
Jadi, kaum Yahudi memang memanjatkan doa kepada Allah, “Allāhumma
unṣurnā ‘alaihim bi al-nabiyy al-mab‘ūts ākhir al-zamān” (Ya Allah,
menangkanlah kami dalam menundukkan kaum kafir dengan seorang nabi yang
diutus di akhir zaman). Namun ketika nabi itu hadir (diutus) mereka
mengingkarinya karena dengki dan takut mememang tampuk kekuasaan
(al-riyāsah). Maka laknat Allah bagi orang-orang yang kufur (ingkar
kepada janji) (Imam Jalāl al-Dīn Muḥammad ibn Aḥmad ibn Muḥammad
al-Maḥallī & Imam Jalāl al-Dīn ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr
al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālain, taṣḥīḥ dan komentar: Muḥammad Dzulkiflī
Zain al-Dīn al-Waṭanī (Jakarta: Dār al-Kutub al-Islāmiyyah, 1432 H/2011
M), hlm. 34-35).
Lebih dari itu, kaum Yahudi berusah untuk “membunuh” Nabi Muḥammad
saw. Diantara orang-orang yang berambisi membunuh beliau adalah: ‘Amr
ibn Jaḥḥāsy al-Naḍrī al-Yahūdī, Syaibah ibn ‘Utsmān ibn Abī Ṭalḥah, para
rabbi Yahudi Banī al-Naḍīr, upaya membunuh Nabi saw. di malam Hijrah
dari Makkah ke Madinah, Ṣafwān ibn Umayyah, Surāqah ibn Mālik
al-Madlajī, Ummu Qurfah (Fāṭimah binti Rabī‘ah ibn Badr), ‘Āmir Ṣa‘ṣa‘ah
dan Arbad ibn Qais, dan Tsumāmah ibn Atsāl. Namun seluruhnya gagal,
karena Rasulullah saw. terus dijaga oleh Allah swt. (Lihat, Maḥmūd
Naṣṣār & al-Sayyid Yūsuf, Muḥāwalāt Ightiyāl al-Nabiyy wa Fasyaluhā
(Beirut-Lebanon: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, ttp).
Ketika ‘pembunuhan’ secara fisik tidak berhasil, kaum yang memusuhi
Islam – baik Yahudi maupun Kristen – berusaha merusak citra ajaran Islam
dari dalam. Maka muncullah berbagai tulisan yang berbau tudingan dan
tuduhan bahwa ajaran Islam tidak original: tidak asil tetapi jiplakan
dari agama lain, khususnya Yahudi dan Kristen. (Lihat, Robert Spencer,
The Truth About Muhammad: Founder of the World’s Most Intolerant
Religion (Washington: Regnery Publishing, Inc., 2006. Lihat juga, Ibn
Warraq, Why I Am Not a Muslim? (New York: Prometheus Books, 1995). Namun
pemikiran model ini sudah lama diketahui dan diluruskan oleh para
ulama’ Muslim, baik klasik maupun kontemporer. Semuanya menegaskan bahwa
Islam bukan hasil ‘jiplakan’ dari agama lain. Islam adalah wahyu dari
Allah swt. (Lihat, Moustafa Zayed, The Lies about Muhammad: How You Were
Deceived into Islamophobia (USA: Lexington, 2010).
Hagarisme: Citra Buruk Islam
Upaya untuk memperburuk Islam terus bergulir, sejurus dengan
banyaknya orang mulai mengenal kemuliaan Islam sebagai agama sekaligus
peradaban. Berbagai cara dan upaya dilakukan, termasuk membuat jargon
dan opini publik. Salah satunya adalah memunculkan ide “Hagarism”
(diambil dari Hagar atau Hajar, ibunda nabi Ismā‘īl). Ide ini, misalnya,
dicetuskan oleh Patricia Crone & Michael Cook lewat buku mereka
Hagarism: the Making of the Islamic World (New York: Cambridge
University Press, 1977). Di dalam buku ini disebutkan bahwa “A false
prophet has appeared among the Saracens…” (hlm. 4). Nabi Muḥammad juga
dijuluki sebagai imposter, pembawa pedang (“kekerasan”) dan lain
sebagainya.
Dalam buku di atas juga disebutkan bahwa kata Hagarism dihubungkan
dengan suku-suku Hagarene yang ada di Semenanjung Arabia pada abad ke-7.
Juga dikaitkan dengan seorang budak dari Mesir (yang diperistri oleh
nabi Ibrahim), Hagar (Islam: Hājar). Menurut penulisnya, kebangkitan
Islam dipengaruhui oleh doktrin messianisme Yahudi, yang beraliansi
dengan Yahudi, yang berusaha untuk memproklamirkan ‘Tanah yang
Dijanjikan’ (the Promised Land). Lebih dari itu, penulisnya menyatakan
juga bahwa kitab suci Al-Qur’an merupakan ‘produk’ abad ke-8, yang
merupakan hasil campur-aduk dari Yahudi-Kristen (Judeo-Christian) dan
sumber-sumber Timur Tengah (Middle-Eastern). Pandangan ini mirip dengan
pendapat Ibn Warraq dalam The Origins of The Koran: Classic Essays on
Islam’s Holy Book (New York: Prometheus Books, 1998).
Selain itu, kesan yang ingin dimunculkan lewat kata ‘Hagarisme’
adalah: umat Islam itu agama yang mengajarkan kekerasan. Selain kata
“keturunan budak yang liar, binal dan nakal” benar-benar dinisbatkan
kepada nabi Ismā‘īl. Jadi, umat Islam bukan keturunan mulia, karena
nenek-moyangnya adalah seorang budak. Padahal ayat-ayat Bible yang
menyatakan bahwa Hagar (Hajar) seorang budak banyak yang disalahpahami
oleh kaum Yahudi, juga oleh kaum Kristen. Tujuannya hanya untuk
mendiskreditkan umat Islam.
Padahal, keturunan nabi Ismā‘īl telah menjelma menjadi satu kerajaan
(kingdom) umat yang disebut kaum Muslimin. Satu perjanjian yang telah
digenapi oleh Allah, seperti yang tercantum dalam Bible. Hanya saja kaum
Yahudi tidak mengakuinya. Bagi mereka, umat Islam adalah umat ‘budak’
alias hamba-sahaya. Untuk itu, sangat wajar jika hari ini umat Islam
‘diperbudak’, dijajah dan ditipu-daya demi kepentingan Yahudi.
Tujuannya: agar Yahudi menjadi penguasa tunggal, yang mampu menguasa
dunia. Dan dunia itu harus tanpa Islam, tanpa Al-Qur’an dan tanpa umat
Islam. Tapi anehnya, masih banyak umat Islam yang belum terbangun dari
tidur panjangnya. Mereka tidak merasa bahwa mereka tengah dijajah dan
diperbudak oleh kaum Yahudi dalam berbagai lini. Wallāhu a‘lamu bi al-ṣawāb!
Penulis adalah pengajar di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah,
Medan, Sumatera Utara. Penulis buku “Salah Paham tentang Islam: Dialog
Teologis Muslim-Kristen di Dunia Maya” (2012)


0 Komentar