Written by Adian Husaini - adianhusaini.com
Belum lama terjadi gencatan senjata
Israel dan Hamas, dunia tiba-tiba dikejutkan dengan rencana Israel untuk
membangun 3.000 permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem. Dunia
pun tersengat. Bahkan, sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat,
menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana Israel itu. Metrotvnews.com
(30/11/2012) melaporkan, bahwa Gedung Putih mengecam keputusan Israel
itu. AS menyebut rencana pembangunan 3.000 rumah baru pemukim di
Yerusalem Timur dan Tepi Barat sebagai "kontraproduktif" dan akan
mempersulit pembukaan kembali perundingan perdamaian.
Sebelumnya, Israel mengungkapkan
rencana-rencana pembangunan rumah baru itu setelah Palestina memperoleh
pengakuan sebagai negara non-anggota di PBB. Menurut seorang pejabat
Israel kepada AFP, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan
membangun 3.000 rumah sebagai tanggapan atas keberhasilan Palestina di
PBB. Sekjen PBB Ban Ki Moon juga mengecam rencana Israel dan
menyebut tindakan itu melanggar hukum internasional. Inggris dan
Perancis sampai memanggil Duta Besar Israel di negara masing-masing.
Dunia Islam tentu saja lebih keras lagi mengecam aksi Israel.
Tapi, seperti biasa, Israel terus
membandel. Negara Yahudi ini seperti tak menggubris semua protes yang
ditujukan kepadanya. Situs sahabatalaqsha.com melaporkan,
Perdana Menteri Zionis Israel’ Benjamin Netanyahu semakin tidak peduli
pada kritik dan kecaman masyarakat internasional. Maan News
melaporkan, kemarin (2/12/2012) Netanyahu menyatakan pihaknya akan tetap
membangun 3.000 unit rumah baru bagi pemukim ilegal Yahudi di atas
tanah Palestina. “Kami akan melakukan pembangunan di Yerusalem dan
tempat-tempat lainnya yang berada dalam peta strategis ‘Israel’,” ujar
Netanyahu.
Keputusan pembangunan itu diungkapkan
setelah PBB menaikkan status Palestina sebagai “negara pemantau
non-anggota” dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York. Melalui status
barunya ini, Palestina dapat bergabung dengan badan-badan PBB, terlibat
dalam perjanjian internasional serta memungkinkan Palestina menuntut
zionis ke pengadilan internasional.
Lupa sejarah
Keputusan Yahudi Israel untuk membangun 3.000 permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yeusalem – selain melanggar hukum internasional – juga membuktikan keserakahan kaum Yahudi Israel. Al-Quran sudah mengingatkan salah satu ciri yang menonjol pada kaum ini adalah serakah dan tamak terhadap dunia. “Dan kamu akan jumpai mereka adalah manusia-manusia yang paling tamak terhadap dunia, bahkan dibanding kaum musyrik… (QS 2:96).
Lupa sejarah
Keputusan Yahudi Israel untuk membangun 3.000 permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yeusalem – selain melanggar hukum internasional – juga membuktikan keserakahan kaum Yahudi Israel. Al-Quran sudah mengingatkan salah satu ciri yang menonjol pada kaum ini adalah serakah dan tamak terhadap dunia. “Dan kamu akan jumpai mereka adalah manusia-manusia yang paling tamak terhadap dunia, bahkan dibanding kaum musyrik… (QS 2:96).
Ketamakan Yahudi Israel itu juga
menunjukkan betapa mereka adalah kaum yang tidak tahu berterimakasih.
Mereka lupa, bahwa sebelum negara Yahudi Israel berdiri di Palestina, 14
Mei 1948, mereka adalah bangsa yang teraniaya di berbagai penjuru
dunia; terusir dari negeri mereka sendiri, dan kemudian selama beratus
tahun mendapatkan perlindungan dari kaum Muslimin di Andalusia dan Turki
Utsmani.
Yahudi Israel seperti lupa sejarah.
Selama beratus tahun, sejarah Eropa bergelimang dengan kisah penindasan
dan pembantaian Yahudi. Sejumlah Paus di Vatikan dikenal sangat
anti-Yahudi. Pada tanggal 17 Juli 1555, hanya dua bulan setelah
pengangkatannya, Paus Paulus IV, mengeluarkan dokumen (Papal Bull)
bernama “Cum nimis absurdum”. Paus menekankan, bahwa para
pembunuh Kristus, yaitu kaum Yahudi, pada hakekatnya adalah budak dan
seharusnya diperlakukan sebagai budak. Yahudi kemudian dipaksa tinggal
dalam ‘ghetto’, yang hanya memiliki satu pintu masuk. Yahudi dipaksa
menjual semua miliknya kepada kaum Kristen dengan harga sangat murah;
maksimal 20 persen dari harga yang seharusnya. Di tiap kota hanya boleh
ada satu sinagog. Di Roma, tujuh dari delapan sinagog dihancurkan. Di
Campagna, 17 dari 18 sinagog dihancurkan. Yahudi juga tidak boleh
memiliki Kitab Suci. Saat menjadi kardinal, Paus Paulus IV membakar
semua Kitab Yahudi, termasuk Talmud. Paus Paulus IV meninggal tahun
1559. Tetapi cum nimis absurdum tetap bertahan sampai tiga abad.
Sikap tokoh-tokoh Gereja semacam itu
terbukti sangat berpengaruh terhadap nasib Yahudi di wilayah Kristen
Eropa. Di Spanyol, misalnya, Yahudi sudah ada di wilayah ini, sekitar
tahun 300 M. Raja Aleric II (485-507), diilhami oleh Code of Theodosius,
memberikan batasan ketat terhadap Yahudi. Nasib Yahudi Spanyol semakin
terjepit, menyusul konversi Raja Recarred I (586-601) menjadi Katolik.
Sang Raja melakukan konversi itu pada The Third Council of Toledo (589),
dan kemudian menjadikan Katolik sebagai agama negara. The Council of
Toledo itu sendiri membuat sejumlah keputusan: (1) larangan perkawinan
antara pemeluk Yahudi dengan pemeluk Kristen, (2) keturunan dari
pasangan itu harus dibaptis dengan paksa, (3) budak-budak Kristen tidak
boleh dimiliki Yahudi (4) Yahudi harus dikeluarkan dari semua kantor
publik, (5) Yahudi dilarang membaca Mazmur secara terbuka saat upacara
kematian.
Dalam periode 612-620, banyak kasus
tejadi dimana Yahudi dibaptis secara paksa. Ribuan Yahudi melarikan diri
ke Perancis dan Afrika. Pada 621-631, di bawah pemerintahan Swinthila,
perlakuan Yahudi agak lebih lunak. Pelarian Yahudi kembali ke tempat
tinggalnya semula dan mereka yang dibaptis secara paksa kembali lagi ke
agama Yahudi. Tetapi, Swinthila ditumbangkan oleh Sisinad (631-636),
yang melanjutkan praktik pembaptisan paksa. Pada masa pemerintahan
Chintila (636-640), dibuatlah keputusan dalam The Six Council of Toledo
(638), bahwa selain orang Katolik dilarang tingal di wilayahnya. Euric
(680-687) membuat keputusan: seluruh Yahudi yang dibaptis secara paksa
ditempatkan di bawa pengawasan khusus pejabat dan pemuka gereja. Raja
Egica (687-701) membuat keputusan: semua Yahudi di Spanyol dinyatakan
sebagai budak untuk selamanya, harta benda mereka disita, dan mereka
diusir dari rumah-rumah mereka, sehingga mereka tersebar ke berbagai
profinsi. Upacara keagamaan Yahudi dilarang keras. Lebih dari itu,
anak-anak Yahudi, umur 7 tahun keatas diambil paksa dari orang tuanya
dan diserahkan kepada keluarga Kristen.
Di Perancis, Louis IX (1226-1270),
memerintahkan pengusiran semua orang Yahudi dari kerajaannya, sesaat
setelah Louis berangkat menuju medan Perang Salib. Perintah itu memang
tidak dijalankan dengan sempurna. Banyak orang Yahudi yang meninggalkan
Perancis kemudian kembali lagi. Tetapi, Philip the Fair (1285-1314)
kemudian memerintahkan semua Yahudi Perancis untuk ditangkap. Kemudian,
Raja Charles IV, kembali mengusir Yahudi Perancis pada tahun 1322.
Josephine Bacon mencatat pengusiran dan pembantaian orang-orang Yahudi
di Perancis dalam kurun tahun 800-1500. Tahun 1420, komunitas Yahudi
dimusnahkan dari Toulouse. Pada tahun yang sama, Yahudi juga diusir dari
Kota Lyon. Tahun 1321, 160 Yahudi dikubur dalam satu lobang di Kota
Chinon. Tahun 1394, seluruh Yahudi diusir dari Kota Sens. Pada tahun
1495, orang-orang Yahudi diusir dari Lithuania. Padahal di negara ini,
orang-orang Yahudi itu mengungsi dari persekusi kaum Kristen Barat,
karena mereka tidak menerima agama Kristen. Di Rusia, sebagai akibat
dari kebencian yang disebarkan oleh gereja Kristen Ortodoks Rusia, kaum
Yahudi dikucilkan dan diusir dari Rusia dalam kurun waktu mulai abad
ke-15 sampai dengan tahun 1722. Ketika itu, secara umum, bisa dikatakan,
tanah Kristen Eropa bukanlah tempat yang aman bagi kaum Yahudi.
Abad ke-15 menyaksikan pembantaian
besar-besaran kaum Yahudi dan Muslim di Spanyol dan Portugal. Pada tahun
1483 saja, dilaporkan 13.000 orang Yahudi dieksekusi atas perintah
Komandan Inqusisi di Spanyol, Fray Thomas de Torquemada. Selama puluhan
tahun berikutnya, ribuan Yahudi mengalami penyiksaan dan pembunuhan.
Jatuhnya Granada, pemerintahan Muslim terakhir di Spanyol, pada 20
Januari 1492, telah mengakhiri pemerintahan Muslim selama 781 tahun di
Spanyol. Kejatuhan Granada ke tangan Kristen ini dirayakan dengan
upacara keagamaan di seluruh Eropa. Kemudian, Paus mengundang seluruh
bangsa Kristen untuk mengirimkan delegasi ke Roma, guna mendiskusikan
rencana ‘crusade’ terhadap Turki Uthmani. Tahun 1494, pasangan Ferdinand
dan Isabella diberi gelar ‘the Catholic Kings’ oleh Paus Alexander VI.
Pasangan itu sebenarnya telah banyak melakukan pembantaian terhadap
Yahudi dan Muslim sejak dibentuknya Inquisisi di Castile dengan
keputusan Paus tahun 1478. Puncaknya adalah tahun 1492, saat mereka
memberikan pilihan kepada Yahudi: pergi dari Spanyol atau dibaptis.
Setelah jatuh ke tangan Kristen, kaum Muslim Granada (yang oleh diberi
sebutan Moors oleh kaum Kristen Spanyol) masih diberi kebebasan
menjalankan beberapa ritual dan tradisi agama mereka. Archbishop yang
diangkat di Granada juga seorang yang memiliki interes terhadap
kebudayaan Arab. Ia diharapkan melakukan konversi kaum Muslim ke Kristen
secara gradual. Tapi, Isabella tidak sabar, dan memaksakan dilakukannya
pembaptisan massal. Akhirnya, kaum Muslim melakukan perlawanan pada
tahun 1499, tetapi berhasil ditumpas pasukan Kristen. Setelah itu,
sebagaimana kaum Yahudi, mereka juga diberi pilihan: meninggalkan
Spanyol atau dibaptis. Jika menolak, kematian sudah menunggu.
Jatuhnya Granada, juga sekaligus
merupakan bencana bagi kaum Yahudi di Spanyol. Hanya dalam beberapa
bulan saja, antara akhir April sampai 2 Agustus 1492, sekitar 150.000
kaum Yahudi diusir dari Spanyol. Sebagian besar mereka kemudian
mengungsi ke wilayah Turki Uthmani yang menyediakan tempat yang aman
bagi Yahudi. Ada yang mencatat jumlah Yahudi yang terusir dari Spanyol
tahun 1492, sebanyak 160.000. Dari jumlah itu, 90.000 mengungsi ke
Turki/Uthmani, 25.000 ke Belanda, 20.000 ke Maroko, 10.000 ke Perancis,
10.000 ke Itali, dan 5.000 ke Amerika. Yang mati dalam perjalanan
diperkirakan 20.000 orang. Sedangkan yang dibaptis dan tetap di
Spanyol sebanyak 50.000. Selain bermotif keagamaan, pengusiran kaum
Yahudi dan Muslim dari Spanyol oleh Ferdinand dan Isabella juga
memberikan banyak kekayaan kepada para penguasa Kristen Spanyol. Dengan
pengusiran itu, mereka berhasil menguasai seluruh kekayaan Yahudi dan
Muslim dan menjual mereka sebagai budak. Bahkan, diantara mereka yang
diusir itu, mereka dirampok di tengah jalan dan sering dibedah perutnya
untuk mencari emas yang diduga disembunyikan dalam perut kaum yang
terusir itu. Masa kekuasaan Ferdinand dan Isabella dicatat sebagai
puncak persekusi kaum Yahudi di Spanyol. Keduanya dikenal sebagai “the
Catholic Kings”, yang dipuji sebagai pemersatu Spanyol.
Di bawah Muslim
Kondisi Yahudi di wilayah Kristen Eropa itu begitu bertolak belakang dengan perlakuan yang diterima Yahudi saat di bawah kekuasaan Islam. Sejumlah penulis Yahudi menggambarkan kondisi Yahudi di Spanyol di bawah pemerintahan Islam ketika itu sebagai suatu “zaman keemasan Yahudi di Spanyol” (Jewish golden age in Spain). Martin Gilbert, sebagai misal, mencatat tentang kebijakan penguasa Muslim Spanyol terhadap Yahudi. Dia katakan, bahwa para penguasa Muslim itu juga mempekerjakan sarjana-sarjana Yahudi sebagai aktivitas kecintaan mereka terhadap sains dan penyebaran ilmu pengetahuan. Maka mulailah zaman keemasan Yahudi di Spanyol, di mana penyair, dokter, dan sarjana memadukan pengetahuan sekular dan agama dalam metode yang belum pernah dicapai sebelumnya. Kaum Yahudi itu bahkan menduduki jabatan tertinggi di dunia Muslim, termasuk perdana menteri beberapa khalifah di wilayah Islam bagian Timur dan Barat.
Di bawah Muslim
Kondisi Yahudi di wilayah Kristen Eropa itu begitu bertolak belakang dengan perlakuan yang diterima Yahudi saat di bawah kekuasaan Islam. Sejumlah penulis Yahudi menggambarkan kondisi Yahudi di Spanyol di bawah pemerintahan Islam ketika itu sebagai suatu “zaman keemasan Yahudi di Spanyol” (Jewish golden age in Spain). Martin Gilbert, sebagai misal, mencatat tentang kebijakan penguasa Muslim Spanyol terhadap Yahudi. Dia katakan, bahwa para penguasa Muslim itu juga mempekerjakan sarjana-sarjana Yahudi sebagai aktivitas kecintaan mereka terhadap sains dan penyebaran ilmu pengetahuan. Maka mulailah zaman keemasan Yahudi di Spanyol, di mana penyair, dokter, dan sarjana memadukan pengetahuan sekular dan agama dalam metode yang belum pernah dicapai sebelumnya. Kaum Yahudi itu bahkan menduduki jabatan tertinggi di dunia Muslim, termasuk perdana menteri beberapa khalifah di wilayah Islam bagian Timur dan Barat.
Mantan biarawati yang juga penulis
terkenal Karen Armstrong juga menggambarkan harmonisnya hubungan antara
Muslim dengan Yahudi di Spanyol dan Palestina. Menurut Armstrong, di
bawah Islam, kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di al-Andalus.
Musnahnya Yahudi Spanyol telah menimbulkan penyesalan seluruh dunia dan
dipandang sebagai bencana terbesar yang menimpa Israel sejak kehancuran
(Solomon) Temple. Abad ke-15 juga telah menyaksikan meningkatnya
persekusi anti-Semitik di Eropa, dimana kaum Yahudi dideportasi dari
berbagai kota. “Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in al-Andalus,” tulis Karen Armstrong.
Setelah mengalami berbagai kekejaman di
Eropa, kaum Yahudi di wilayah Utsmani merasakan hidup di tanah air
mereka sendiri. Selama ratusan tahun mereka tinggal di sana, menikmati
kebebasan beragama, dan berbagai perlindungan sebagai kaum minoritas
dengan status sebagai ahlu dhimmah. Selama itu, kaum Yahudi
tidak berpikir untuk memisahkan diri dari Utsmani. Sebagai contoh, di
Jerusalem, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Agung (Suleiman the
Magnificent--
1520-1566),
Yahudi hidup berdampingan dengan kaum muslim. Sejumlah pengunjung
Yahudi dari Eropa sangat tercengang dengan kebebasan yang dinikmati kaum
Yahudi di Palestina. Pada tahun 1535, David dei Rossi, seorang Yahudi
Italia, mencatat bahwa di wilayah Utsmani, kaum Yahudi bahkan memegang
posisi-posisi di pemerintahan, sesuatu yang mustahil terjadi di Eropa.
Ia mencatat, “Here we are not in exile, as in our own country.
‘Kami di sini bukanlah hidup di buangan, tetapi layaknya di negeri kami
sendiri.’” (NB. Referensi dan paparan lebih jauh tentang sejarah
Yahudi, lihat: Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen dan Islam (Jakarta: GIP, 2007).
1520-1566),
Yahudi hidup berdampingan dengan kaum muslim. Sejumlah pengunjung
Yahudi dari Eropa sangat tercengang dengan kebebasan yang dinikmati kaum
Yahudi di Palestina. Pada tahun 1535, David dei Rossi, seorang Yahudi
Italia, mencatat bahwa di wilayah Utsmani, kaum Yahudi bahkan memegang
posisi-posisi di pemerintahan, sesuatu yang mustahil terjadi di Eropa.
Ia mencatat, “Here we are not in exile, as in our own country.
‘Kami di sini bukanlah hidup di buangan, tetapi layaknya di negeri kami
sendiri.’” (NB. Referensi dan paparan lebih jauh tentang sejarah
Yahudi, lihat: Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen dan Islam (Jakarta: GIP, 2007).
CM Pilkington, dalam bukunya, Judaism
(London: Hodder Headline Ltd., 2003). Menyebut jumlah kaum Yahudi kini
hanya sekitar 13 juta jiwa, di seluruh dunia. Bangsa yang kecil ini
begitu banyak disebut sifat-sifatnya dalam al-Quran. Salah satunya,
adalah sifat tidak tahu berterimakasih, lupa diri, dan serakah.
Sampai-sampai Nabi Musa a.s. yang menyelamatkan mereka dari penindasan
Fira’un pun mereka khianati dan sakiti hatinya. “Dan ingatlah saat
Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, mengapa kalian menyakiti
aku, dan sungguh kalian tahu bahwa aku adalah utusan Allah untuk
kalian.” (QS 61:5).
Agar jangan mencontoh sifat buruk kaum Yahudi itu, kita selalu berdoa: “Ya Allah tunjukkanlah kami jalan yang lurus; yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat; bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” Amin. (Kinabalu, Sabah, 13 Desember 2012).

0 Komentar