Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Miss World Dan Rusaknya Karakter Bangsa




Penyelenggaraan Miss World tinggal menunggu waktu, kontroversi pro-kontra juga terus menghiasi media massa. Penolakan penyelenggaraan Miss World sudah banyak dilontarkan oleh masyarakat maupun sejumlah ormas Islam di di negeri ini, tapi tak digubris. Sementara itu dunia pendidikan Indonesia dikejutkan lagi dengan ulah aneh para pendidiknya. Setelah tes keperawanan untuk siswi sekolah menengah atas yang bakal diterapkan Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan ditarik. Kini disusulkan dengan kuisioner di SMP kota Sabang, Aceh yang meminta muridnya mengukur alat kelaminnya. Ada apa dengan semua ini?

Setahun yang lalu, tepatnya, 5 September 2012 lalu, sebuah kontes kecantikan di China menuai kontroversi yang di selenggarakan oleh “The Chinese website Model Net (mtw.cc). Dalam kontes tesebut, juri menetapkan kriteria fisik yang ‘terlalu ketat’. Persyaratan yang ditegaskan oleh juri mulai babak semi final dan seterusnya, jarak antara jarak antara dua puting payudara harus di atas 7,8 inci (20 cm). Menurut panitia, kriteria ‘cantik’ itu berdasar pada standar China klasik dipadukan dengan hasil riset ilmiah modern.
Meski banyak kritik, kriteria “cantik” dalam kontes ini  yang dinilai dan diukur memang fisik kontestan. Mata, alis, jidat, hidung, bibir, leher, pipi, rambut, payudara, perut, pantat, dan kaki kontestan harus tampak cantik!  Semua anggota tubuh itu harus bisa dilihat dengan jelas dan bisa ‘diukur’ oleh dewan juri.

Itulah kontes kecantikan! Agar kontes semacam ini tidak menampakkan eksploitasi tubuh perempuan yang terlalu vulgar – mirip-mirip seleksi ‘binatang sembelihan’ — maka dibuatlah kriteria ‘tambahan’ dengan memasukkan aspek intelektual, seperti wawasan sejarah, pengetahuan umum, dan kemampuan bahasa. Dalam sebuah acara konferensi pers di Jakarta, (19/2/213),   Julia Morley, Chairwoman of Miss World Organization mengatakan: “Mereka semua yang mengikuti ajang Miss World adalah wanita-wanita cantik. Mereka semua bisa menjadi Miss World. Tapi kami memilih peraih gelar Miss World tidak hanya dari wajah cantik saja, tapi sangat penting bagi kami melihat satu di antara mereka yang benar-benar memiliki jiwa sosial yang tinggi.” Seperti dikutip di okezone.com

Pada 15 November 2012, sebuah situs hiburan di Indonesia menampilkan judul berita: “Kriteria Miss Indonesia 2013 Ikuti Standar Miss World”.  Salah satu anggota tim juri audisi Miss Indonesia 2013 menyatakan: “Karena ini ajang kecantikan, bagaimanapun yang paling penting adalah fisik perlu diperhatikan, seperti wajah, tinggi badan dan proposional berat tubuh.”

Nampak sekali bahwa kontes ini jauh dari agama maupun moral. Karena kontes ini bersifat menghibur, tidak mengganggu orang lain, bahkan menyedot banyak pengunjung. Dus, sangat menguntungkan!
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Daoed Joesoef, dalam memoarnya, Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran (Jakarta: Kompas, 2006) tercatat sebagai seorang pengkritik keras berbagai praktik ”kontes kecantikan”.

Ia menulis:   ”Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang adalah suatu penipuan, disamping pelecehan terhadap hakikat keperempuanan dari makhluk (manusia) perempuan. Tujuan kegiatan ini adalah tak lain dari meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan, dengan mengeksploitasi kecantikan yang sekaligus merupakan kelemahan perempuan, insting primitif dan nafsu elementer laki-laki dan kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah. Sebagai ekonom aku tidak a priori  anti kegiatan bisnis. Adalah normal mencari keuntungan dalam berbisnis, namun bisnis tidak boleh mengenyampingkan begitu saja etika. Janganlah menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih muluk-muluk, sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan negara.”
Menurut Daoed Joesoef, wanita yang terjebak ke dalam kontes ratu-ratuan, tidak menyadari dirinya telah terlena, terbius, tidak menyadari bahaya yang mengancam dirinya. Itu ibarat perokok atau pemadat yang melupakan begitu saja nikotin atau candu yang jelas merusak kesehatannya. ”Pendek kata kalau di zaman dahulu para penguasa (raja) saling mengirim hadiah berupa perempuan, zaman sekarang pebisnis yang berkedok lembaga kecantikan, dengan dukungan pemerintah dan restu publik, mengirim perempuan pilihan untuk turut ”meramaikan” pesta kecantikan perempuan di forum internasional.”

Jadi, ini kontes kecantikan! Sehebat apa pun seorang perempuan; mungkin ia juara olimpiade matematika, pakar ilmu pengetahuan, pekerja sosial hebat, pembela kaum tertindas, penemu vaksin AIDS, dan sebagainya  — tapi tidak cantik, muka cacat bekas luka, ukuran cebol  – harus tahu diri. Menyingkirlah dari kontes ini! Sebab, Anda tidak cantik!

Nah, dampak lain dari sisi ini adanya eksploitasi tubuh yang bisa dilihat dan dinikmati, serta menghibur dan menguntungkan bagi entertain. Sementara dunia pendidikan kita terus terjerumus dengan virus ‘eksploitasi tubuh’ itu dengan melakukan tes keperawanan dilanjutkan dengan kuesioner alat kelamin. Bisa jadi benar-benar adanya pengukuran alat kelamin sebagaimana kriteria penjurian sepeti di ajang kontek kecantikan di China setahun lalu. Atau pada tahun 2011, sebuah situs perempuan memberitakan adanya sebuah kontes pemilihan vagina terindah di AS. Kontes itu diberi nama “The Most Beautiful Miss V Contest”, yang diselenggarakan oleh sebuah klub di Portland, Oregon. Konon, juri dalam kontes itu terdiri atas enam orang selebriti setempat.  Untuk menentukan pemenangnya, si juri dibekali dengan alat kaca pembesar. Akhirnya, setelah melakukan penelitian dengan cermat, terpilihlah seorang juara yang dianugerahi mahkota dan gelar sebagai “Miss Beautiful Vagina 2011”. Nah, apa jadinya negeri ini termasuk di dalamnya dunia pendidikan Indonesia bila melakukan hal itu meski masih dalam konteks kuisioner.

Sebab dalam lembaran formulir kuisioner yang diberikan sekolah tersebut, ada satu halaman kuisioner yang bergambar contoh payudara, kelamin perempuan, dan kelamin laki-laki.

Masing-masing ada empat nomor dari gambar tersebut, dari ukuran kecil hingga ukuran besar. Siswa disuruh melingkari salah satu nomor. Formulir kuisioner tersebut terdiri dari enam halaman. Pada halaman pertama tertulis kata "Rahasia" dan "Kuisioner Penjaringan Kesehatan Peserta Didik Sekolah Lanjutan".


Menuju peradaban
Indonesia telah merajut peradaban dalam spirit filosofis bangsa dengan kata-kata, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam dasar negaranya. Bahkan dalam kutipan  Lagu Indonesia Raya, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Konon, pemerintah yang digawangi Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan saat ini sedang menggalakkan pendidikan karakter bangsa. Trilyunan rupiah digelontorkan dan ribuan guru dikerahkan untuk mewujudkan generasi berkarakter. Kurikulum baru disusun dan diterapkan. Katanya, tujuan Pendidikan membentuk manusia beriman dan bartaqwa dan seterusnya, apa daya jika pembentukan karakternya dirusak sendiri oleh bangsanya yang terus menjajakan kemolekan tubuh demi keuntungan pribadi dengan dalih memajukan promosi wisata. Apakah hanya dengan menjual kemolekan tubuh lantas pariwisata kita menjadi yang terbaik di dunia. Alih-alih promosi wisata justru menghancurkan peradaban dan karakter bangsa Indonesia sesungguhnya. (Akbar Muzakki)

Posting Komentar

0 Komentar