Selain partai Masjumi dikenal sebagai partai kader
beridiologis. Para aktifisnya dikenal sangat berintegritas terhadap bangsa dan
negara. Program partainya pun dikenal sangat membumi di kalangan konstuentnya. Pemberdayaan
ekonomi kerakyatan untuk petani dan buruh sangat dirasakan. Inilah bedanya
dengan partai di era reformasi yang hanya berpijak pada kekuasaan.
Karakter Masjumi yang sudah berkembang sejak pembentukannya
pada November 1945, tidak dapat dipahami hanya dengan melihat undang-undang
yang berlaku ketika partai tersebut didirikan. “Program Mendesak” partai bisa dirasakan oleh semua kalangan khususnya para kader
partai. Program itu dirancang oleh kaum ‘Sosialis Keagamaan’ yang dimotori Sjafruddin Prawiranegara-yang dikemudian
hari menjadi Menteri Keuangan. Program itu diantaranya menginginkan:
1) Realisasi ideologi Islami dalam hal-hal yang berhubungan
dengan negara, agar mampu mendirikan suatu negara berdasarkan keadilan dan
kedaulatan rakyat yang sejalan dengan ajaran-ajaran Islam;
2) Berlakunya undang-undang yang menjamin upah minimum,
maksimum jam kerja, tunjangan kecelakaan dan pensiunan; dan
3) Berlakunya undang-undang yang menjamin petani memiliki
tanah pribadi yang cukup untuk menyokong dia beserta
keluarganya, perlindungan bagi penjualan hasil produksinya. dan pengakuan
statusnya secara umum.
Akhirnya, sehubungan dengan organisasasi ekonomi secara umum,
program itu menyatakan:
1) Tugas utama negara haruslah
membuka kesempatan kerja dan memberi peke warga negara;
2) Ekonomi harus didasarkan kolektivisme,
dimana inisiatif perorangan tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan harus diarahkan ke bersama;
3) Hak kepemilikan pribadi diakui, ibatasi dengan
syarat-syarat yang ditentukan dalam agama (pjala, amal
dan sebagainya);
4) Kepentingan pribadi harus
ditentang (contohnya kapitalisme yang
secara sosial mengganggu akan ditentang).
Partai itu tidak hanya mendesak agar pemeritah menerima program ini, tetapi
berusaha melaksanakannya secara langsung.
Melalui sistem zakat, suatu bentuk amal yang
diwajibkan bagi setiap orang yang mampu, partai itu
membiayai kegiatan-kegiatan yang
direncanakannya. Dalam dunia Barat, zakat
disamakan dengan derma kepada gereja. Namun demikian, Islam tidak punya semacam
organisasi gereja yang mengatur pengumpulan
derma dan,
karena di luar pajak negara, zakat harus diatur
masyarakat sendiri. Tanpa organisasi semacam gereja, tidak semua orang patuh membayar.
Para pemimpin Masjumi berusaha zakat tidak hanya berarti membagi dana kepada pengemis saja, tetapi
harus ada sistem organisasi untuk memperluas
kekayaan ekonomi masyarakat secara keseluruhan dan zakat tidak boleh
menjadi investasi yang tidak berkembang.
Pemberdayaan
zakat
Pada akhir
1946, di Karesidenan Kediri, Masjumi
mengumpulkan zakat dengan tujuan menggunakannya untuk perbaikan-perbaikan sosial
yang sedang dilakukan Masjumi. Untuk ini Masjumi mendirikan Sarekat
Tani Islam Indonesia STII).
Dewan pimpinan setiap Sarekat
Tani cabang setempat dipilih oleh semua pemilik tanah satu desa atau
kompleks desa. Setiap dewan menaksir zakat ya para pemilik tanah di wilayahnya.
Pemilik tanah yang ditaksirkan
kemudian boleh memilih memberikan zakatnya
kepada Sarekat Tani atau untuk
membantu sekolah/mesjid. Dulu zakat
yang relatif kecil jumlahnya dikumpulkan oleh para pemimpin agama setempat.
Zakat yang terkumpul hampir semuanya diperuntukkan membantu sekolah-sekolah
Islam dan masjid-masjid. Namun kemudian, zakat yang terkumpul jauh lebih besar
masuk ke Sarekat Tani
Di bawah bimbingan para pemimpin Masjumi, Sarekat
memanfaatkan dana zakatnya untuk membantu kaum petani miskin dan tak bertanah.
Dalam setiap komunitas, dewan setempat
membuat daftar urut petani paling rajin, dan membeli tanah tahun bagi mereka
yang namanya tercantum pada urutan teratas,
tanpa menuntut ganti rugi. Di samping itu, dibentuk pula beberapa koperasi konsumen-produsen di
kalangan petani untuk membebaskan
mereka dari kekejaman rentenir Cina, yang dulunya menjadi sumber
utama kredit bagi mereka. Koperasi-koperasi tersebut memasarkan hasil bumi serta membeli
peralatan dan pupuk secara besar-besaran untuk
petani, di samping juga memberikan kredit dalam uang muka kepada petani untuk
mengikatnya hingga hasil buminya
dipanen dan dijual. Koperasi meminjamkan uang dengan yang sangat rendah (untuk
Indonesia) yaitu sebesar 10 persen per
tahun, tanpa meminta jaminan yang besar seperti biasanya,dan dapat dibayar baik dalam bentuk uang
atau barang. Koperasi yang disponsori oleh Sarekat Tani tersebut begitu berhasil
dalam waktu dua tahun sebagian besar petani dalam wilay yang dilayani telah
memihak mereka dan meninggalkan Cina. Banyak orang Cina terpaksa pindah ke
wilayah-wilayah yang dilayani telah memihak mereka
dan meninggalkan rentenir Cina. Banyk orang Cina teraksa pindh ke
wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda (khususnya Karesidenan
Pekalongan) tujuan mencari nafkah. Menjelang pertengahan 1948, terdapat lebih dari 30.000 anggota Sarekat
Tani di Karesidenan Kediri dan Madiun
dan lebih dari 10.000 di Magelang-Wonosobo. Dalam program besar ekspansi koperasi, akan
didirikan cabang-cabang koperasi semua wilayah di Jawa yang dikuasai Republik.
Mengentaskan
dari rentenir
Pada permulaan 1947, dibentuklah
Sarekat Dagang Islam Indonesia (SDII)—suatu organisasi pedagang yang
kira-kira sama dengan
Sarekat Tani Islam Indonesia—di bawah asuhan Masjumi. Organisasi ini mengatur pengumpulan
zakat dari para pedagang dengan cara yang sama diterapkan
untuk para pemilik tanah. Dana zakat
yang dikumpulkan oleh cabang-cabang Sarekat Dagang setempat digunakan untuk
mendirikan Bank Pembangunan Umat.
Fungsinya adalah memberikan kredit berbunga rendah dan jaminan terendah kepada para
pedagang kecil, dan kepada
orang miskin yang pantas, yang membutuhkan modal untuk
memulai usaha. Menjelang pertengahan 1948, keberhasilan Sarekat Dagang Islam sudah nyata, dan
sejumlah cabangnya mulai smbang dengan pesat.
Menjelang pertengahan 1949, para
pemimpin Masjumi merasa
bahwa untuk mencapai kemerdekaan, pemerintah harus mengoordinasi aktivitas unit-unit
lokal Sarekat Tani Islam dan Sarekat
Dagang Islam, tetapi tidak boleh ikut campur dalam pemerintahan setempat. Hal ini
disebabkan mereka merasa bahwa
rakyat tidak harus bersandar pada pemerintah, tetapi harus menyadari bahwa mereka memiliki
tanggungjawab dan kemampuan untuk
berbuat atas prakarsanya sendiri.
Selama tahun-tahun setelah Program Mendesak-nya Masjumi pada awal 1946, ideologi kaum
Sosialis Keagamaan menerima pandangan-pandangan
yang makin lama semakin jelas, dan mereka
menjadi lebih berani mengutarakannya. Salah satu penjelasan terperinci yang paling
jelas atas ide-ide mereka dapat lihat di pamflet, Politiek dan Revolusi Kita, yang diterbitkan pada pertengahan 1948 oleh salah satu pemimpin mereka yang paling berpengaruh, Mr. Sjafruddin
Prawiranegara. (Tulisan ini disarikan dari buku Nasionalisme
& Revolusi Indonesia karya George McTurnab Kahin)


0 Komentar