Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Ada Apa dengan GIDI dan Israel [1]


Oleh: Dr. Adian Husaini
Situs Gereja Injili di Indonesia, GIDI, (http://www.pusatgidi.org/ind/israel), sampai 23 Juli 2015, masih memasang Piagam Kerjasama kelompok GIDI itu dengan Israel. Disebutkan, bahwa “This Agreement for Co-operation is made the 20th of November’ 06 BETWEEN: KEHILAT HA’SEH AL HAR ZION (KHAHZ) (THE CONGREGATION OF THE LAMB ON MOUNT ZION) JERUSALEM dengan THE EVANGELICAL CHURCH OF INDONESIA (GIDI – GEREJA INJILI DI INDONESIA), Jayapura, Papua.

Disebutkan dalam Piagam Kerjasama tersebut, bahwa: “…WE UNDERSTAND OUR NEW RELATIONSHIP WITH THE CHURCH IN PAPUA AND THE KEHILAH IN JERUSALEM TO BE A STEP IN THIS PROCESS OF RESTORATION. WE ALSO UNDERSTAND THAT THE BUILDING OF RELATIONSHIPS BETWEEN THESE TWO PARTS OF MESSIAH’S BODY IS IN CONFORMITY WITH THE PROPHETIC PURPOSES OF GOD FOR ISRAEL AND THE NATIONS IN THESE LAST DAYS.”

Republika.co.id melaporkan bahwa GIDI mengenakan sanksi denda Rp 500 ribu bagi warga Tolikara jika tidak mengecat kediamannya dengan bendera Israel.

”Kami didenda Rp 500 ribu jika tidak cat kios, itu kami punya kios,” kata seorang pedagang asal Bone, Agil Paweloi (34), saat ditemui Republika.co.id di tempat pengungsian di Tolikara, Papua, Jumat (24/7/2015) dini hari.

Berbagai foto yang beredar di dunia maya menunjukkan begitu maraknya dukungan GIDI terhadap negara Zionis Israel.

Mengapa GIDI begitu fanatik dalam mendukung Israel? Padahal, konstitusi dan sikap bangsa Indonesia terhadap Israel sudah sangat jelas. Negara Yahudi itu dipandang sebagai negara penjajah. Tahun 1955, Konferensi Asia Afrika I di Bandung menggelorakan semangat anti-Zionisme. Bahkan, dalam konferensi ini, Zionisme dinyatakan sebagai imperialisme yang paling jahat (the blackest imperialism) di abad ke-20.

Tahun 1960-an, Bung Karno menolak kedatangan atlet-atlet Israel ke Indonesia dalam acara Asean Games. Tahun 1975, Majelis Umum PBB sendiri memutuskan bahwa Zionisme adalah satu bentuk rasisme. Israel memang negara rasialis. Yahudi adalah bangsa rasialis. Mereka memandang bangsa-bangsa lain sebagai makhluk yang lebih rendah martabatnya. Karena itulah kesombongan rasial itu selalu mewarnai sejarah kehidupan mereka. Pakar zionisme, Prof. Ismail Faruqi menyatakan, bahwa andaikan gagasan pembentukan negara Yahudi itu dilaksanakan di bulan pun, harus ditentang.
Dalam bukunya, Islam and the Problem of Israel (Kuala Lumpur, 2003), Ismail Faruqi menekankan, bahwa umat Islam wajib menentang Zionis yang rasialis dan brutal, sebagai satu bentuk fardu kifayah: “Therefore, the Islamic position leaves no chance for the Zioinist State but to be dismantled and destroyed, and its wealth confiscated to pay off its liabilities. This obligation – to repel, stop and undo injustice, is a corporate religious obligation (fard kifayah) on the ummah, and a personal religious obligation (fard ‘ain) on every able adult Muslim man or women in the world until the ummah has officially assumed responsibility for its implementation.”

Namun, Faruqi menekankan, bahwa pembongkaran negara Zionis tidak berarti penghancuran kehidupan dan hak milik Yahudi. (However, dismantling the Zionist State does not necessarily mean the destruction of Jewish lives or of properties). Faruqi pun memberikan argumentasi, mengapa Islam sangat berkepentingan dengan perlawanan terhadap Zionisme, sehingga Islam tidak akan memberikan alternatif terhadap berdirinya negara Zionis, di mana pun berada, walaupun negara seperti itu dibuat di bulan.

Dr. Israel Shahak, guru besar biokimia di Hebrew University, dalam bukunya, Jewish History, Jewish Religion (London: Pluto Press, 1994), menyebutkan bahwa negara Israel memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia. Katanya, “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond.”

Contoh ajaran rasis agama Yahudi, misalnya, kaum Yahudi dilarang memberikan pertolongan kepada orang non-Yahudi yang berada dalam bahaya. Cendekiawan besar Yahudi, Maimonides, memberikan komentar terhadap salah satu ayat Kitab Talmud: “It is forbidden to save them if they are at the point of death; if, for example, one of them is seen falling into the sea, he should not be rescued.” Jadi, kata Maimonides, adalah terlarang untuk menolong orang non-Yahudi yang berada di ambang kematian. Jika, misalnya, ada orang non-Yahudi yang tenggelam di laut, maka dia tidak perlu ditolong. Israel Shahak juga menunjukkan keanehan ajaran agama Yahudi yang menerapkan diskriminasi terhadap kasus perzinahan. Jika ada laki-laki Yahudi yang berzina dengan wanita non-Yahudi, maka wanita itulah yang dihukum mati, bukan laki-laki Yahudi, meskipun wanita itu diperkosa.

Dengan kondisi negara Israel seperti itu, sungguh patut dipertanyakan, ada apa sebenarnya hubungan antara GIDI dengan Israe di Tolikara Papua, khususnya? Apakah ini ada hubungannya dengan gerakan Papua lepas dari Indonesia?

Seperti dikutip oleh tabloidjubi.com di kantor Pusat GIDI, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Kamis (30/1), Presiden GIDI Dorman Wandikbo, menyatakan, bahwa perjuangan Papua Merdeka, bukan teroris, bukan kriminal, melainkan perjuangan menuntut hak yang melekat pada orang Papua yang tidak bisa diganggu-gugat. “Papua merdeka itu hak dasar orang Papua,” tutur Dorman Wandikbo. “Orang Papua minta merdeka bukan karena penderitaan, kelaparan dan kemiskinan, tapi mau lepas karena ideologi yang harus kita pahami,”tegasnya.* (BERSAMBUNG)

Penulis adalah Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan (CAP) hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Sumber; http://www.hidayatullah.com/kolom/catatan-akhir-pekan/read/2015/07/27/74637/ada-apa-dengan-gidi-dan-israel-1.html

Posting Komentar

0 Komentar