Jakarta, (ICMI Media) - Seorang Budayawan senior
Indonesia, Taufiq Ismail memandang Partai Komunis Indonesia (PKI) perlu
dikaji dari alur sejarahnya. Dalam sebuah diskusi dan acara deklarasi
Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) di kantor MUI Jakarta Pusat,
Taufiq menyebut alur sejarah PKI dapat dilihat sejak tahun 1927, tahun
1948 dan juga 1965.
"PKI berontak tiga kali, tahun 1927, 1948 dan 1965. Saat itu pelanggaran
HAM luar biasa terjadi sejak tahun 1925. PKI dengan diwakili (Munawar)
Muso waktu itu, sudah merencanakan berontak,” jelas Taufiq.
“Mereka lakukan pertemuan rahasia di Candi Prambanan untuk berontak
tahun 1927. Ketua atau waktu itu istilahnya Sekjen PKI, Tan Malaka, saat
itu lari ke Bangkok (Thailand), dikejar Belanda enggak
ketangkep-ketangkep," tambahnya.
Taufiq menjelaskan, hasil pertemuan itu mereka akan hasut petani untuk
berontak kepada Belanda. “Kemudian Tan Malaka bilang tidak setuju,
karena dirasa belum siap berontak lawan Belanda,” lanjut Taufik.
“Tapi dari satu sumber lain saya baca, mereka minta persetujuan ke
(Joseph) Stalin (pemimpin Komunis Uni Soviet). Dia bangga dan setuju,
tapi dia tak tahu keadaan lokal. Tan Malaka menolak karena tahu keadaan,
lalu PKI tetap memberontak, sambungnya.
"Hasutan PKI kepada petani saat Belanda kasih harga murah atas hasil
bumi, lalu mereka mau dihasut dan berontak. Akibatnya ada 3000 petani
ditangkap, 400 petani diasingkan ke (Boven) Digul, dan Belanda
seluruhnya bisa tumpas mereka (petani)," papar Taufiq lagi.
Kata Taufiq, saat Muso merasa gagal berontak, lalu dia pergi ke Soviet
hingga tahun 1948. Setelah itu, Muso kembali ke Indonesia dan menemui
sahabatnya yang sudah jadi Presiden, Soekarno. Dalam beberapa keterangan
sejarah, ketika muda Muso sempat kos di rumah HOS Tjokroaminoto bersama
Soekarno dan (pimpinan Darul Islam Tentara Islam Indonesia atau DI/TII)
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
"Muso ketika ketemu Soekarno sombong, tidak hangat, cemburu. Saat
ditanya wartawan, dia bilang datang ke sini untuk mengubah keadaan. Dia
akan ambil jabatan Soekarno, dia hasut tentara, lalu berontak di Madiun
dan berdirilah Republik Soviet di Indonesia. Saat itu juga mereka razia
pesantren-pesantren dan menyembelih santri-santri, kiai-kiai dan
tokoh-tokoh desa di hampir seluruh Jawa Timur dan Jawa Tengah,"
imbuhnya.
"Kenapa kok bisa begitu? sebabnya karena adalah Muso 21 tahun di Soviet
melihat Stalin membantai penduduknya sendiri. Itu dibawa dia ke
Indonesia. Jadi umat Islam dia bantai dengan keji selayaknya Stalin,"
terang mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia itu.
Dalam catatan Taufiq, waktu itu warga muslim di Madiun ditipu
habis-habisan oleh PKI di bawah kendali Muso. Mereka dihasut bakal ada
Nabi dari Jawa bernama Muso. Warga mengira itu Nabi Musa yang dikenal di
Islam. Dan ternyata mereka justru dibantai habis-habisan.
Mendengar hasutan Muso kepada petani berhasil, Belanda senang. Lalu
mereka kira akan berhasil menguasai Indonesia lagi. Menurut Taufiq,
kehendak Allah SWT saat itu berkata lain.
Ada tiga orang Indonesia, H. Agus Salim, Soekarno, dan Soejadmoko
mendatangi PBB minta bantuan. Kemudian Soekarno pidato di PBB dan sangat
berkesan, terutama bagi Amerika Serikat (AS), karena Soekarno dalam
pidatonya menyebut George Washington. Lalu saat itu PBB mengakui
kemerdekaan Indonesia.
Menurut Taufiq, pengakuan PBB terhadap kemerdekaan Indonesia itu
terdengar juga di telinga Belanda. Namun, lanjut Taufik, jika pun harus
berperang, kecanggihan senjata Indonesia jelas kalah dari Belanda yang
sudah gunakan senjata modern sisa Perang Dunia II.
Indonesia waktu baru menggunakaan senjata hasil rampasan dari Jepang,
bambu runcing, parang, tapi dunia melalui PBB mengakui kemerdekaan
Indonesia.
"Nah, kembali ke PKI, Indonesia lupa terhadap kebiadabannya atas euforia
kemerdekaan itu. Bahkan tahun 1965, PKI bisa ikut Pemilu, seolah-olah
PKI diampuni dan dimaafkan oleh Indonesia," tutur Taufiq lagi.
"Pada tahun 1965 usai jadi pemenang politik waktu itu, mereka kembali
merebut kekuasaan dengan kekerasan. Iitu jadi pokok ulasan dalam buku
Karl Marx yang dia buat pada usia 30 tahun dan hingga kini belum
direvisi serta diikuti oleh banyak orang, termasuk PKI," urainya.
Selanjutnya, PKI kembali membunuh jenderal-jenderal TNI AD pada
peristiwa 30 September 1965. Menurut Taufik, kudeta sebenarnya terjadi
pada 2 Oktober 1965.
Tapi saat itu Muso sudah gagap. Dia lalu kabur menggunakan kapal selam, tapi TNI berhasil menangkapnya dan menembaknya.
"Lalu pada tahun 1966 Indonesia baru menyatakan diri dan membubarkan PKI
dari bumi nusantara ini. Yang perlu diingat, PKI boleh sudah
dibubarkan, tapi ideloginya saya yakin masih bertahan hingga kini,”
papar Taufiq.
“Pengaruh ideologi komunis begitu mengerikan, mereka mampu membunuh
eksistensi kita sebagai manusia yang beradab. Nah, itu yang kurang
disosialisasikan. Jadi apa yang dilakukan pemerintah untuk minta maaf
kepada PKI, harus dan wajib kita gagalkan," tandasnya.*** Oz/Imam/R1
Sumber: http://www.icmi.or.id/blog/2015/08/taufik-ismail-pki-berontak-3-kali-itu-pelanggaran-ham-luar-biasa
0 Komentar