Prof
Dr Musdah Mulia meng-copy paste pendapat kawannya dan menyiarkannya melalui
Facebook, yang mengusulkan pelajaran agama dihapus dari sekolah. Menurutnya,
Australia dan Singapura menghapus pelajaran agama dan menjadi negara maju.
PM Lee Kuan Yew menetapkan agama adalah urusan pribadi. Lee melihat pengajaran
agama justru menimbulkan perpecahan dan konflik, bukan perdamaian.
Ada
kritik bahwa Kementerian Agama yang memiliki jutaan pegawai di bidang agama,
puluhan ribu sekolah agama dan ratusan ribu rumah ibadah, triliunan rupiah
untuk pembangunan bidang agama, tapi hasilnya? Indonesia masuk negara terkorup
di dunia, bahkan korupsi pun marak di Kementerian Agama.
Indonesia
berbeda dengan Australia dan Singapura, punya sejarah berbeda. Sejak zaman
penjajahan Belanda, sudah ada kantor yang mengurus masalah agama. Jepang
melanjutkan kebijakan Belanda itu. Ketika RI merdeka, ada usul membentuk
Kementerian Agama di kabinet pertama, tetapi ditolak. Baru pada kabinet kedua
(Januari 1946) dibentuk kementerian agama.
Pesantren
yang merupakan lembaga pendidikan tertua belum banyak perhatian dan kebijakan
pemerintah. Baru pada 1950, ada kesepakatan antara Menteri PPK Bahder Johan dan
Menteri Agama Wahid Hasyim yang intinya memberi pelajaran agama di sekolah dan
mendirikan madrasah sederajat dengan sekolah, yaitu madrasah ibtidaiyah (MI)
setingkat SD, madrasah tsanawiyah (MTs) setingkat SMP, dan madrasah aliyah (MA) setingkat SMA.
Saat
ini ada sekitar 74 ribu madrasah, lebih dari 90 persen milik swasta. Bayangkan
kalau tidak ada madrasah swasta itu, jutaan warga akan kehilangan hak
memperoleh pendidikan dasar dan menengah, yang sebetulnya menjadi tanggung
jawab negara. Kalau madrasah tidak ada pengajaran agama tentu aneh.
Pada era Menteri Agama Wahid Hasyim, Kementerian Agama juga
mendirikan PTAIN yang berkembang menjadi IAIN, STAIN, dan UIN. Bayangkan kalau
tidak ada IAIN, ribuan anak muda berbakat dari pesantren tak mengalami
mobilitas vertikal, berkesempatan belajar ke universitas di luar negeri, termasuk
Musdah Mulia.
Tidak
bisa dibantah, di Kementerian Agama terjadi banyak tindak pidana korupsi,
bahkan ada dua menteri yang sudah diajukan ke pengadilan. Perlu dipahami,
Kementerian Agama itu adalah sebuah kementerian yang berlaku kaidah dan tradisi
kementerian. Di Kementerian Pendidikan juga banyak korupsi, baik yang sudah
ditangkap maupun belum. Apa karena itu lalu Kementerian Pendidikan juga harus
dibubarkan?
Salah
satu pertanyaan besar saya yang hampir 10 tahun memimpin pesantren ialah metode
apa yang harus dipakai untuk bisa menanamkan nilai-nilai agama yang baik ke
dalam diri santri? Ada lima nilai yang ingin kami tanamkan ke dalam diri santri
Tebuireng yang berasal dari ajaran Mbah Hasyim Asy’ari, yaitu ikhlas, jujur,
kerja keras, tanggung jawab, dan tasamuh (toleran). Selain itu kami menolak
semua bentuk tindak kekerasan di lingkungan pesantren.
Bagaimana
cara untuk mengukur kemajuan menanamkan nilai itu, seperti mengukur kemajuan
mentransfer pelajaran di sekolah? Seandainya berhasil dalam menanamkan
nilai-nilai itu, bagaimana upaya untuk bisa mempertahankan nilai-nilai itu di dalam diri santri setelah mereka lulus dan
masuk universitas?
Ketiga masalah di atas muncul akibat ketidakcocokan penilaian terhadap peristiwa di masa lalu yang dilakukan dengan pranata sosial saat ini. Suatu peristiwa atau kebijakan terjadi akibat interaksi antarberbagai pihak yang terkait dan dipengaruhi suasana yang terbentuk saat itu. Tidak bisa kita menilai apa yang terjadi sekian puluh tahun lalu berikut dinamikanya pada saat itu dengan kondisi sosial dan ukuran yang berlaku pada saat ini.
Sumber: http://pustakamadrasah.blogspot.co.id/2015/11/nu-menolak-indonesia-berdasarkan-islam_56.html
0 Komentar