Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Pemikiran SJafruddin Prawiranegara Tentang Ekonomi Jalan Tengah

Oleh : Abdul Aziz
ABSTRAK
Sjafruddin Prawiranegara merupakan salah satu tokoh Indonesia yang ikut aktif terlibat dalam pemerintahan yaitu pernah menduduki posisi yang penting khususnya di bidang ekonomi, yaitu menjadi Menteri keuangan, Presiden De Javanesche Bank terakhir dan Gubernur Bank Indonesia yang pertama. 
Sebagai seorang intelektual yang menguasai bidang ekonomi dan moneter, Sjafruddin Prawiranegara banyak mengeluarkan gagasan, ide, pemikirannya dalam bidang tersebut lewat media massa ataupun buku. Hal menarik dari permasalahan ini adalah ide, gagasan dan pemikiran Sjafruddin Prawiranegara mengenai ekonomi, khususnya mengenai pandangannya ekonomi jalan tengah (ekonomi Islam). Dari uraian tersebut, maka timbullah rumusan masalah yaitu : Bagaimanakah pemikiran Sjafruddin Prawiranegara tentang pemikiran ekonomi jalan tengah? 
Dalam penelitiannya dilakukan melalui empat tahapan. Pertama yaitu, heuristik, pada tahap ini dilakukan pencarian dan pengumpulan sumber- sumber yang diperlukan.sumber yang dimaksud yaitu sumber data primer (buku/tulisan) yang ditulis secara langsung oleh Sjafruddin Prawiranegara dan juga sumber data sekunder berupa catatan orang lain mengenai pemikiran Sjafruddin Prawiranegara. Langkah selanjutnya yaitu kritik terhadap sumber- sumber yang ditemukan. Dalam melakukan kritik sumber menitikberatkan pada kritik intern dengan mencari korelasi fakta- fakta antar berbagai sumber untuk menentukan sumber mana yang layak digunakan. Kemudian tahapan berikutnya yaitu interpretasi atau penafsiran yang berupaya untuk menjelaskan apa makna dari tafsir teks- teks dalam sumber primer maupun sekunder tersebut, sehingga penulis dapat mengungkapkan makna yang tersembunyi dalam teks, kemudian dituangkan dalam bentuk penulisan sejarah atau historiografi. 
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa ekonomi jalan tengah atau ekonomi Islam yang digagas oleh Sjafruddin Prawiranegara ini berangkat dari upayanya untuk mensinergikan kebaikan, kelebihan dan kesamaan antara ekonomi liberal dengan sosialisme yang nampaknya ada di dalam ajaran Islam terutama yang menyangkut masalah ekonomi dengan zakat sebagai instrumen ekonomi Islam dan larangan riba yang membedakannya. 
Sosok Sjafruddin Prawiranegara menjadi kontroversial dengan ijtihadnya mengenai masalah bunga (interset) yang berseberangan dengan pendapat para ulama lainnya. Sjafruddin Prawiranegara dengan tanpa ragu mengatakan bahwa bunga (interest) bukan riba dan diperbolehkan, setelah melalui kajian yang mendalam yang memadukan kajian agama dan kajian ekonomi guna kemaslahatan umat. Kata kunci: Sjafruddin prawiranegara, pemikiran, ekonomi jalan tengah
PENDAHULUAN
Masalah ekonomi merupakan masalah yang penting dalam kelangsungan hidup manusia. Manusia ditakdirkan hidup selalu berdampingan dengan masalah ekonomi. Hal ini dikarenakan manusia selalu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menggunakan takaran (timbangan) ekonomi. Contoh konkitnya bahwa kebutuhan hidup manusia itu yaitu masalah sandang pangan dan papan harus dipenuhi dengan ekonomi (baca: uang). 
Di samping masalah ekonomi, kehidupan manusia juga tidak terlepaskan oleh masalah moral (norma) maupun masalah agama dalam kesehariannya., bahkan aspek ini mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan individu dalam kehidupan sosialnya. Bila hubungan antara agama, moral dan ilmu ekonomi berjalan dengan seiringan maka akan tercipta tatanan kehidupan yang adil merata dan makmur. Sjafruddin Prawiranegara merupakan salah satu tokoh yang termasuk ke dalam golongan cendikiawan atau intelektual yang banyak mencurahkan kehidupannya untuk kemajuan umat Islam khususnya dan bangsa umumnya. 
Hal ini bisa kita lihat dengan berbagai pendapat maupun kritik yang dikeluarkan oleh beliau baik melalui ceramah – ceramah , ataupun lewat media cetak seperti koran dan majalah. Dalam sejarah bangsa kita, para pendiri bangsa (Foundhing Fathers) seperti, Soekarno dan Mohammad Hatta dikenal sebagai salah satu pemimpin bangsa, pemikir dan juga dikenal sebagai peletak dasar Indonesia, keduanya merupakan tokoh Proklamator Indonesia dan Presiden dan Wakil Presiden Pertama Indonesia. 
Mohammad Hatta dikenal sebagai ekonom Indonesia yang banyak mencurahkan pemikirannya terhadap kemajuan bangsa Indonesia umumnya dan ekonomi khususnya. Hatta dikenal sebagai pencetus gerakan koperasi Indonesia, bahkan menjapat julukan sebagai “Bapak Koperasi Indonesia”. Hatta cenderung bermahzab (menganut paham) ekonomi sosialisme- kerakyatan dengan koperasi sebagai modelnya. Jadi Mohammad Hatta mengaharapkan supaya ekonomi Indonesia menganut dengan idenya yaitu dengan menganut sistem ekonomi koperasi dan berasaskan sesuai dengan salah satu pasal UUD 1945 yaitu pasal 33. Sedangkan, Soekarno merupakan tokoh nasional Indonesia, yang kemampunnya diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia internasional. Beliau juga merupakan salah satu perumus terhadap kebijakan perekonomian Indonesia pada masanya (saat berkuasa). Hal ini bisa kita lihat dalam masa demokrasi terpimpin. Beliau pernah mencetuskan suatu gagasan mengenai sistem ekonomi yang hendaknya dianut oleh Indonesia, yaitu “Sistem Ekonomi Berdikari”. 
Sjafruddin Prawiranegara pun tidak mau ketinggalan, Sjafruddin Prawiranegara juga mengeluarkan gagasan ekonominya, yaitu dengan “Ekonomi Jalan Tengah”, yaitu jalan tengah atau kompromi antara ekonomi sosialis dan ekonomi liberal atau mungkin sekarang ini dinamakan dengan ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Mungkin bagi akademisi yang serius mengkaji secara mendalam tentang ekonomi Islam, tidaklah mengherankan. Apalagi saat ini banyak universitas, akademi maupun institut yang membuka program ekonomi Islam atau ekonomi syariah, tentunya bukan suatu yang aneh bila kemudian menginginkan supaya ekonomi Islam dijadikan salah satu alternatif terhadap sistem perekonomian Indonesia. Tetapi bagi sosok Sjafruddin Prawiranegara, gagasannya mengenai ekonomi jalan tengah ini sangatlah mengejutkan bagi masyarakat luas. Hal ini dikarenakan situasi Indonesia masa itu. “Ada hubungan yang erat antara soal ekonomi dengan moral dan agama yang menjadi sumbernya. Sering hubungan ini kita lupakan, karena memang ilmu ekonomi itu dengan sengaja mengesampingkan hubungan itu.
Ilmu ekonomi hanya ingin berurusan dengan aspek manusia-didalam masyarakat yang berhubungan dengan pencaharian barang-barang keperluan hidup manusia itu. Aspek- aspek lainnya seperti aspek hukum, moral dan agama tidak diperdulikannya. Bahwa dengan cara isoleer- methode, (aspek isolasi) yang demikian itu ilmu ekonomi dan homo economicus yang menjelma sebagai hasil cara berfikir demikian hanya mempunyai dan derajat kebenaran (waarheidsgehalte) yang relatif, hal ini sering dilupakan”. Kalimat di atas merupakan kalimat yang diucapkan oleh Sjafruddin Prawiranegara dalam salah upaya untuk memberikan salah satu pandangannya mengenai konsep “economic ideal” yaitu mengusahakan tercapainya kemakmuran yang lebih tinggi dan merata dalam masyarakat dengan menggunakan rasio (akal sehat) membuat perencanaan dan organisasi yang teratur. Pembangunan dan pembersihan jiwa harus didahulukan, sebelum kita dapat membangun masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan dan pembersihan jiwa ini resepnya dapat diberikan oleh agama . Dengan ini dapat diketahui bahwa konsep yang digagas oleh Safruddin Prawiranegara dalam bidang ekonomi dan moneter harus disesuaikan dengan prinsip- prinsip moral dan agama. Jadi ada hubungan interdepedensi antara konsep ekonomi dengan agama. 
Di Indonesia, perhatian terhadap pengembangan teori ekonomi yang bertolak dari keIslaman, bisa dikatakan tidak ada, kecuali pada beberapa pribadi yang berpikir secara terpisah, seperti Dr. A. M. Saefuddin, Dr. Halide, dan Dr. Murasa Sarkaniputra. Sebelumnya, Sjafruddin Prawiranegara, seorang teknokrat terkemuka yang sejak tahun 1946 hingga sekitar 1958 menduduki jabatan tinggi di bidang ekonomi dalam pemerintahan Indonesia, pada 1957 pernah menjelaskan pandangannya mengenai “Apa yang dimaksud dengan Sistem Ekonomi Islam”. Tulisannya itu menjelaskan mengenai ekonomi menurut pandangan Islam . Sjafruddin Prawiranegara menulis dengan memperhatikan ajaran Islam. Ini merupakan garis yang mewarnai tulisan – tulisanya. 
Oleh sebab itu ia bisa dikategorikan sebagai pemikir Muslim, atau pemikir Islam, dalam hal ini dalam bidang ekonomi dan juga sebagai salah seorang pencetus gagasan mengenai sistem ekonomi Islam generasi pertama di Indonesia. 
B. Rumusan Masalah 
Dari uraian latar belakang diatas, penulis dapat mengambil rumusan masalah yang menjadi pokok kajian dari penulisan yang akan dibuat yaitu bagaimanakah pemikiran Sjafruddin Prawiranegara tentang ekonomi jalan tengah ? C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah, yaitu prosedur penelitian dengan menggunakan data masa lampau atau peninggalan-peninggalan lama untuk memahami kejadian yang berlangsung pada masa tersebut. Karena penelitian ini menfokuskan pada pemikiran seseorang maka hanya bersifat analisis terhadap pemikiran tokoh yang diteliti. Adapun materi-materi yang diungkapkan dalam penelitian ini dapat dimasukan dalam kategori sejarah Pemikiran. Sejarah pemikiran merupakan data yang ditinggalkan oleh aktivitas pikiran-pikiran manusia. Terkait dengan hal ini sejarah pemikiran bukan merupakan ringkasan atau sintesis dari data, namun mencoba dengan benar mencari kembali dan mengerti ide-ide persebaran mereka pada masyarakat tertentu. Dengan demikian perlu ditinjau elemen-elemen yang terpilih dalam beberapa kelompok ide atau paham yang berasal dari buah pemikiran tokoh tersebut. Adapun tahap – tahap untuk melaksanakan penelitian sejarah sebagaimana yang disarankan oleh Louis Gottschalk yakni: heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.
PEMBAHASAN
Ekonomi Jalan Tengah Sjafruddin Prawiranegara Menurut pandangan Sjafruddin Prawiranegara yang dinamakan ekonomi jalan tengah merupakan jalan tengah diantara dua sistem ekonomi, yaitu ekonomi sosialisme dengan liberal yang keduanya mengarah kepada ekonomi alternatif yaitu sistem ekonomi yang bersumber kepada ajaran Islam atau ekonomi Islam. Hal ini terlihat dalam suatu tulisannya yang dikatakan bahwa antara dua sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi sosialisme, Islam menempati kedudukan di tengah- tengah. Lebih lanjut Sjafruddin Prawiranegara mengemukakan pendapatnya yaitu bahwa sebenarnya ekonomi Islam dan ekonomi dunia barat sebenarnya “tidak ada perbedaan”, kecuali dalam hal- hal insedental seperti perdagangan babi, miras, pengusahaan perjudian atau perzinaan. 
Sjafruddin Prawiranegara juga melihat bahwa persamaan mengenai kedua sistem ekonomi tersebut nampak kepada asas- asas sistem ekonomi, ini juga terdapat di dalam sistem ekonomi Islam, yaitu yang terdiri dari dua bagian : 
1. tiap- tiap sistem ekonomi tujuannya adalah sama; yaitu mencari pemuasan dari berbagai keperluan hidup masyarakat, baik keperluan hidup orang- perorang, maupun masyarakat sebagai keseluruhan.; 
2. tiap- tiap sistem ekonomi bekerja menurut prinsip yang sama, yaitu yang dinamakan dengan prinsip atau motif ekonomi. Menurut prinsip atau motif ekonomi itu tiap orang- orang atau masyarakat tidak akan (mau) bekerja lebih berat atau lama daripada semestinya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Atau dengan perkataan lain bahwa tiap – tiap masyarakat akan berusaha mencapai hasil yang sebesar- besarnya dengan biaya yang serendah- rendahnya dan dalam waktu yang sesingkat- singkatnya. Sjafruddin Prawiranegara melihat bahwa motif ekonomi itu tidak selalu menjadi faktor yang penting dalam hidup manusia, bahkan tidak jarang faktor ekonomi itu tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan faktor- faktor lain, diantaranya faktor agama . 
Motif ekonomi yang menjadi sendi ilmu ekonomi hanyalah merupakan kekuatan yang relatif. Selanjutnya bahwa pertimbangan- pertimbangan agama sebagai kenyataan tidak kurang pentingnya daripada motif ekonomi, maka manusia itu sendirilah yang akan memilih dua pernyataan itu yang akan dipergunakan sebagai tenaga penggerak dalam kehidupan. 
Menurut Dawam Rahardjo, ekonomi Islam mempunyai tiga macam penafsiran . pertama, yang dimaksud adalah “ilmu ekonomi” yang berdasarkan nilai- nilai ajaran Islam. Kalau ini yang dimaksud, maka akan timbul kesan bahwa ajaran Islam itu mempunyai pengertian tersendiri mengenai apa itu “ekonomi”. Kedua, yang dimaksud adalah “sistem ekonomi Islam”. 
Sistem menyangkut pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Ketiga, yang dimaksud adalah sebagai “perekonomian Islam”. Pengertian seperti ini berkembang dari sikap pragmatis sebagaimana yang dilakukan oleh oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI). OKI mengambil prakarsa untuk memajukan perekonomian masyarakat yang beragama Islam, baik masyarakat berkedudukan mayoritas maupun minoritas di negara masing- masing. 
Upaya itu dilakukan di bidang perdagangan antara negara- negara Islam, pendirian Bank Pembangunan Islam (IDB), memberikan kredit dan sumbangan kepada masyarakat muslim melalui pemerintah mereka masing- masing. Dari ketiga penafsiran di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam sebenarnya sama dengan ilmu ekonomi umumnya, namun dalam Islam tujuan kegiatan ekonomi hanyalah merupakan alat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat, dengan melakukan ibadah kepada Allah SWT. Ekonomi Islam memperhatikan dan menerapkan ajaran Islam dalam perilaku ekonomi dan dalam pembentukan sistem ekonomi. 
Adapun landasan Islam dalam memberikan pedoman- pedoman dalam bidang ekonomi menurut A.A. Basyir ada tiga landasan yaitu aqidah, moral dan yuridis. 
1. Landasan Aqidah Ekonomi Jalan Tengah 
a). Penegasan tentang kedudukan manusia sebagai mahluk Allah yang berfungsi mengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas amanat Allah itu. Manusia dibekali berbagai macam kemampuan, diantaranya kemampuan menguasai, mengolah dan memanfaatkan potensi alam, guna mencukupi kebutuhan taraf hidupnya. Dalam Al- Quran disebutkan tentang kedudukan dan fungsi manusia, misalnya QS . Al-Baqarah (2): “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:’ sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi’. . . .. Di dalam ayat ini disebutkan kedudukan manusia sebagai khalifah, yaitu yang diberi kuasa oleh Allah untuk melaksanakan kehendak Allah dalam menciptakan bumi dan isinya. Al Quran Surah Al Hadid (52):7 antara lain mengajarkan :”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. . . . . Ayat yang akhir ini menegaskan bahwa terhadap harta benda yang telah diperoleh dengan usahanya sendiripun, manusia hanya berkedudukan sebagai orang yang memperoleh kuasa dari Allah untuk menggunakannya sesuai pedoman yang diberikan Allah. 
b). Bekerja mencari nafkah dan memanfaatkan potensi alam untuk mencukupkan kebutuhan hidup manusia menurut pandangan Islam bukan tujuan, melainkan merupakan sarana yang harus ditempuh sesuai dengan fitrah manusia sendiri. Tujuannya adalah mencari keridhaan Allah dengan jalan berbuat kebaikan, bersyukur atas nikmat Allah dan bermanfaat bagi sesama. Dalam hubungan ini QS. Al Qashash (28): 77 mengajarkan :”Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat,dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berbuat kerusakan”. 
2. Landasan Moral Ekonomi Jalan Tengah 
Pertama, Islam mawajibkan kaum muslimin untuk berusaha mencari kecukupan nafkah hidup bagi dirinya dan keluarganya yang menjadi tanggung jawabnya. Islam mengajarkan bahwa makanan seseorang yang terbaik adalah yang diperoleh dari usahanya sendiri. Islampun mengajarkan bahwa tangan yang memberi lebih baik daripada tangan yang meminta. 
Kedua, Islam mendorong supaya orang banyak memberikan jasa kepada masyarakat, hal ini sesuai dengan Hadist Nabi yang berbunyi, “Sebaik- baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”. Atas dasar ajaran hadist tersebut, seorang pedagang misalnya dalam melakukan kegiatan perdagangan itu dilandasi niat memberikan jasa untuk kehidupan masyarakat, di samping memberikan motif mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Maka ia melakukan perbuatan yang terpuji termasuk amal ibadah kepada Allah. 
Kegiatan manusia dalam bidang ekonomi memenuhi landasan moral seperti yang disebutkan di atas, diperlukan syarat- syarat etis. Diantaranya yang pertama, kegiatan yang dilakukan harus termasuk hal yang halal, bukan yang haram. Kedua, kegiatan yang pada dasarnya halal, harus dilakukan dengan cara- cara yang tidak mengakibatkan kerugian dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, berdagang barang- barang yang halal adalah dibenarkan, tetapi apabila perdagangan itu dilakukan dengan mengandung unsur- unsur tipuan atau pemerasan merupakan perdagangan yang tidak memenuhi landasan moral tersebut. Ketiga, nilai keadilan harus senantiasa dipelihara, dengan akibat bahwa setiap kegiatan yang bertentangan dengan nilai- nilai keadilan tidak dapat dibenarkan. Misalnya menimbun bahan- bahan baku, seperti bahan makanan dengan tujuan untuk menaikkan harga pasar. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena menimbulkan kerugian di dalam masyarakat. 
3. Landasan Yuridis Ekonomi Jalan Tengah 
Landasan yuridis ajaran Islam dalam bidang perekonomian adalah yang menjadi landasan ajaran Islam pada umumnya, yaitu Al- Quran, Sunnah Rasul dan akal (Ijtihad). Al-Quran memberikan pedoman dalam bidang ekonomi seperti halnya dalam bidang kemasyarakatan pada umumnya, memberikan pedoman- pedoman yang bersifat garis besar, seperti membenarkan memperoleh rezki dengan jalan perdagangan, melarang riba, melarang menghambur- hamburkan harta, perintah bekerja untuk mencari nafkah. 
Sunnah Rasul memberikan penjelasan perinciannya, seperti mengatur bagaimana cara perdagangan yang dihalalkan dan bagaimana pula yang di haramkan, menerangkan macam dan bentuk riba yang dilarang Al- Quran, memberi penjelasan bentuk pemborosan yang dilarang agama, memberi penjelasan tentang pekerjaan- pekerjaan mana yang dibenarkan untuk mencari rizki dan lain sebagainya. Ijtihad dilakukan untuk mengembangkan penerapan pedoman- pedoman Al- Quran dan Sunnah Rasul dalam berbagai macam aspek perekonomian yang tidak ada dalam Al- Quran dan Sunnah Rasul. Ada banyak hubungan erat anatara Islam dengan masalah ekonomi, namun perlu adanya skala prioritas dalam pembahasan masalah ini. 
Untuk itu, penulis membatasi hanya akan membahas masalah yang mempunyai relevansi dengan pemikiran Sjafruddin Prawiranegara, untuk itu, dipaparkan mengenai pandangan Sjafruddin Prawiranegara yang diselaraskan dengan ajaran Islam seperti kerja, campur tangan negara terhadap sistem perekonomian serta solidaritas sosial.
a. kerja Manusia tidak bisa dilepaskan dari pekerjaan, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya perlu adanya penghasilan dan itu diperoleh lewat kerja. Sedangkan, kerja menurut pandangan Islam adalah mencakup segala macam pekerjaan yang menghasilkan imbalan jasa, baik yang berbentuk materi seperti berdagang, atau yang berbentuk kegiatan pikiran seperti konsultan dan lain sebagainya. Menurut Sjafruddin Prawiranegara , kerja itu merupakan kewajiban dan sumber hidup yang pertama. Pendapatan yang sah dan halal hanyalah yang berasal dari pekerjaan sendiri. Bahkan kita (umat Islam) dilarang untuk meminta- minta, (Islam) melarang keras menarik keuntungan dari keringat dan hasil pekerjaan orang lain. 
Ini sesuai dengan Hadist Nabi: “ Sungguh apabila kamu mencari kayu, kemudian diikat dan dibawa di atas punggungnya (kemudian di jual untuk mendapatkan rezki bagi kebutuhan hidupnya) adalah lebih baik dari pada kamu meminta- minta kepada seseorang yang mungkin ia memberi atau menolak”. Satu hal yang perlu dicatat bahwa Islam menyuruh kepada umatnya untuk selalu berusaha dan bekerja serta menilai semua itu sebagai ibadah kepada Allah. Manusia diharuskan untuk bekerja dalam pekerjaan yang halal (yang diperbolehkan oleh Islam) dan tidak merugikan orang lain. Demikianlah usaha apapun asalkan halal adalah baik dan terhormat.
b. Campur Tangan Negara Dalam Perekonomian Pada dasarnya peranan negara (pemerintah) dalam perekonomian yang Islami adalah sesuatu hal yang wajar serta lumrah. Pemerintah adalah pemegang amanah Allah untuk menjalankan tugas- tugas kolektif dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan serta tata kehidupan yang baik bagi seluruh umat. Menurut pandangan Sjafruddin Prawiranegara, pemerintah hendaknya ikut campur tangan terhadap sistem perekonomian negara dengan batas- batas yang sewajarnya. Sjafruddin Prawiranegara tidak menginginkan peran negara yang terlalu dominan dan otoriter (seperti di negara- negara komunis) yang mengakibatkan mematikan kreativitas masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya, bahkan peran pemerintah yang ororiter justru menimbulkan penyalahgunaan wewenang, sehingga menimbulkan korupsi. 
Sjafruddin Prawiranegara juga tidak menginginkan peran negara yang lepas tangan terhadap perekonomian negara (seperti di negara- negara kapitalis) yang memberikan kebebasan terhadap pasar sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat bahkan menimbulkan monopoli perseorangan. Sjafruddin Prawiranegara menginginkan supaya peran pemerintah terhadap perekonomian sesuai dengan pasal UUD 1945 pasal 33, sehingga nantinya akan adanya keharmonisan antara kepentingan invidu, masyarakat dan negara. Hal ini sesuai dengan QS. An- Nisa (4):75 mengajarkan :”Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang- orang yang lemah baik laki- laki, wanita maupun anak- anak yang semuanya berdoa : ‘Ya Tuhan kami, keluarkan kami dari negeri ini (Makkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari hadirat-Mu, dan berilah kami penolong kami dari hadirat-Mu’”. Ayat ini oleh A.A. Basyir ditafsirkan apabila dikhususkan mengenai wewenang campur tangan negara dalam bidang perekonomian, maka diperoleh ketentuan bahwa negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari tindakan sewenang- wenang kaum kapitalis dan lain sebagainya. 
Pada dasarnya Islam mengakui dan melindungi hak milik perseorangan, tetapi dalam waktu yang sama Islam juga mengakui bahwa hak milik berfungsi sosial. Dalam Islam kebebasan untuk mengembangkan kebebasan berusaha dan milik miliknya asalkan tidak berakibat merugikan kepentingan orang lain. Islam mengajarkan dalam kehidupan bermasyarakat harus di lakukan secara seimbang, artinya kepentingan individu tidak dimenangkan atas kepentingan masyarakat, tetapi tidak pula kepentingan masyarakat tidak memberi tempat kepada kepentingan individu. Berdasarkan pernyataan di atas maka masalah nasionalisasi negara terhadap perusahaan- perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak perlu di lakukan. Sjafruddin Prawiranegara termasuk ke dalam tokoh yang setuju supaya hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Nasionalisasi terhadap perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak dapat dibenarkan secara Islam karena untuk menghindari jangan sampai terjadi monopoli perseorangan sehingga memberatkan kehidupan masyarakat secara luas. Dalam ekonomi Islam tidak dibenarkan tentang persaingan bebas “laisser faire laiser passer” (biarkanlah bekerja dan berjalan secara bebas) seperti dalam kapitalisme, tetapi juga tidak menyutujui gagasan serba negara sebagaimana dalam sosialisme. 
Sistem ekonomi Islam berada di tengah- tengah antara kapitalisme dan sosialisme, mengakui dan melindungi eksistensi individu dalam batas keserasiannya dengan kepentingan masyarakat dan memperhatikan kepentingan masyarakat tanpa mengurangi kepentingan individu . c. Solidaritas Sosial Manusia di ciptakan oleh Allah SWT sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Atas dasar itu sudah sepantasnya manusia itu saling tolong- menolong dan saling membantu. Hal sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al- Hujurat, 13 : “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan dari kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku- suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadirat Allah adalah orang yang bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Dari ayat diatas dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa Tuhan menciptakan manusia berbangsa- bangsa, bersuku- suku supaya kita saling mengenal, saling menjalin persahabatan dan kerja sama dan saling mengisi antara satu dengan yang lain. Untuk itu kerja sama antar umat manusia sebagaimana yang diajarkan oleh Islam dapat terlaksana diperlukan rasa solidaritas antar umat manusia. 
Menurut pandangan Sjafruddin Prawiranegara bahwa Islam merupakan kompromis antara sistem kapitalis dan sosialis melihat bahwa kepentingan individu dan masyarakat harus dilaksanakan secara seimbang, agar tidak terjadi ketimpangan sosial. Untuk itulah perlu dilakukan kerjasama semua pihak yang saling menguntungkan. 
Dalam bidang ekonomi, ciri khas konsep solidaritas Islami adalah untuk meniadakan semua kegiatan ekonomi yang anti sosial. Perusahaan yang memegang monopoli dan melakukan kegiatan spekulatif dilarang, karena ia mengambil keuntungan dari penderitaan sesama. Menurut Sjafruddin Prawiranegara, tidak akan terjadi persaudaraan atau rasa solidaritas sosial di masyarakat kapitalis dan komunis. 
Sjafruddin Prawiranegara memberikan contoh bahwa dalam masyarakat komunisme tidak ada rasa persaudaraan. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat komunis terjadinya pertentangan kelas dan penindasan atas suatu kelompok dengan kelompok lain. Di dalam masyarakat kapitalis tidak terjadi adanya rasa solidaritas sosial dalam masyarakatnya.. hal ini dikarenakan dalam sistem kapitalis usaha pencarian ekonomi tidak didasarkan atas etika agama akibatnya terjadi persaingan tidak sehat, monopoli yang akhirnya terjadi ketimpangan sosial. 
D. Zakat Sebagai Instrumen Ekonomi Jalan Tengah (Ekonomi Islam) 
Sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan negara Islam pada periode klasik serta di negara- negara Islam pada umumnya adalah zakat, yang notabene merupakan salah satu dari rukun Islam. 
Zakat merupakan aktivitas yang dilakukan oleh umat Islam yaitu dengan memberikan sebagian harta kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang- orang tertentu sebagaimana yang telah ditentukan. Menurut Sjafruddin Prawiranegara pengertian zakat yaitu sebagian dari harta kekayaan dan pendapatan kita adalah hak orang- orang miskin. Zakat menurut Al- Quran di sebut juga sedekah, yang dalam pengertian sehari- hari , bersama dengan infak, merupakan anjuran yang melengkapi doktrin Zakat . 
Dalam Islam, zakat adalah salah satu ketentuan yang bersifat wajib. Perintah membayar zakat dapat ditemui dalam Al- Quran. Zakat menurut M. Abdul Mannan meliputi tiga bidang yaitu moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat yang digunakan oleh (Islam) untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan dalam tangan segelintir orang. Salah tujuan dari pelaksanaan zakat adalah mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendorong pembangunan sebuah bangsa. 
Sjafruddin Prawiranegara berpendapat bahwa zakat itu merupakan salah satu instrumen (alat) dalam pemberantasan kemiskinan dan pemerataan kegiatan pembangunan. Bagi orang awam, pengertian zakat disamakan dengan pajak., padalah keduanya berbeda. Pajak merupakan kewajiban ekonomi atau kewajiban administratif yang ditetapkan berdasarkan dan ketentuan oleh negara, sedangkan zakat merupakan kewajiban keagamaan. Menurut Dawam Rahardjo ada tiga perbedaan antara pajak dengan zakat. 
Pertama, pajak telah ditentukan oleh pemerintah karena si pembayar pajak akan menikmati atau mengambil manfaat dari barang dan jasa umum tertentu yang telah disediakan oleh pemerintah, yang dibiayai dengan hasil pungutan pajak tersebut. Dalam hal zakat, si pembayar zakat tidak dimaksudkan memperoleh manfaat kembali atas pembayarannya atau menharap suatu imbalan. Memang, zakat akan bermanfaat, namun manfaatnya akan dirasakan orang lain. Niat si pembayar zakat hanyalah beribadah dan melaksanakan perintah Allah. Kewajiban zakat hanya dikenakan kepada masyarakat muslim, sedangkan orang nonmuslim tidak kena kewajiban. Kalau pajak dikenakan kepada semua warga negara dengan tidak memandang agama. Kedua, pajak ditentukan berdasarkan tarif tertentu untuk berbagai golongan pajak dan dapat naik- turun, tergantung pada peraturan yang disusun atas dasar perhitungan rasional- ekonomis, sedangkan zakat pada dasarnya bersifat proporsional dan tidak dapat diuabah- ubah, misalnya zakat harta dan perdagangan 2, 5%, zakat pertanian 10 %, dan lain sebagainya. Ketiga, dalam soal pembelanjaan dan penggunaannya, pembelanjaan dan penggunaan pajak diatur dalam suatu anggaran belanja negara berdasarkan rencana kegiatan pemerintahan, perkembangan ekonomi dan pembinaan sosial budaya. 
Dalam zakat, sudah ditentukan siapa yang berhak menerimanya, yaitu delapan golongan seperti yang tercantum dalam QS. At- Taubah, 60, yaitu orang miskin, fakir (orang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan), amil (penyelenggara zakat), mualaf (orang yang baru masuk Islam), budak yang pelu dimerdekaan dengan tebusan, Gharim (orang yang menanggung hutang dan tidak mampu membayarnya), untuk membiayai perjuangan di jalan Allah (sabilillah), dan orang yang berada dalam perjalanan dan memerlukan pertolongan (ibnus- sabil). Zakat bukanlah satu- satunya sumber dana umum dalam sistem ekonomi Islam, karena masih ada sedekah, infaq, wakaf, dan lain sebagainya. Untuk mengurus dan manjalankan zakat perlu dibentuk suatu lembaga atau instansi. Untuk itulah kemudian bermunculan lembaga yang mengurusi zakat, seperti BAZIS (badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqoh). 
BAZIS merupakan sebuah lembaga yang dapat berperan strategis dalam melakukan upaya- upaya terobosan yang kreatif dan inovatif, terutama untuk mengembangkan zakat sebagai instrumen kebijaksanaan publik guna meningkatkan kesejahteraan umat. Untuk itu, BAZIS perlu melakukan kampanye penerangan dan fasilitas agar kaum muslimin yang mampu menjadi sadar terhadap ZIS (zakat, infaq dan sadaqah) dan melaksanakan kewajiban maupun amal saleh. 
E. Pandangan Sjafruddin Mengenai Riba dan Bunga 
Dalam ekonomi jalan tengah atau ekonomi Islam tidak akan pernah dilepaskan dari persoalan riba dan bunga (interest). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat mengenai bunga (interest). Perbedaan itu diakibatkan karena adanya perbedaan interpretasi (penafsiran) mengenai bunga (baca: bunga bank). Masalah riba dan bunga dipaparkan untuk menjelaskan bagaimana pandangan Sjafruddin Prawiranegara . 
1. Pandangan Sjafruddin Mengenai Riba Berbicara mengenai ekonomi Islam, biasanya orang akan teringat kepada masalah riba dan mengira bahwa inilah yang membedakan ekonomi Islam daripada ekonomi lainnya. Riba adalah suatu kategori agama. Arti riba sendiri menurut tata bahasanya berarti tambahan terhadap pokok yang dipinjamkan. Sedangkan, menurut kamus bahasa Indonesia, riba merupakan bunga uang yang besarnya diukur dengan prosentase tertentu, bisa rendah, sedang atau tinggi suku atau tingkat bunganya. 
Menurut Sjafruddin Prawiranegara, riba merupakan segala keuntungan yang diperoleh dengan kecurangan dan kekerasan. Juga keuntungan dari kegiatan perdagangan biasa, apabila di dapatkan dengan penipuan atau paksaan, adalah haram, riba . Selanjutnya, dikemukakan bahwa riba merupakan larangan Allah terhadap riba bukan hanya terbatas pada interest (bunga), tetapi meliputi segala macam keuntungan termasuk interest yang diperoleh dengan cara yang tidak wajar, cara yang tidak manusiawi, cara curang dan pemakaian kekerasan. Sjafruddin Prawiranegara memperjelas posisinya mengenai riba bahwa ia sepakat dengan para ulama yang menyatakan bahwa riba itu adalah Haram. Ini sesuai dengan QS. A- Baqarah, 275:” Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Oleh Sjafruddin Prawiranegara ayat ini di tafsirkan seolah- olah setiap bentuk perdagangan, dalam hal benda (material) adalah sah dalam pandangan Tuhan dan bahwa setiap bunga yang berasal dari hubungan pinjam- meminjam dengan uang sebagai objeknya maka ini pun dilarang. Untuk itu Sjafruddin Prawiranegara memberikan contoh bahwa para pemberi pinjaman uang dengan memungut bunga yang tinggi, sering menjalankan tipu muslihat dengan menjual barang- barang secara kredit kepada pembeli yang sebenarnya membutuhkan uang, kemudian membeli barang yang sama dengan kontan dan harga yang lebih murah. Perbedaan harganya sebenarnya bunga yang harus dibayar oleh pembeli kepada peminjam dan inipun seharusnya dilarang apabila dilakukan dengan persetujuan pinjam- meminjam. 
Hubungan pinjam- meminjam ini di tutupi sebagai suatu transaksi dagang, maka para pemberi pinjaman sesuai ajaran para ulama telah melakukan suatu tipu muslihat, padahal sebenarnya hanya mencoba untuk menipu diri sendiri dan orang lain terhadap keyakinan yang salah itu. Ada kecendrungan yang luas di dunia Islam bahwa memperlakukan ajaran agama adalah lebih banyak sebagai pernyataan formal daripada secara sungguh- sungguh mencoba menegakkan seruan agama menurut arti sebenarnya yang mengakibatkan kemerosotan moral dan selanjutnya merambah kepada kemunduruan sosial, ekonomi dan politik. Itulah yang di khawatirkan Sjafruddin Prawiranegara terhadap salahnya penafsiran terhadap perintah agama. Kemudian Sjafruddin Prawiranegara menyatakan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan melarang riba bukan hanya sebagai suatu deklarasi formal, tetapi mencoba untuk mencari arti yang sebenarnya , ini di jelaskan melalui QS. An- Nisa, 29:” Hai orang- orang yang beriman, jangnlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Ayat ini di tafsirkan oleh Sjafruddin Prawiranegara, bahwa mendapatkan keuntungan melalui perdagangan dibenarkan oleh Allah, tetapi dengan syarat yaitu perbuatan ini didasarkan atas dasar sukarela dan atas ketulusan hati kedua belah pihak. 
Sifat dari laba dalam dunia perdagangan tidaklah diragukan keabsahannya. Jadi keuntungan (laba) adalah sah dalam pandangan agama. Hanya saja laba (keuntungan) ndari perdagangan itu bersih atau dilakukan secara jujur. Ini sesuai dengan hadist Nabi yaitu bahwa ,”Sumber- sumber pendapan yang mana yang paling baik? Jawabannya adalah pendapan yang berasal dari tenaga sendiri dan laba dari perdagangan yang mabrur.” Kata mabrur disini di artikan oleh Sjafruddin Prawiranegara dengan arti bersih. Maksudnya, bebas dari unsur penipuan ataupun penyalahgunaan kekuasaan, baik politik, ekonomi maupun jenis kekuatan yang lain seperti pengetahuan, ketrampilan khusus dan lain sebagainya. Jadi kesimpulan dari ketentuan Allah dalam Al- Quran bahwa Allah menghalalkan perdagangan dan melarang “riba” seharusnya di baca: Allah SWT membenarkan laba yang diperoleh dari perdagangan yang bersih, tetapi melarang laba dari perbuatan yang tidak adil . Arti laba dari perbuatan yang tidak adil adalah riba. 
Jadi dapat disimpulkan bahwa keuntungan baik dari perdagangan maupun dari pinjaman adalah halal, tetapi keuntungan yang berlebihan (berlipat ganda) yang didapatkan dengan melanggar kemanusiaan dan merusak alam adalah riba dan ini yang di haramkan Allah. Masih menurut Sjafruddin Prawiranegara , riba dengan segala keuntungannya dapat diperoleh dengan 1. Exploitation de l’homme par l’homme (penindasan dan pemerasan manusia oleh sesama manusia) dan 2. Abus de la Nature par l’homme (penyalahgunaan alam oleh manusia) 
Kemudian Sjafruddin Prawiranegara memberikan solusi alternatif supaya kita terhindar dari riba ini, yaitu dengan mengabdi kepada Allah SWT dan berbuat baik terhadap sesama mahluk Allah sebagaimana yang tercantum dalam Al- Quran dan Sunnah Rasul. Istilah riba itu sendiri terdapat juga dalam Al- Quran, misalnya dalam QS Ar Rum 39:” Dan apa saja yang kamu berikan berupa riba, sehingga hal itu menambah harta manusia, hal itu menurut Allah tidak menambah apa- apa; dan apa saja yang kamu berikan berupa zakat dengan mendambakan keridhaan Allah, mereka itulah yang mendapat keuntungan berlipat ganda”. Ayat di atas menurut Dawam Rahardjo , mempunyai pengertian secara ekonomis, yaitu dapat menambah kekayaan seseorang, tetapi dalam penilaian Allah, riba tidak menambah apa- apa. 
2. Pandangan Sjafruddin Mengenai Bunga Istilah bunga mungkin bagi orang yang awam terhadap ilmu ekonomi disamakan dengan riba. Menurut pendapat kebanyakan ulama dan ahli ekonomi Islam, riba itu identik, sama dengan bunga (interest) yang berhubungan dengan pinjam- meimjam khususnya uang. Bunga (interest) tidak dapat dipisahkan dari usaha ekonomi. Sjafruddin Prawiranegara sendiri mempunyai pandangan yang berbeda mengenai bunga (interset) dibandingkan dengan ulama. Pandangan ulama Pakistan yang terkenal, Abul A’la Maududi tentang interset (bunga) adalah haram . Menurut keputusan pada konferensi Ekonomi di London bahwa bunga (interest) dilarang dan merupakan riba. Namun Sjafruddin Prawiranegara tidak sependapat dengan keputusan yang menyatakan bahwa bunga (interest) termasuk riba dan haram. Untuk itu Sjafruddin Prawiranegara memberikan pendapat dan argumentasinya bahwa bunga (interst) itu tidak sama dengan riba. Pertama- tama Sjafruddin Prawiranegara melihat argumentasi ulama yang mengatakan bahwa bunga itu termasuk riba permasalahan ini dari Al- Quran yaitu QS. Al- Baqarah, 275:” :”Mereka yang memakan riba, yaitu yang mengambil untung dari menipu dan berbuat jahat,tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan. Ini adalah disebabkan mereka berkata:jual beli itu sama dengan menipu. Tetapi Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Ayat di atas ditafsirkan oleh Sjafruddin Prawiranegara, laba yang diperoleh dari perdagangan sama dengan bunga (dari pinjaman uang), sedangkan riba itu sesuatu yang berlipat ganda yang didapatkan melalui eksploitasi dan bunga seperi bunga bank itu tidak dilarang dan diperbolehkan. Selanjutnya Sjafruddin Prawiranegara mengartikan bahwa bunga (interest) pada hakekatnya adalah sama dengan uang sewa, tetapi, walaupun uang sewa itu halal, kalau si penyewa meminta uang sewa terlalu tinggi dan menyalahgunakan uang itu dan memberatkan sekaligus merugikan bagi si penyewa, maka uang sewa yang halal bisa berubah sifatnya menjadi riba, itu yang dilarang oleh agama. 
Sjafruddin Prawiranegara dalam sebuah tulisannya , menjelaskan bahwa ada persamaan antara ekonomi Islam dan ekonomi barat yaitu tentang bunga (interst). Interest, selama ini (menurut Sjafruddin Prawiranegara) masih dapat dianggap wajar dan halal. Seperti juga keuntungan- keuntungan dari kegiatan perdagangan dan lain sebagainya, asalkan tidak diperoleh dengan paksaan dan kecurangan. Kemudian yang menjadi pertanyaan kita dalam kehidupan sehari- hari adalah sampai batasan mana antara keuntungan (temasuk bunga, Interst) yang wajar dan tidak mengandung riba. 
Menjawab pertayaan tersebut, Sjafruddin Prawiranegara memberikan alternatif pemecahan. Pertama, diperlukan suatu instansi (lembaga) yang bisa menetapkan standar batas antara untung (laba) yang halal dengan riba. Sjafruddin memberikan contoh yaitu pemerintah (negara). Pemerintah dapat menetapkan batas makmimal harga barang- barang, terutama barang kebutuhan pokok, seperti sembako (sembilan bahan pokok). Apabila keadaan darurat, misalnya ada bencana alam, kerusuhan dan lain sebagainya yang mengakibatkan barang- barang kebutuhan pokok menjadi kurang bahkan sampai terjadi kelangkaan, maka pemerintah juga mengatur harga maksimal barang itu. Begitu pula batas maksimal bunga (interest) yang diambil oleh bank- bank (dalam hal ini bank konvensional) juga lembaga perkreditan itu perlu diatur oleh pemerintah sehingga tidak akan menimbulkan keberatan dalam masyarakat. 
Kedua, semua pedagang baik dalam skala kecil maupun besar dapat dengan sendirinya mengatur dan menentukan batas yang wajar mapun yang tidak wajar terhadap keuntungan yang diambil. Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi: “Segala perbuatan harus ada niatnya”. Asalkan para pedagang tersebut bukan bertujuan memperoleh untung (laba) sebesar- besarnya atau berkali lipat. Sebenarnya, tujuan terhadap laba (untung) bagi para pedagang adalah memperoleh kembali modal pokok ditambah dengan keuntungan yang biasa, maka untung itu halal, asalkan dalam batasan harga maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah (kalau pun ada). Kebanyakan para ekonom (ahli ekonomi) menentang pembatasan harga oleh pemerintah dan menyerahkannya kepada hukum permintaan dan penawaran (demand and supply of law). 
Bagamaimana pun juga, untuk mencegah jangan sampai rakyat menjadi miskin akibat keserakaan orang- orang kapitalis, Sjafruddin memberikan saran yaitu kebijakan pemerintah dilakukan dengan cara yang bijaksana kalau perlu pemerintah ikut campur dalam pembentukan harga- harga dan tidak boleh menyerahkannya 100 % kepada hukum demand dan suply. 
Sjafruddin Prawiranegara menyadari bahwa antara ekonomi barat dan ekonomi Islam sebenarnya banyak terdapat persamaannya dari pada perbedaannya. Perbedaannya itu lebih banyak bersifat insidental daripada prinsipil, karena perbedaan pandangan mengenai riba sesungguhnya disebabkan karena salah tafsir makna riba menurut Al- Quran dan Hadist. Selanjutnya Sjafruddin Prawiranegara mengingatkan kepad kita supaya kita tidak perlu berusaha mendirikan “bank tanpa bunga” yang fungsinya untuk memajukan umat. Pendirian bank- bank Islam yang tidak membayar dan memungut bunga, menurut keyakinan Sjafruddin Prawiranegara hanya akan membuang- buang waktu. Usaha itu mungkin berhasil, tetapi badan atau lembaga yang dapat memenuhi keperluan itu,pasti bukan bank. karena ciri bank diantaranya adalah mengumpulkan uang dan memberi imbalan jasa kepada nasabah dan juga, memberi pinjaman kepada nasabah dengan kewajiban membayar bunga kepada bank sebagai bentuk konpensasi. 
Bank tanpa ada bunga tidak akan dapat hidup. Sjafruddin Prawiranegara memberikan contoh negara-negara di Eropa Barat seperti negeri- negeri skandinavia yaitu Swedia, Norwegia, Denmark dan Benelux (Belgia, Nederland dan Luxemburg menjadi negara yang makmur dan secara praktis menghapuskan kemiskinan tidak dengan meniadakan bunga, tetapi sebaliknya, dengan adanya bunga dan dengan pemakaiannya yang bijaksana melalui sistem bank. Selanjutnya Sjafruddin Prawiranegara memberikan penilaian dan analisis tentang lembaga yang menamakan dirinya “bank tanpa bunga” yang memperoleh uang dan mengelolanya sehingga mendapatkan keuntungan (laba) yaitu, “bank tanpa bunga” itu sebenarnya itu membayar dan memungut bunga tetapi namanya ditukar, misalnya diberi nama (sevice fee) atau lain sebagainya.
KESIMPULAN
Ekonomi jalan tengah menurut pandangan Sjafruddin Prawiranegara merupakan jalan tengah atau kompromi antara dua sistem ekonomi, yaitu ekonomi sosialisme dan liberal yang keduanya mengarah kepada ekonomi alternatif yaitu sistem ekonomi yang bersumber kepada ajaran Islam atau ekonomi Islam. Hal ini terlihat dalam suatu tulisannya yang menjelaskan bahwa antara dua sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi sosialisme, Islam menempati kedudukan di tengah- tengah. Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh Sjafruddin Prawiranegara menganai ekonomi jalan tengah atau ekonomi Islam dalam tulisan- tulisannya berorientasi kepada upaya pemaknaan atau interpretasi terhadap nilai- nilai ajaran agama (Islam) dengan permasalahan ekonomi. 
Sjafruddin Prawiranegara mempunyai pandangan berbeda dengan pemikir Islam lain mengenai bunga bank (interest), menurutnya bunga bank (interest) yang wajar, misalnya menurut harga pasar tidak bisa dikategorikan sebagai riba. Menurutnya, riba itu adalah sesuatu hasil transaksi yang mengandung pemerasan dan penipuan. Masalah riba menurut Sjafruddin Prawiranegara sependapat dengan para pemikir Islam lain yaitu riba adalah haram dan dilarang. Sjafruddin Prawiranegara mempunyai harapan besar dengan mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat akan kelebihan sistem ekonomi alternatif ini sudah seharusnya perlu dijadikan modal dasar untuk terus mengembangkan ekonomi Islam. Tentu dengan sebuah harapan agar dengan sistem ini pada waktunya ekonomi Indonesia akan berkembang dan bangkit dari keterpurukan dan nantinya berimplikasi pada semakin minimnya jumlah kemiskinan. Sjafruddin Prawiranegara meyakini bahwa dengan melaksanakan ajaran- ajaran-Nya, niscara akan dimudahkan keluar dari kesulitan- kesulitan ekonomi dan Allah akan membukakan rahmat-Nya dari langit dan bumi seperti yang telah dijanjikan dalam firman-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Koran Suara Masjumi edisi 10 Juni 1956.Majalah Hikmah edisi 14 Nopember 1953,Tempo No.20. Thn XIII. 10 Juni 1983. B. Buku Ahmad Azhar Basyir,.1978. Garis Besar Sistem Ekonomi Islam.Yogyakarta: FE UGM. A. M. Saefuddin.1987. Ekonomi dan Masyarakat: Dalam Perspektif Islam .Jakarta: Rajawali Press. Ajip Rosidi. 1986. Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepada Allah SWT. Jakarta : Inti Idayu. Gottschalk, Louis.1975. Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto.Jakarta: Yayasan Penerbit UI. M. Abdul Manan.1997. Islamic Economics, Theory and Practice terj. M. Nastangin.Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa. Muhammad Djakfar.2007. Agama, Etika, dan Ekonomi: Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi Rabbaniyah.Malang : UIN – Malang Press M. Dawam Rahardjo.1987. Perspektif Deklarasi Makkah: Menuju Ekonomi Islam .Bandung: Mizan. .1999. Islam dan Tranformasi Sosial- Ekonomi.Jakarta: LSAF. .1990. Etika Ekonomi dan Manajemen.Yogyakarta: Tiara Wacana. .1992. Pramatisme dan Utopia: Corak Nasionalisme Ekonomi Indonesia .Jakarta: LP3ES. . .1995. Bank Indonesia dalam Kilasan Sejarah Bangsa.Jakarta: LP3ES. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta.2000. Ekonomi Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sjafruddin Prawiranegara.1957. Tindjauan Singkat tentang Uang dan bank Sentral..Jakarta:Gunung Agung .1966. Membangun Kembali Ekonomi Indonesia.Jakarta: Bulan Bintang. .1971. Al- Aqabah, Pendakian Yang Tinggi (Beberapa pikiran Tentang Pembangunan)”. Jakarta:Bulan Bintang. .1986. Kumpulan Karangan Terpilih Jilid I: Islam Sebagai Pedoman Hidup. Jakarta:Inti Idayu. .1986. “Peranan Agama dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat dan Ekonomi Indonesia”, dalam Ajip Rosidi (Peny), Kumpulan Karangan Terpilih Jilid I:Islam Sebagai Pedoman Hidup.Jakarta: Inti Idayu. .1988. “Uang dan bank Ditinjau dari Segi Ekonomi dan Agama “, dalam Ajip Rosidi (Peny), Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam..Jakarta:CV Masagung. .1988. “Apakah Modal Asing Berbahaya bagi Bangsa dan Negara Kita?”, dalam Ajip Rosidi (Peny), Ekonomi dan Keuangan:Makna Ekonomi Islam,.Jakarta: CV Masagung. .1988. “Apa yang Dimaksud dengan Sistem Ekonomi Islam”, dalam Ajip Rosidi (Peny), Ekonomi dan Keuangan:Makna Ekonomi Islam,.Jakarta: CV Masagung. .1988. “Motif atau Prinsip Ekonomi Diukur Menurut Hukum- Hukum Islam”, dalam Ajip Rosidi (Peny), Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam.Jakarta: CV Masagung. .1988. “Hakekat Ekonomi Islam”, dalam Ajip Rosidi (Peny), Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam.Jakarta: CV Masagung. .1988. “Persamaan dan Perbedaan antara Ekonomi Islam dengan Ekonomi Barat”, dalam Ajip Rosidi (Peny), Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam.jakarta: CV Masagung. .1988. “Adakah Konsep atau Sistem Ekonomi Khusus Islam”, dalam Ajip Rosidi (Peny) Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam.jakarta: CV Masagung. .1988. “Memperkenalkan Asas dan Tujuan HUSAMI”, dalam Ajip Rosidi (Peny), Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam.Jakarta: CV Masagung.
Sumber: http://jurnalekis.blogspot.co.id/2015/06/jual-buku-ekonomi-neo-klasik-dan.html

Posting Komentar

0 Komentar