Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Aswaja : Salaf dan Khalaf


Oleh : Dr. Amal Fathullah Zarkasyi
(Dosen  Institut Studi Islam Darussalam Gontor)


Abd al-Qahir Al Baghdadi,  dalam Kitabnya, al-Farqu bayna al-Firaq : Bayan al-Firqah al Najiah Minhum, menjelaskan makna hadis Nabi SAW yang menerangkan tentang perpecahan umat. Dikatakannya, bahwa hadis tersebut mempunyai sanad yang banyak. Hadis iru menjelaskan bahwa di kalangan umat Islam itu ada golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiyah) dan golongan yang tidak selamat (al-Firqah al-Halikah).
Golongan yang selamat adalah Ahlus Sunnah wal-Jamaah. Istilah sunnah pada Ahlus Sunnah wal-Jamaah (Aswaja), merujuk pada petunjuk Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, baik ilmu, aqidah, perkataan dan amalan,  yaitu Sunnah  yang harus di pedomani;  dipuji bagi yang melaksanakannya dan dicaci bagi yang menyalahinya. (Lihat buku al-Wasiyah al-Kubra fi Aqidah Ahl Sunnah wal Jama’ah, h 23,  Syarh Aqidah al Tahawiyah  karangan Abu al-‘izzi al-Hanafi  h. 33).
Istilah Jama’ah merujuk pada umat terdahulu dari para Sahabat dan Tabi’in, siapa yang mengikuti mereka sampai hari kiamat; mereka berpegang teguh kepada al-Kitab dan Sunnah dan terhadap imam mereka;  mereka yang berpedoman kepada  petunjuk Nabi SAW, sahabatnya dan  pengikutnya sampai hari kiamat. (Lihat  buku al-I’tisam karangan al-Syatibi, Jilid I h. 28.)


Maka istilah Ahl Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang berpegang teguh kepada  sunnah Rasulullah SAW; mereka yang bersepakat dalam hal itu. Mereka adalah para Sahabat dan Tabi’in,  para imam yang diberi hidayah dan yang mengikuti mereka,  dan siapa yang berjalan mengikuti jejak mereka dalam aqidah, perkataan dan perbuatan sampai hari kiamat. (Abu al-‘izzi al-Hanafi, Op Cit,  h.330)


Pengertian perpecahan yang dimaksudkan oleh hadis Nabi adalah  perpecahan dalam hal pokok-pokok akidah, dan bukan dalam hal syariah furuiyah. Mereka yang berpegang teguh  kepada sunnah Rasulullah dan para Sahabatnya adalah golongan yang selamat. Dan bagi mereka yang menyalahi sunnah Rasulullah dan para Sahabatnya akan menemui kehancuran.


Al Imam Bayhaqi (Wafat 458 H) yang mempopulerkan istilah Ahl Sunnah wal Jam’ah dalam bukunya yang berjudul “ al-I’tiqad ‘ala madhab al-Salaf Ahl Sunnah Wal Jama’ah”, Penerbit al Salam al ‘Alamiyah, Cairo, 1984,  dan Dr. Abdul Halim al-Jundi dalam bukunya yang berjudul “ Ahmad bin Hambal : Imam Ahl Sunnah” Dar al- Ma’arif, Cairo 1977. Kemudian Dr. Ali Abd al-Fattah al-Maghribi  menulis buku yang berjudul “ Imam Ahl Sunnah wal Jama’ah:Abu Mansur al-Maturidi wa Arauhu al-Kalamiyah, Maktabah Wahbah, Cairo, 1985.


Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai mazhab agama adalah mazhab yang didirikan oleh Shahibul Syariah Nabi Muhammad SAW, kemudian diteruskan kepada para sahabat dan Tabiin dan Tabi’u tabi’in sampai hari kiamat. Dari sini kemudian terkenal istilah mazhab Salaf. Pengertian Salaf dari segi sejarah adalah mereka yang terdiri dari: Sahabah, Tabi’in dan Tabi’u al-Tabi’in dari ketiga abad (generasi) pertama hijrah, sedangkan mazhab Salaf adalah mazhab ketiga generasi tersebut,  dan mereka yang mengikuti mereka, terdiri dari para imam seperti imam yang empat,  Sofyan Tsauri, Sofyan bin Ayyinah,  al-Layth bin sa’ad. Abdullah bin al-Mubarak, al-Bukhari Muslim,  dan seluruh Ashabul sunnan, yang mengkuti jalan (metode) orang-orang terdahulu generasi per generasi. Dikecualikan dari  mereka disebut sebagai golongan  bid’ah seperti Muktazilah, Khawarij. Qadariyah, Jabriyah, Murji’ah dan Syi’ah.(Ahmad bin al-hajar , al-‘Aqaid al-Salafiyah,  J 1, Beirut,1971, h.11. Mustofa Hilmy, Qawaid al-Manhaj al-Salafi, cet.1, Dar al-Dakwah. Iskandariyah, 1980, h. 253)


Salah satu metode penting dari Manhaj Salaf adalah penerimaan terhadap akal yang -- menurut pandangan Ibn Taymiyyah – harus sesuai dengan nash  atau tidak bertentangan dengan nash. Dalam hal ini, akal perlu tunduk pada nas-nas syariat dalam membahas  masalah-masalah agama.


Walau bagaimanapun kalau memang terjadi pertentangan antara keduanya, maka yang harus didahulukan adalah dalil syar‘i (naql), karena sumbernya jelas dan diketahui, sedangkan pengetahuan yang dihasilkannya bersifat lazim (kebenarannya jelas dan tetap), sedangkan pengetahuan yang dicapai akal berbeda-beda antara satu sama lain bergantung pada kemampuan seseorang dalam berfikir sehinggalah pengetahuan yang dihasilkan akal adalah pengetahuan tidak bersifat lazim.


Diantara ulama Salaf yang menonjol yang memperjuangkan sunnah dan mempertahankannya adalah Ahmad bin Hambal, beliau menjadi syahid demi akidah salafiyahnya dalam mihnah al- quran. Mihnah inilah yang menjadikannya Imam madhab Salaf dan sekaligus Imam Ahl sunnah wal Jama’ah. Setelah beliau wafat, Madhab ini diteruskan oleh  aliran salafiyah dalam mengikuti manhaj naql , dan  disebut Ahl Hadis, sedangkan pengikut Imam Ahmad bin Hambal disebut sebagai Hanabillah sampai datangnya Imam Abu hasan al-Asy’ari.  Beliau hidup  pada tahun 260-324 H, sebagai  pendiri madhab Ahl Sunnah wal Jama’ah  (Asy’ariyah), (Lihat, Muqadmah kitab ‘al-Ibanah, Tahqiq Dr,Fauqiyah Husen Mahmud , h. 20.)


Setelah Imam al-Asy’ari taubat dan keluar  dari Muktazilah, beliau mendirikan mazhab Ahl Sunnah Wal Jama’ah, dengan cara membela akidah Salaf melalui metode Kalam dalam menghadapi Muktazilah. Ini dijelaskan dalam bukunya Al-Ibanah ‘an Usul al-Diyanah” dan kitab “ Maqalat al Islamiyyin”. Kemudian pengikut Abu Hasan al-Asy’ari  (Asya’irah) mengumumkan bahwa mereka membela akidah Salaf melalui Ilmu Kalam atau metode akal. Mereka menyatakan kelanjutan dari Salaf,  dan menamakan diri mereka dengan sebutan “Khalaf”, untuk membedakan dengan mereka yang mendahului Imam Abu Hasan al-Asy’ari. (Mustofa Hilmy, op cit, h.31.)


Perbedaan antara Salaf dan Khalaf adalah  dalam pembahasan masalah aqidah, terletak pada manhaj (metode) mereka, diantaranya soal takwil. Perbedaan lain dalam hal manhaj antara Salaf dan Khalaf adalah, bahwa  Salaf mendahulukan Naql dari pada Aql, sedangkan Khalaf  menempuh jalan  tawasut (jalan tengah) antara Naql dan Aql. Ini berbeda dengan golongan bid’ah, seperti Muktazilah yang lebih mendahulukan Aql dari pada Naql.



Abd al-Qahir Al Baghdadi,  dalam Kitabnya, al-Farqu bayna al-Firaq telah memaparkan siapa saja yang termasuk golongan Aswaja. Berdasarkan pembagian yang didiskripsikan oleh al-Baghdadi tesebut, tampak meliputi mazhab Salaf dan Khalaf. Ini tidak mencakup Khawarij, Muktazilah, Syi’ah, Murji’ah, Qadariay dan Jabariyah, Wallahu a’lam bil-shawab. (****)
Sumber: http://www.fahmisalim.com/2015/02/aswaja-salaf-dan-khalaf.html

Posting Komentar

0 Komentar