Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Shalahuddin Al Ayyubi Pimpin Jihad Para Ulama

Ada banyak ulama sufi ikut berjihad dalam barisan Shalahuddin Al Ayyubi, Diantaranya Hayat bin Qais bin Rahhal, Najmuddin Al Khubusyani, juga Syeikh Ahmad Al Maqdisi
DALAM gerakan jihad yang berada di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al Ayyubi, para ulama dan tokoh-tokoh sufi memiliki andil besar dalam hal ini.
Ulama yang memiliki andil besar dalam jihad Shalahuddin Al Ayyubi salah satunya adalah Qadhi Al Fadhil, seorang faqih Asy Syafi’i yang juga memiliki andil besar dalam pemerintahannya. Dimana surat-surat diplomasi yang ditulis Qadhi Al Fadhil memiliki peran besar dalam perjalanan jihad. Tidaklah heran jika Shalahuddin Al Ayyubi sampai mengatakan,”Janganlah kalian mengira bahwa aku membebaskan negeri-negeri dengan pedang-pedang kalian, akan tetapi aku membebaskannya dengan pena Al Fadhil”. (Al A’lam li Az Zirakli, 3/346)
Adanya Qadhi Al Fadhil memperkuat posisi Shalahuddin dalam gerakan jihadnya. Tatkala pengepungan terhadap Pasukan Salib di Kota Akka memakan waktu yang amat lama Qadhi Al Fadhil mengirim nasihat kepada Shalahuddin, bahwasannya hal itu terjadi karena banyaknya maksiat, maka hendaklah umat Islam mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dan tidak perlu terkecoh dengan besarnya kekuatan pasukan, karena kemenangan hanya dari Allah Ta’ala. (Al Bidayah wa An Nihayah, 12/413)
Qadhi Al Fadhil sendiri murid dari Al Hafidz As Silafi dan Al Hafidz Ibnu Asakir. (Ad Daris fi Tarikh Al Madaris, 1/ 68)
Selain Qadhi Al Fadhil, ada Ibnu Syaddad, seorang faqih madzhab Asy Syafi’i yang menjadi qadhi militer, yang selalu bersama Shalahuddin, termasuk ketika berada di medan pertempuran. Sebagaimana telah disebutkan bahwa Ibnu Syaddad sendiri telah menulis kitab Al Jihad untuk Shalahuddin.
Pendapat dan fatwa-fatwa Ibnu Syaddad juga menguatkan Shalahuddin Al Ayyubi dalam jihad. Dimana suatu saat, Shalahuddin memiliki harapan, kalau ia selesai menghancurkan pasukan pasukan Salib di seluruh Syam maka ia akan berlayar di laut tengah untuk sampai ke Eropa dengan pasukannya membawa bendera Islam, hingga tidak ada orang yang kufur, atau ia yang mati. Kemudian ia meminta fatwa kepada Ibnu Syaddad mengenai sebaik-baik kematian. Ibnu Syaddad pun menjawab bahwa ia sebaik-baik kematian adalah mati di jalan Allah Ta’ala. Shalahuddin pun menjawab,”Aku bercita-cita demikian agar aku mati dalam keadaan paling mulia.” (An Nawadir Ash Shulthaniya wa Al Mahasin Al Yusufiyah, hal. 55-56)
Ibnu Syaddad juga menjadi penasehat yang menguatkan posisi Shalahuddin ketika berada di posisi sulit dalam jihad. Ketika Pasukan Salib hendak menyerang Al Quds dengan jumlah besar sedangkan Shalahuddin melihat bahwa pasukannya tidak solid bahkan mereka meminta agar Shalahuhddin meninggalkan Al Quds demi keselamatannya. Saat itu Shalahuddin merasa risau.
Akhirnya Ibnu Syaddad meminta Shalahuddin untuk bertaqarrub dan bermunajat di Al Aqsha dan ia pun mengajarkan doanya yang hendak dipanjatkan dan Shalahuddin pun melaksanakan nasihat itu. Setelah hal itu dilakukan, keesokan harinya terdengar kabar bahwa Pasukan Salib membatalkan pengepungannya. (An Nawadir Ash Shulthaniya wa Al Mahasin Al Yusufiyah, hal. 38-41)
Ada pula para ulama dan orang-orang shalih yang diminta doa oleh Shalahuddin tatkala hendak berangkat bersama pasukannya. Diantara mereka adalah Hayat bin Qais bin Rahhal seorang sufi tinggal di zawiyahnya di Haran, dimana Shalahuddin mendatanginya ketika hendak menyerang Mosul. Sebelumnya, Nuruddin Zanki juga selalu meminta nasehat dan doa kepada ahli ibadah ini sebelum menyerang Pasukan Salib. (Tarikh Al Islam li Adz Dzahabi, 41/104)
Selain Hayat bin Qais, ada Najmuddin Al Khubusyani, seorang faqih juga sufi yang amat berpengaruh terhadap diri Shalahuddin Al Ayyubi.
Ketika Shalahuddin Al Ayyubi hendak berangkat bersama pasukannya ke Ramallah untuk menyerang Pasukan Salib, Syeikh Al Khubusyani menegurnya, agar menghapus pajak terlebih dahulu, namun Shalahuddin tetap berangkat, lalu Syeikh Al Khubusyani berkata, ”Engkau tidak akan meraih kemenangan!” Akhirnya Shalahuddin memperoleh kekalahan, dan ia kembali kepada Al Kubusyani, meminta maaf dan mencium tangannya. (Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al Kubra, 7/16)
Diantara para fuqaha’, adapula yang menjadi pajabat militer Shalahuddin Al Ayyubi, ia adalah Dziya’uddin Isa Al Hakari, seorang faqih Asy Syafi’i yang pernah ditawan oleh Pasukan Salib, hingga Shalahuddin Al Ayyubi menebusnya dengan 60 ribu dinar.
Al Hakari adalah seorang pribadi yang terkumpul padanya ilmu, keshalihan dan keberanian yang perkataannya didengar oleh Shalahuddin. Al Hakari juga dalam hadits berguru kepada Al Hafidz As Silafi dan Al Hafidz Ibnu Asakir. (Al Kamil fi At Tarikh, 10/82)
Para Ulama Satu “Perguruan” Bersama Shalahuddin
Begitu banyak para ulama yang berada di barisan Shalahuddin Al Ayyubi pada saat berjihad, diantaranya adalah, An Nashih Abdurrahman bin Najm, seorang ulama Madzhab Hanbali yang menjadi rujukan setelah Ibnu Qudamah Al Maqdisi ini ikut serta dalam pembebasan Bait Al Maqdis. (Ad Daris fi Tarikh Al Madaris, 2/55)
Adapula Abdul Muhsin Al Khafifi, seorang faqih sufi bermadzhab Asy Syafi’i yang ikut serta Shalahuddin Al Ayyubi dalam mengepung Kota Akka, ia sendiri merupakan murid As Silafi dan Ibnu Asakir. (Tarikh Al Islam li Adz Dzahabi, 45/201)
Adapula Syeikh Abu Umar Al Maqdisi saudara dari Syeikh Al Muwaffaq Ibnu Qudamah Al Maqdisi, juga bersama dengan sepupunya Al Hafidz Abdul Ghani Al Maqdisi serta saudaranya, Syeikh Imad Al Maqdisi. 4 ulama bersaudara itu selalu ikut serta dalam barisan Shalahuddin Al Ayubi dalam berjihad melawan Pasukan Salib.
Dan Al Hafidz Abdul Ghani Al Maqdisi sendiri juga merupakan murid dari Al Hafidz As Silafi dalam hadits. (Al Bidayah wa An Nihayah, 13/71)
Selain itu ada Ibnu Munajjih, seorang fuqaha’ Madzhab Hanbali yang mana Shalahuddin menghadiri majelisnya dan nasihatnya selalu didengar. Ibnu Munajjih ikut serta dalam pembebasan Bait Al Maqdis bersama Shalahuddin Al Ayubi. (Al Uns wa Al Jalil fi Tarikh Al Quds wa Al Khalil, 2/256)
Sebagaimana ikut dalam pembebasan Bait Al Maqdis, Syeikh Ahmad Al Maqdisi, seorang tokoh sufi besar yang digelari “Abu Tsaur”, yakni ayah banteng, yang ikut berjihad dengan menunggangi banteng. (Al Uns wa Al Jalil fi Tarikh Al Quds wa Al Khalil, 2/256)
Dengan demikian, para ulama yang bergabung dalam barisan jihad bersama Shalahuddin Al Ayyubi, meski tidak semua, namun  banyak dari mereka yang memiliki hubungan dengan Shalahuddin dalam tradisi keilmuan, sebagai guru, atau sebagai murid yang satu guru dengan Shalahuddin Al Ayyubi.*
Sumber: https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2018/02/19/135853/shalahuddin-al-ayyubi-pimpin-jihad-para-ulama.html

Posting Komentar

0 Komentar