Hagia Sophia adalah sebuah masjid yang awalnya
adalah gereja. Semua bermula ketika Sultan Muhammad al-Fatih atau yang dikenal
dengan Sultan Mehmed II, adalah penguasa Utsmani ke-7 pada era 1444-1446 dan
1451-1481.
Selain terkenal sebagai jenderal perang yang
berhasil memperluas kekuasaan Utsmani melebihi sultan lainnya. Dia juga dikenal
sebagai seorang penyair dan berjiwa seni.
Selama masa kejayaannya, dia mendirikan berbagai
sarana dan prasarana publik. Seperti dibangun 300 masjid besar atau sedang,
tersedianya 57 madrasahh, 59 tempat pemandian, diberbagai wilayah Utsmani
termasuk Istanbul.
Masjid-masjid yang dibangun juga dihiasi pula
dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan
kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Hagia Sophia (Aya Sofya), hiasan
kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar kristiani yang ada sebelumnya.
Meski kini dikenal sebagai museum nomor dua yang
paling sering dikunjungi di Turki, sejarah mencatat bahwa awalnya Hagia Sofia
dibangun sebagai gereja Kristen Ortodoks Yunani sejak tahun 537 masehi hingga
tahun 1453 saat masa pemerintahan Romawi timur atau Bizantium.
Sempat berubah status menjadi katedral Katolik Roma
pada tahun 1204-1261, pada pertengahan abad ke-15 Hagia Sofia berubah menjadi
masjid, mengikuti penaklukan Konstatinopel oleh dinasti Utsmaniyah dibawah
pimpinan Sultan Mehmet II.
Selama hampir 500 tahun Hagia Sofia berfungsi
sebagai masjid. Minaret kemudian dibangun, serta bulan sabit ditambahkan di
puncak kubah masjid. Mihrab juga kemudian dipasang di dalam masjid.
Saat Turki berubah menjadi negara republik, Hagia
Sofia kemudian diubah menjadi museum pada tahun 1935 hingga kini untuk
menunjukkan kepada dunia lahirnya republik Turki sebagai negara sekuler.
Sebagai museum, beberapa elemen lama Hagia Sofia
ketika berfungsi sebagai gereja dan masjid tetap dipertahankan. Misalnya lafaz
Allah dan Muhammad di dinding serta gambar Jesus beserta Maria.
Beberapa kelompok di Turki rupanya menginginkan untuk mengubah Hagia
Sofia kembali menjadi masjid. Hal ini kini masih menjadi perdebatan di Turki
salah satunya karena apabila diubah menjadi masjid kembali dikhawatirkan jumlah
pengunjung Hagia Sofia akan menurun. Negara tetangga Turki pun, Yunani sudah
menyampaikan keberatan bila Hagia Sofia dipakai sebagai masjid kembali.
Hagia Sophia atau Aya Sofya (dari bahasa Yunani: Ἁγία Σοφία Bizantium Yunani [aˈʝia soˈfia]; bahasa Latin: Sancta Sophia atau Sancta Sapientia; bahasa Arab:
آيا صوفيا;
"Kebijaksanaan Suci") adalah sebuah tempat ibadah di Istanbul,
Republik Turki.
Dari masa pembangunannya pada tahun 537 M sampai 1453 M, bangunan ini
merupakan katedral Ortodoks
dan tempat kedudukan Patriark Ekumenis Konstantinopel,
kecuali pada tahun 1204 sampai 1261, ketika tempat ini diubah oleh Pasukan
Salib Keempat menjadi Katedral Katolik Roma di bawah kekuasaan Kekaisaran
Latin Konstantinopel. Bangunan ini menjadi masjid mulai 29 Mei
1453 sampai 1931 pada masa kekuasaan Kesultanan Utsmani. Kemudian bangunan ini
disekulerkan dan dibuka sebagai museum pada 1 Februari 1935 oleh Republik
Turki. Namun menjadi masjid kembali
pada Jumat, 10 Juli 2020 setelah pengadilan Turki memutuskan
bahwa konversi Hagia Sophia pada tahun 1934 menjadi museum adalah ilegal.
Keputusan ini membuka jalan untuk kembali mengubah monumen tersebut
menjadi masjid." Terkenal akan kubah besarnya, Hagia
Sophia dipandang sebagai lambang arsitektur Bizantium dan dikatakan
"telah mengubah sejarah arsitektur." Bangunan ini tetap menjadi
katedral terbesar di dunia selama hampir seribu tahun sampai Katedral
Sevilla diselesaikan pada tahun 1520.
Bangunan
yang sekarang ini awalnya dibangun sebagai sebuah gereja antara tahun 532-537
atas perintah Kaisar Rowami Timur Yustinianus I dan
merupakan Gereja Kebijaksanaan Suci ketiga yang dibangun di tanah yang sama, dua
bangunan sebelumnya telah hancur karena kerusuhan. Bangunan ini didesain oleh
ahli ukur Yunani, Isidore dari Miletus dan Anthemius dari Tralles.
Gereja
ini dipersembahkan kepada Kebijaksanaan Tuhan, sang Logos, pribadi kedua dari Trinitas Suci, pesta
peringatannya diadakan setiap 25 Desember untuk memperingati kelahiran
dari inkarnasi Logos dalam diri Kristus. Walaupun
sesekali disebut sebagai Sancta Sophia (seolah dinamai dari Santa
Sophia), sophia sebenarnya pelafalan fonetis Latin dari kata
Yunani untuk kebijaksanaan. Nama lengkapnya dalam bahasa Yunani adalah Ναὸς τῆς Ἁγίας τοῦ Θεοῦ Σοφίας, Naos tēs
Hagias tou Theou Sophias, "Tempat Peziarahan Kebijaksaan Suci
Tuhan".
Pada
1453 M, Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmani di bawah kepemimpinan
Sultan Mehmed II,
yang kemudian memerintahkan pengubahan gereja utama Kristen Ortodoks menjadi
masjid. Dikenal sebagai Aya Sofya dalam ejaan Turki, bangunan yang berada dalam
keadaan rusak ini memberi kesan kuat pada penguasa Utsmani dan memutuskan untuk
mengubahnya menjadi masjid. Berbagai lambang Kristen seperti lonceng, gambar,
dan mosaik yang
menggambarkan Yesus, Maria, orang-orang suci Kristen, dan para malaikat ditutup
dengan kain hitam.
Berbagai atribut Keislaman seperti mihrab, minbar,
dan empat menara, ditambahkan. Aya Sofya tetap bertahan sebagai masjid sampai
tahun 1931 M. Kemudian bangunan ini ditutup bagi umum oleh pemerintah Republik
Turki dan dibuka kembali sebagai museum empat tahun setelahnya pada 1935. Pada
tahun 2014, Aya Sofya menjadi museum kedua di Turki yang paling banyak
dikunjungi, menarik hampir 3,3 juta wisatawan per tahun. Berdasarkan data
yang dikeluarkan oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata Turki, Aya Sofya
merupakan tempat di Turki yang paling menarik perhatian wisatawan pada 2015.
Dari
pengubahan awal bangunan ini menjadi masjid sampai pembangunan Masjid Sultan Ahmed (juga dikenal dengan
Masjid Biru) pada 1616, Aya Sofya merupakan masjid utama di Istanbul.
Arsitektur Bizantium pada Aya Sofya mengilhami banyak masjid Utsmani, seperti
Masjid Biru, Masjid Şehzade (Masjid Pangeran), Masjid Süleymaniye, Masjid Rüstem Pasha, dan Masjid Kılıç Ali
Pasha.
Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmani pada 29 Mei
1453. Banyak catatan yang merekam kejadian itu, walaupun beberapa ditulis
sekian lama setelah peristiwa tersebut terjadi dan masing-masing menyatakan
sebagai catatan yang mendekati aslinya. Baik Yunani, Italia, Slavia, Turki, dan
Rusia, semuanya memiliki versi mereka masing-masing yang mungkin sulit untuk
disatukan.
Salah satu versi cerita tersebut adalah yang
ditulis sejarawan kontemporer Inggris bernama Steven Runciman yang dikenal
karena bukunya yang berjudul A History of the Crusades.
Setelah penaklukan, Hagia Sophia, disebut Aya Sofya
dalam pelafalan Turki, diubah menjadi masjid kekaisaran. Walaupun begitu,
keberadaan Gereja Kristen Ortodoks tetap diakui, sebagaimana dalam sistem
millet Utsmani yang memberikan agama non-Islam kewenangan khusus dalam mengatur
urusan masing-masing. Gennadius Scholarius lantas ditetapkan sebagai Patriark
Konstantinopel pertama pada masa Utsmani, kemudian menetapkan kedudukannya di
Gereja Rasul Suci, yang kemudian berpindah ke Gereja Pammakaristos.
Seperti dijelaskan oleh beberapa pengunjung dari
Barat (misalnya bangsawan dari Kordoba bernama Pero Tafur[30] dan Cristoforo
Buondelmonti dari Firenze), gereja saat itu dalam keadaan bobrok, dengan
beberapa pintu telah terlepas dari engselnya.
Mehmed II memerintahkan perbaikan
dan pengubahannya menjadi masjid. Mehmed menghadiri ibadah Jumat yang pertama
kalinya di masjid pada 1 Juni 1453. Hagia Sophia menjadi masjid kekaisaran
pertama di Istanbul. Pada wakaf yang bersangkutan dianugerahkan sebagian besar
rumah yang saat ini berdiri di kota tersebut dan daerah yang kelak menjadi
Istana Topkapı.[25] Sejak tahun 1478, sebanyak 2.360 toko, 1.360 rumah, 4
karavanserai, 30 toko boza, dan 23 toko domba memberikan penghasilan mereka
untuk yayasan tersebut. Melalui piagam kekaisaran tahun 1520 (926 H) dan 1547
(954 H), berbagai toko dan bagian dari Grand Bazaar dan pasar-pasar lain, juga
ditambahkan ke dalamnya.
Air muncur (Şadırvan) untuk wudhu
Sebelum 1481, sebuah menara kecil telah didirikan
di sudut barat daya bangunan di atas menara tangga.[25] Kemudian Sultan Bayezid
II (1481–1512), membangun menara lain di sudut timur laut. Salah satu dari
menara itu runtuh setelah gempa bumi pada tahun 1509, dan sekitar pertengahan
abad keenam belas keduanya diganti dengan dua menara yang dibangun di sudut
timur dan barat bangunan.
Mihrab
Pada abad keenam belas, Sultan Suleiman Al Kanuni
membawa dua batang lilin kuno dari penaklukannya atas Hungaria dan ditempatkan
mengapit mihrab. Pada masa Selim II, dikarenakan mulai menunjukkan tanda-tanda
kerapuhan, Aya Sofya diperkuat dengan dukungan struktural untuk bagian luar.
Proyek ini dikepalai arsitek Utsmani saat itu, Mimar Sinan, yang juga dikenal
sebagai salah satu insinyur gempa pertama di dunia.
Untuk memperkuat struktur
bersejarah Bizantium ini, Sinan membangun dua menara besar di barat yang
awalnya ruang khusus sultan, dan türbe (bangunan untuk makam di Turki) untuk
makam Selim II di tenggara bangunan pada 1576-7 M / 984 H. Selain itu, lambang
bulan sabit emas dipasang di atas kubah. Kemudian, makam ini juga menjadi makam
bagi 43 pangeran Utsmani. Pada 1594 M / 1004 H Mimar (kepala arsitek) Davud Ağa
membangun makam Murad III (1574–1595), tempat sultan dan permaisurinya, Safiye
Sultan, putra, dan putri mereka dikebumikan. Bangunan makam persegi delapan
putra mereka Mehmed III (1595–1603) dibangun arsitek kekaisaran Dalgiç Mehmet
Aĝa pada 1608 / 1017 H. Di bangunan ini, dimakamkan pula Handan Sultan, selir
Mehmed III yang menjadi ibu suri bagi putra mereka Ahmed I. Dimakamkan pula
putra dan putri Ahmed I, putri dari Murad III, dan putra sultan lainnya.
Putranya yang lain, Mustafa I (1617–1618; 1622–1623), mengubah bekas ruang
untuk pembaptisan menjadi türbe-nya.
Murad III juga membawa dua guci besar Helenistik
dari batu pualam dari Pergamum dan menempatkannya di dalam kedua sisi tengah bangunan.
Pada 1717, di bawah kepemimpinan Sultan Ahmed III
(1703–1730), plester yang runtuh dalam interior bangunan direnovasi, secara
tidak langsung berperan dalam kelestarian banyak mosaik, yang jika tidak
dilakukan maka akan dihancurkan oleh para pekerja bangunan. Karena kenyataannya
adalah hal biasa bagi mereka untuk menjual batu-batu mosaik – yang dipercaya
sebagai azimat – kepada para pengunjung. Sultan Mahmud I memerintahkan
perbaikan Aya Sofya pada 1739 dan menambahkan sebuah madrasah, imaret atau
dapur umum untuk kaum miskin, dan perpustakaan. Pada tahun 1740, pondok sultan
(sultan mahfili) dan mihrab baru ditambahkan di dalam bangunan.
Kesultanan Utsmani runtuh pada November 1922 M dan
digantikan oleh Republik Sekuler Turki. Presiden pertamanya, Mustafa Kemal
Atatürk memerintahkan penutupan Aya Sofya pada 1931 M untuk umum, dan dibuka
empat tahun setelahnya pada 1935 M sebagai museum. Karpet untuk ibadah shalat
dihilangkan, plester dan cat-cat kaligrafi dikelupas, menampakkan kembali
lukisan-lukisan Kristen yang tertutupi selama lima abad. Sejak saat itu, Aya
Sofya dijadikan salah satu objek wisata terkenal oleh pemerintah Turki di
Istambul.
Penggunaan Aya Sofya sebagai tempat ibadah dilarang keras oleh pemerintah
Turki yang berhaluan sekuler. Namun perintah itu melunak ketika pada 2006,
pemerintah Turki mengizinkan alokasi khusus untuk sebuah ruangan doa Kristen
dan museum Muslim staf dan sejak tahun 2013, muazin mengumandangkan adzan dari
menara museum dua kali saat siang hari. (Akbar Muzakki, dari berbagai sumber)
0 Komentar