*Pengantar* : Di majalah Berita Nahdlatoel Oelama 28 Syawal 1356/1 Januari 1938, halaman 2-4, terdapat tulisan berjudul “Aliran Anti Arab”. Di dasawarsa ketiga abad XX itu, isu anti-Arab rupanya sudah merebak di Tanah Air kita. Bagaimana kalangan Nahdhiyyin pada saat itu menyikapi isu anti-Arab, mari kita ikuti tulisan yang dimuat di majalah yang dipimpin oleh Ch.M. Machfoedz Shiddiq dengan _Mede Redacteur_ K.H. Hasjim Asj’ari Tebuireng, K.H. Abdulwahab Chasboellah Surabaya, dan K.H. Bisri Denanyar.
Tulisan ini disalin sesuai dengan aslinya, dengan
penyesuaian ejaan dan penambahan subjudul. (Lukman Hakiem).
*****
SEKALI peristiwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada Sayyidina Salman: “Salman! Janganlah kamu membenci aku, maka
kamu mencerai Igamamu.” Sembah Sayidina Salman: “Betapakah hamba membenci
Paduka, padahal Allah ta’ala memberi hidayah hamba dengan perantaraan Paduka?”
Maka sabda beliau: “Yaitu kamu membenci bangsa Arab, maka (akhirnya) kamu
membenci aku.” Hadits hasan gharib.
Tujuan Lebih Dalam
JIKALAU kami menulis tentang aliran anti-Arab, barangkali
pembaca kita menyangka bahwa kami akan menulis pergolakan di Palestina, dalam
mana aliran anti-Arab dalam kalangan bangsa Yahudi makin menjadi-jadi.
Akan tetapi sangkaan itu keliru. Aliran anti-Arab yang
hendak kami tulis tidak lain melainkan suatu aliran yang semakin merajalela
dalam kalangan saudara kita, umat Islam Indonesia, terutama dalam kota-kota besar
yang merasa dirinya sudah insyaf, tidak akan bisa tertipu lagi dan diabui
penglihatannya. Suatu aliran yang asal mulanya ditanam oleh pihak yang
menghendaki perpisahan orang kita dari Igamanya, Igama Islam.
Mereka sesungguhnya bukan orang insyaf, jikalau mereka hanya
pandai melihat sesuatu pada kulit-kulitnya sahaja. Tidak sampai pada bahagian
dalamnya, terutama akibat-akibatnya.
Alat yang dipergunakan orang untuk menghamburkan benih anti
(membenci) Arab adalah gerak-gerik bangsa Arab di Indonesia sini. Ialah
perbuatan-perbuatan yang tidak hanya diperbuat oleh bangsa Arab melulu,
misalnya: merentenkan duit, mengawini putri-putri Indonesia dengan semena-mena
dan tidak diperlakukan sebagaimana wajib dan mestinya, menjalankan penipuan,
merasa dan meminta dirinya diutamakan, dan lain-lain sebagainya.
Sungguhpun kami sesalkan perbuatan-perbuatan yang tidak
bagus itu, bukan saja karena tidak dibenarkan oleh Igama Islam, juga pun
seharusnya mereka menjadi cermin tauladan di dalam keluhurannya budi,
kesetiaannya menjunjung syariat Islam, dan ketangkasannya bergerak memperharum
Islam.
Akan tetapi jikalau sungguh kebencian (anti) Arab dipersebabkan
sebab-sebab itu, mengapakah aliran demikian diratakan sampai-sampai mengenai
ke-Arab-an? Mengapakah aliran demikian tidak terdapat dan tidak ditujukan juga
pada pihak yang sama bahkan lebih tidak bagus lagi perbuatan dan anggapannya.
Inilah suatu dalil bahwa aliran itu mempunyai tujuan lebih
dalam pula.
Akibat yang Automatisch
SEBERMULA orang kita ditunjukkan perbuatan-perbuatan
setengah bangsa Arab yang tidak bagus itu, kemudian setelah otak kita
benar-benar sudah dipengaruhi oleh itu, maka dikatakanlah bahwa mereka itulah
bangsa yang membawa tingkah tidak baik, tingkah laku yang merusakkan bangsa dan
kebangsaan kita. Akhirnya tumbuhlah aliran anti-Arab dalam iktikad kita.
Apabila aliran ini sudah mencengkeram benar-benar dan sudah
mendarah daging, maka sebagai akibat yang automatisch tumbuhlah kebencian pada
apa-apa yang bersifat Arab, terhitung juga Igama yang semula datang dari Arab:
Igama Islam.
Sudah tentu dari sedikit ke sedikit, dari yang tidak berarti
sampai pada yang berkenaan dengan asasnya, membenci sorban dan kofyah Arab,
meningkat ke kaifiyat ibadah.
Salah seorang menyebut kofyah, brem, suatu sebutan yang
menghina, padahal sorban itu sunnaturrasul, sekurang-kurangnya pakaiannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mana akhirnya kita malu
memakainya, terutama pemuda-pemuda kita.
Dengan lain perkataan: kita sudah meninggalkan
sunnaturrasul, atau dengan perkataan yang lebih tajam: kecintaan kita kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah dapat diperkurangkan. Sebab
mencinta seseorang itu menarik kepada menirunya. Lihatlah bangsa kita yang
mencinta barat, segala-galanya meniru barat!
Orang yang tergila-gila pada Nyi Laila, berulang-ulang datang
menjenguk rumahnya, sekalipun Nyi Laila sudah tidak bertempat di situ. Orang
yang melihatnya merasa heran. Maka si Majnun Laila menyahut: “Bukanlah mencinta
rumah, tetapi mencinta yang menempati rumah.”
Begitulah akibatnya mencinta sesuatu, menarik kepada
mencinta yang dicinta oleh sesuatu itu, dan mencintai sesuatu yang bersifat
sesuatu itu pula. Begitupun juga membenci sesuatu, menarik kepada membenci yang
dibenci oleh sesuatu itu, dan membenci sesuatu yang bersifat sesuatu itu.
Tak Sadar Tengah Ditipu
DEMIKIANLAH akibatnya anti-Arab itu. Dengan sendirinya
menghalau orang-orang kita membenci sesuatu yang bersifat Arab, tingkah laku
Arab, dan alhasil apa-apa yang Arabitische, sekalipun dibenarkan atau
diseyogiakan atau disunnatkan atau diwajibkan oleh syara’ Islam.
Sudah tentu dari sedikit demi sedikit, dan dari yang
ringan-ringan sampai yang pokok, akhirnya sampailah pada sabda Rasulullah di
atas kepala karangan: “Jangan kamu membenci aku maka kamu bercerai dengan
Igamamu, yaitu kamu membenci Arab, maka kamu membenci aku.”
Kini yang sudah kejadian, mereka yang dihinggapi penyakit
anti-Arab, tipis kecintaannya kepada Igama Islam, kurang minatnya pada
perintah-perintah Igama Islam, dan persaudaraan Islam. Mereka tidak lagi
menghiraukan soal Palestina, soal yang mengenai tanah suci umat Islam.
Sampaipun Tuan Wondoamiseno di dalam pidato pembukaan Protest Meeting
menyangkal pembahagian Palestina, pada beberapa bulan yang lalu berkata:
“Dengan aksi kita memperhatikan luar negeri kita, bukanlah artinya kita melengahkan
urusan dalam negeri kita Indonesia.”
Begitulah orang kita yang mengaku sadar dan tak dapat
ditipu, tidak merasa dirinya sedang hanyut dalam suatu aliran yang menceraikan
mereka dari Igamanya! Atau dengan kalimat yang lebih tajam: mereka tak sadar bahwa
mereka tengah tertipu.
Tidak Membuta Tuli
KAMI tidak membelakan bangsa Arab dengan membuta tuli, tidak
pula membelakan kesalahan-kesalahan yang sangat melukai perasaan kebangsaan
kita. Kami tidak membelakan orang mempermainkan kehormatan dan kedudukan
putri-putri bangsa kita.
Akan tetapi kami tak dapat mengakui bahwa
kebusukan-kebusukan itu diperbuat oleh antero bangsa Arab, dan tak dapat kami
akui bahwa kebusukan-kebusukan itu hanya diperbuat oleh bangsa Arab, dan hanya
terdapat dalam kalangannya bangsa Arab!
Kami tak dapat mengakui bahwa mengambil putri-putri kita
dengan jalan perkawinan, sama halnya atau lebih busuk dari mempergundik mereka,
atau menjual mereka dari satu tangan ke lain tangan, atau menyewakan mereka
dengan direklamekan bersama-sama bersama dengan ijs dan kuwe-kuwenya!
Ya. Kami tak dapat mengakui bahwa menjual majmu gahru dan
ma’jun sama mendesaknya seperti memborong 99% mata pencaharian bangsa kita,
hingga perekonomian bangsa sukar didirikan kembali!
Dalam pada itu semua kita tidak memejamkan mata dari
penyakitnya masyarakat kita.
Tidak Dapat Membenarkan
Teranglah sudah bahwa kami tidak membelakan bangsa Arab yang
salah, akan tetapi kami tidak dapat membenarkan aliran anti-Arab, atau
menyamaratakan bangsa Arab, terutama turunan pelepas kita dari kehidupan
jahiliah dan jahannam, ialah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita berhutang budi sebesar-besarnya kepada beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama pula bangsa Arab. Tidak hanya bangsa
Hadramaut sahaja. Arab Siria, Mesir, Irak, dan lain-lainnya tidak sedikit
jasanya pada Islam dan ketimuran.
Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala mengangsurkan
rahmat, hidayat, dan taufik-Nya pada kita semua. Amien! (faktakini)
Sumber: eramuslim.com
0 Komentar