Parlemen Turki menyetujui menarik secara resmi larangan berjilbab di universiti walaupun keputusan ini terus mendapat tekanan dari kubu sekuler dan militer.
Juru bicara parlemen, Nevzat Pakdil mengumumkan mayoritas anggota dewan sebelum ini telah menyetujui untuk menarik larangan itu.
Upacara wakil pembicara Nevzat Pakdil mengumumkan dua suara itu dengan pemungutan suara rahasia dengan mudah mencapai dua-pertiga mayoritas perlu untuk mengubah undang-undang dasar.
Namun masih terdapat pemungutan suara peringkat kedua pada Sabtu ini sebelum dikemukakan kepada Presiden Turki Abdullah Gul guna mengubah di peringkat perlembagaan.
Usul penarikan larangan berjilbab ini datang pertama kali dari Partai Pembangunan dan Keadilan (AKP).
Menurut AKP, larangan yang diberlakukan sejak 1980 oleh pihak militer dapat membatasi kebebasan untuk mendapatkan pendidikan.
Namun pihak sekuler, termasuk tentera, kehakiman dan para akademik begitu marah terhadap usul itu karena ini dianggap bertentangan dengan paham sekuler yang diterapkan di negeri itu sejak 84 tahun republik itu didirikan.
Menurut Hakki Suha Okay dari Parti Rakyat Republik (CHP) partai oposisi selaku pendukung utama sekulerisme Turki mengatakan, larangan itu akan menggalakkan lagi kepada meluasnya faham radikal di negara ini.
CHP sebelum ini mengancam untuk mengajukan ke mahkamah jika pemerintah terus bermaksud membolehkan penggunaan jilbab di universitas-universitas di Turki.
Kebimbangan seperti ini menyebabkan sebanyak 125.000 orang melakukan unjuk rasa pada Sabtu pekan lalu menuju ke kuburan, Mustafa Kamal Atartuck, bapak sekularisme Turki.
Sementara semalam, kelompok sekuler lainnya, berkumpul di depan pintu pagar Parlemen guna menuntut supaya pemerintah tidak membuat reformasi terhadap larangan berjilbab itu.
Turki selalu menyebut dirinya Negara modern dan ingin berkabung pada Uni Eropa. Anehnya, begitu ketakutan terhadap pakaian bernama jilbab. [afp/www.hidayatullah.com]
0 Komentar