Kita bukan negara miskin. Hal ini terbukti dengan kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah. Namun, mengapa negara kita sering digolongkan dalam negara miskin di dunia? Pertanyaan ini terlontar dalam silaturahim sehari di Gedung Menara Dakwah, Jl. Kramat Raya No. 45, Jakarta Pusat.
Acara Silaturahim untuk Kepedulian Sosial ini digagas oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) bekerjasama dengan DPP Wahdah Islamiyah. Acara mengambil tema “Dengan Persatuan dan Kepedulian Sosial Kita Wujudkan Umat dan Bangsa yang Bermartabat”.
Dalam sambutan ketua panitia, Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Lc (Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah) sedikit memberikan gambaran kepada peserta tentang kondisi riil umat Islam yang notabene butuh bantuan dan kerjasama dari saudaranya sesama muslim.
Sebagai pemateri, hadir Dr. Yahya Ibrahim al-Yahya, Koordinator Lembaga Bantuan Sosial di Madinah.
Dalam kuliah umumnya, Dr. Yahya menjelaskan kiat-kiat optimalisasi peran seorang muslim dalam mendukung amal-amal sosial di tengah masyarakat. Lebih lanjut, syaikh yang juga Sekjen Lembaga Da’wah Islam Internasional di Saudi Arabia menceritakan betapa saudara-saudara Muslim di negara lain sangat respon dalam memberi bantuan kepada sang mustahiq (yang berhak menerima bantuan), cuma terkadang mereka belum tahu bagaimana cara menyalurkan bantuan tersebut.
Forum silaturahim ini dihadiri sekitar 50 ormas Islam se-Jabodetabek. Selain itu, sejumlah tamu dan tokoh juga tampak hadir dalam acara. Diantara mereka antara lain, Syaikh Abu Muhammad Hasan Buqis (Ketua umum Yayasan al-Hijaz al-Khairiyah, Jeddah, Arab Saudi), Syaikh Muhammad ibn Ahmad al-Khatib (staff pengajar di LIPIA Jakarta), dan KH. A. Cholil Ridwan (Ketua Bidang Luar Negeri DDII).
Para peserta tampak merespon baik silaturahim tersebut, hal ini terbukti dalam sesi dialog yang dilaksanakan setelah shalat dzhuhur. Sebelumnya, Rifai Saleh Haryono (Dai DDII Klaten, Jawa Tengah yang banyak bergerak di bidang sosial) memberikan pengantar dialog. Ia menyinggung adanya peran-peran sosial yang ditampilkan oleh beberapa lembaga Islam.
Sayangnya, kerja-kerja tersebut masih berkutat dalam program intern lembaga Islam tertentu. Sama sekali belum pernah terdengar adanya kerja-kerja sosial yang melibatkan kerjasama antar lembaga dan ormas Islam.
Alhasil, proyek-proyek tersebut hanya bersifat reaktif sementara dan tak dapat bertahan lama. Ibarat tanaman jagung, ia hanya mampu bertahan dalam jangka hitungan bulan saja.
Lembaga-lembaga Islam belum mampu tampil dengan program sosial sistemastis. Bahkan tak sedikit diantara mereka malah terjebak dengan gaya sporadis semata.
Sebagai penutup, para peserta silaturahim ini sepakat membentuk team formatur dalam menggagas sebuah forum kerjasama sosial antar lembaga-lembaga Islam. Forum ini diupayakan sebagai sebuah pilot project dalam menangani amal-amal sosial berikutnya.
Selain itu, forum juga melahirkan beberapa keputusan. Diantaranya, urgensi wadah komunikasi lembaga sosial umat Islam dalam menjembatani program-program sosial masing-masing lembaga.
Forum berharap, hendaknya wadah tersebut bersifat rabbaniyah, independen dan kebersamaan dalam pluralitas. Sedang keputusan yang lain adalah mencermati isu-isu yang muncul di tengah bangsa Indonesia, seperti: keutuhan NKRI di wilayah perbatasan darat dan laut, peningkatan ekonomi umat dan menghindarkan umat dari kemurtadan.
Acara silaturahim sehari ini juga mengeluarkan dua buah rekomendasi, yaitu: Menghimbau pemerintah RI untuk konsisten terhadap sistem penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan komunikasi antar lembaga Islam yang didasari oleh sifat husnudzhan demi meningkatkan sinergi berjamaah. [masykur/www.hidayatullah.com]
0 Komentar