Hidayatullah.com--Majma' Al Buhut Al Islamiyah, institusi keilmuan tertinggi di Al Azhar mengeluarkan keputusan larangan buku liberalis Mesir, Jamal Al Banna yang berjudul, “Al Mar'ah Al Muslimah baina Tahrir Al Qur'an wa Taqyid Al Fuqaha” (Wanita Muslimah, antara Pembebasan Al-Quran dan Pengekangan Fuqaha). Dalam buku itu, Al Banna menyebutkan bahwa menutup dada sudah termasuk wilayah hijab yang diperintahkan Islam, dan tidak perlu begi wanita untuk mengenakan hijab.
Keputusan ini menyebabkan batalnya pengiriman buku ini ke
Seperti inilah budaya hukum yang berlaku di Mesir, lebih-lebih menyangkut buku-buku yang berhubungan dengan agama, yang hendak di publikasikan di luar negeri.
Dr. Muhammad Abdul Mu'thi Bayumi, anggota Al Majma' menyatakan,”Al Banna menyikapi bahwa masalah itu (hijab) sebagai pembahasan ilmiah dan ia menilai bahwa pembahasannya itu bukanlah pendapat pribadi. Ini adalah kesalahan yang tidak bisa kita diamkan. Tugas kami dari awal hingga akhir adalah menjaga pengetahuan Islam dan menjauhkan pembelokan makna, baik terhadap Al-Quran maupun As Sunnah”.
Salah satu ulama Al Azhar ini juga menyatakan bahwa pihaknya pernah melakukan perdebatan dengan Al Banna, tetapi yang bersangkutan tak pernah berubah.
”Kami telah duduk bersama Al Banna, dan kami telah melakukan kritik terhadap pendapat-pendapat yang telah ia tulis dan publikasikan. Akan tetapi ia tidak bisa menjawab kritikan kami, lalu ia mulai menggunakan takwil-takwil yang salah.”
Kitab Al Banna yang berjudul “Mas'uliyah Fashl Ad Daulah Al Islamiyah” (Tanggung Jawab Atas Gagalnya Daulah Islamiyah), juga termasuk buku yang dilarang oleh Ma'jma Al Buhuts Al Islamiyah.
Disamping menentang jilbab, liberalis Mesir yang lahir pada 15 Desember 1920 ini juga pernah memberikan statemen bahwa Yahudi dan Nashrani bukanlah termasuk kafir. Dan hingga kini buku-bukunya banyak diterjemahkan, dirujuk dan seperti dijadilan ‘buku wajib’ kaum liberalis
Selain buku-buku Al Banna, beberapa buku lain juga dilarang oleh Ma'jma adalah “Thariqah Al Faridah fi Tatsbit Al Aqidah” (Metode Unik untuk Menguatkan Aqidah) yang berbicara tentang kemukjizatan Al-Quran, dari angka-angka, salah satunya adalah angka 19. Begitu pulan buku yang ditulis oleh Abdul Fatah Al Tukhi “Sihr Barnukh” yang menyatakan bahwa praktik sihir dibolehkan dalam Islam.
Buku Bahasa Inggris yang juga dilarang adalah buku yang ditulis oleh penulis Israel David Bokey, yang dalam edisi Arab buku ini berjudul “Min Muhammad Ali ila Bin Laden” (Dari Muhammad Ali hingga Bin Laden).
Buku lain yang dilarang adalah buku “Al Masihiyyah wa Al Islam wa As Siyasat Al Brithaniyah” (Masehi, Islam, dan Politik Inggris), yang ditulis oleh Alan Cliford, salah satu penulis Inggris, yang isinya terang-terangan menghina Islam.
Al Bayumi menyatakan bahwa semua buku itu menisbatkan hal-hal di luar Islam kepada ajaran Islam, serta terang-terangan menghina Rasulullah, dan sengaja memalsukan makna Al-Quran.
Menanggapi kecaman dari mereka yang tidak suka dengan keputusan Al Maj'ma yang menyangkut pelarang buku-buku, Al Bayumi menyatakan,”Kami menghargai kebebasan berfikir dan ekspresi, selama tidak bertentangan dengan hukum-hukum syar'i”.
Jamal al Banna adalah adik kandung pendiri al-Ikhwan al-Muslimun, Syeikh Hasan Al Banna. Dari segi pemikiran, Jamal hamir memiliki kemiripan dengan Mohamad Al-Thalabi, Abd Majid Al-Syarafi, Hasan Hanafi, Mohamad Arkoun, Mohamad Abid Al-Jabiri, Abd Karim Shoroush, yang kesemuanya adalah pemikir liberal yang tidak banyak diterima para ulama Islam. Namun pemerikiran mereka mendapat dukungan Barat (terutama Amerika) yang kelak melahirkan generasi berikutnya yang kemudian dikenal penganut paham liberal.
Buku jalam berjudul, “Nahwa Fiqh al-Jadid” (1999), sebuah rumusan fikih bergaya liberal amat berbeda 180 derajat dengan pandangan kakaknya, Syeikh Hasan Al Banna yang dikenal taat pada prinsip syariah. [Al Arabiya/thoriq/www.hidayatullah.com]
0 Komentar