Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Sekjen Depkeu: Satukan Zakat dan Pajak


JAKARTA--Sekjen Departemen Keuangan, Mulya P Nasution, menegaskan kini sudah saatnya pemerintah menyatukan antara zakat dan pajak menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hal ini perlu dilakukan demi membangun bangsa dan negara. "Pajak harus dikelola secara terbuka dan zakatpun harus terbuka pula," ujarnya di sela-sela acara seminar zakat sebagai pengurangan penghasilan kena pajak, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (19/3).

Untuk itu, imbuh Mulya P Nasution, pentingnya dilakukan sosialisasi serta edukasi mengenai zakat dan pajak. "Ini harus dilakukan secara bersama-sama," katanya.

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Baznas, Didin Hafidhuddin, ia juga menyerukan untuk menyatukan antara pajak dan zakat seperti yang diajukan dalam revisi RUU zakat, bahwa zakat merupakan pengurangan pajak. "Sudah waktunya saling mendekat, jangan dipertentangkan. Jangan pisahkan secara hukum. Semua uang umat yang merupakan amanah, jadi semuanya harus diamani. Kita cari terobosan baru dengan zakat masuk nilai pajak, di Malaysia saja bisa," tandasnya.

Didin juga menjelaskan bahwa zakat bukan hanya kewajiban perseorangan tapi juga menjadi kewajiban perusahaan dan penting adanya sosialisasi mengenai hal tersebut. "Perusahaan yang memenuhi syarat zakat, wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini telah diputuskan dalam Muktamar Internasional pertama untuk zakat di Kuwait tahun 1984. Dan juga Komisi Fatwa MUI di Padang Panjang tahun 2009," tandasnya.

Menurut Didin saat ini perlu dirumuskan BUMN-BUMD serta BUMS supaya mengeluarkan zakat perusahaan setiap tahunnya. Didin menyakini jika perusahaan dijadikan objek zakat akan ada potensi yang cukup tinggi dalam hal perolehan zakat. "Misalnya dari sekitar 156 BUMN, akan ada sekitar 14 Triliun zakat yang bisa didapat. Semua bisa berjalan asal ada kemauan politik dan keberanian semua bisa diatasi," tandasnya.

Didin mengatakan untuk mengatur semua itu perlu adanya regulasi hukum yang tegas. Pihak Baznas mengaku telah mengajukan hal tersebut kepada pemerintah melalui Departemen Agama (Depag). "Zakat bukan merupakan milik perusahaan tapi milik mustahik. Untuk menetapkan kebijakan perusahaan sebagai wajib zakat, harus disiapkan peraturannya. Hal ini untuk memperkuat posisi zakat. Kita terus ajukan kepada pemerintah," ujarnya.

Saat ini pengumpulan zakat yang telah dilakukan Baznas tiap tahunnya sekitar 30 Miliar, namun tahun ini Baznas menargetkan sekitar 50 miliar. "Zakat itu baru kami terima dari individu, belum perusahaan. Jika perusahaan digerakan maka pengumpulan zakat akan lebih besar lagi.

Menanggapi pernyataan beberapa Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang tidak ingin pengelolaan zakat dipegang oleh Badan Amil Zakat (BAZ), Didin Hafidhudin, mengharapkan pihak LAZ tidak perlu ribut-ribut. "Pendekatannya bukan seperti itu, jangan dikotonomi antara LAZ dan BAZ," ujarnya.

Menurut Didin, seharusnya antara BAZ dan LAZ harus saling bekerjasama. Bukan malah saling mengklaim siapa yang paling berhak menjadi pengelola zakat. "Kita saling berbuat saja, perpaduan antara keduanya, jadi jangan dipertentangkan dengan tajam. Nanti bisa-bisa zakat malah tak terkumpul," tuturnya.

Didin menambahkan BAZ tidak identik dengan pemerintah. Pasalnya, orang-orang didalamnya bukan sepenuhnya orang pemerintahan. "Dan bukan berarti yang non pemerintah juga bisa dipercaya, jangan merasa lebih baik, apa LAZ dipercaya masyarakat. Kalau begitu bagaimana zakat bisa terhimpun dengan baik," katanya.

Mengenai saksi hukum bagi muzaki yang inkar zakat yang juga dipersoalkan oleh LAZ, Didin menegaskan ada baiknya sanksi sosial terhadap Muzaki tetap dilaksanakan. Menurutnya memang sunahnya seperti itu. "Lembaga diperkuat, tumbuhkan kepercayaan masyarakat, sosialisasi, advokasi, dan tegaskan hukum. Itu baru berjalan lancar," tandasnya.(Republika)

Posting Komentar

0 Komentar