Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Misteri Lokasi Thursina


Palestina negeri yang diberkahi Allah dengan zaitun yang senantiasa menghasilkan minyak


''Demi buah tin dan zaitun. Demi (Bukit) Thursina. Dan, demi negeri yang aman ini.''
(Attin ayat 1-3).

Tiga ayat di atas merupakan sumpah Allah SWT. Kalimat atau kata-kata sumpah Allah juga terdapat pada beberapa surah dan ayat lain dalam Alquran.

Memahami ayat tersebut, ternyata tidaklah mudah. Berbagai pertanyaan muncul mengenai sumpah Allah tersebut. Apa keistimewaan buah tin dan buah zaitun, di mana sesungguhnya keberadaan Thursina, dan di mana negeri yang aman itu.

Sejumlah ahli tafsir pun berbeda pendapat dalam menafsirkan ketiga ayat di atas, misalnya Thursina. Hampir semua ahli tafsir menyepakati bahwa Bukit Thursina adalah bukit saat Musa menerima wahyu dari Allah. Namun, mereka berbeda pendapat dalam memutuskan letak Bukit Thursina tersebut. Setidaknya, ada tiga versi tentang Bukit Thursina.

Versi Pertama
Sejumlah ahli tafsir meyakini bahwa Bukit Thursina sebagaimana disebutkan dalam surah Attin berada di wilayah Mesir yang lokasinya berada di Gunung Munajah, di sisi Gunung Musa. Lokasi ini dikaitkan dengan keberadaan Semenanjung Sinai. Pendapat ini didukung oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur'an. Menurut Quthb, Thursina atau Sinai itu adalah gunung tempat Musa dipanggil berdialog dengan Allah SWT.

Dalam versi ini pula, banyak pihak yang meyakini bahwa daerah Mesir adalah tempat yang disebutkan sebagai Thursina. Sebab, di daerah ini, terdapat sebuah patung anak lembu. Peristiwa ini dikaitkan dengan perbuatan Samiri, salah seorang pengikut Nabi Musa yang berkhianat.

Dalam surah Al-A'raf ayat 148, disebutkan bahwa ''Kaum Musa, setelah kepergian (Musa ke Gunung Sinai), mereka membuat patung anak sapi yang bertubuh dan dapat melenguh (bersuara) dari perhiasan (emas). Apakah mereka tidak mengetahui bahwa (patung) anak sapi itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan). Mereka adalah orang-orang yang zalim.''

Ketika kaum Bani Israil keluar dari tanah Mesir, mereka banyak membawa perhiasan masyarakat Mesir (berupa emas dan perak). Para wanita Bani Israil telah meminjamnya dari mereka untuk dipakai sebagai hiasan. Perhiasan tersebut dibawa ketika Allah memerintahkan mereka keluar dari Mesir. Mereka kemudian melepaskan perhiasan tersebut karena diharamkan. Setelah Musa pergi ke tempat perjumpaan dengan Rabb-nya, Samiri mengambil perhiasan itu dan menjadikannya sebagai patung anak lembu yang bisa mengeluarkan suara melenguh jika angin masuk ke dalamnya. Mungkin, segenggam tanah yang dia ambil dari jejak utusan (Jibril) membuat patung anak lembu tersebut dapat melenguh.

Sementara itu, dalam Kitab Perjanjian Lama, disebutkan bahwa ''Ketika bangsa itu melihat Musa sangat lambat saat turun dari gunung, mereka lalu berkumpul mengelilingi Harun dan berkata, 'Buatkanlah tuhan yang dapat berjalan di hadapan kami. Sebab, Musa ini orang yang telah memimpin kami keluar dari Mesir. Kami tidak tahu apa yang terjadi dengannya.' Harun kemudian berkata kepada mereka, 'Lepaskan dan serahkanlah kepadaku anting-anting emas yang ada pada istri, putra, dan putri kalian.' Seluruh bangsa itu pun menanggalkan anting-anting emas dan menyerahkannya kepada Harun. Harun menerima perhiasan-perhiasan itu. Dia lalu melelehkan dan menuangkannya ke patung yang bergambar anak lembu. Mereka kemudian berkata, 'Hai Israil, inilah tuhan-tuhanmu yang telah mengeluarkan kalian dari negeri Mesir.'' (Kitab Keluaran ayat 2-5).

Dalam kisah yang disebutkan pada Kitab Perjanjian Lama, tampak Harun telah berbuat salah. Sebaliknya, Alquran justru membebaskan Harun dari perbuatan yang dituduhkan tersebut.

Karena itu, menurut sebagian ahli tafsir, Thursina terletak di Sinai. Inilah versi pertama. Menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts, dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, pendapat pertama yang mengatakan Thursina berada di wilayah Mesir sangat lemah. Sebab, perkataan itu hanya mengandung kekeliruan pemahaman yang diidentikkan dengan kata 'Sinai'.

''Siapa yang bisa memastikan bahwa yang dimaksud Allah SWT dengan Thursina itu adalah Sinai, Mesir? Sekiranya memang benar demikian, tentunya Allah SWT tidak mengatakan Siniin jika maksudnya Sinai.

Versi Kedua
Mengutip pendapat Muhammad bin Abdul Mun'im al-Himyari, dalam bukunya Al-Raudh al-Mi'thar fi Khabari al-Aqthar, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadis, menyatakan bahwa Thursina adalah bukit yang terletak di barat daya negeri Syam. Di sini, Allah SWT berbicara secara langsung dengan Nabi Musa AS.

Sementara itu, dalam al-Qamus al-Islam, kata 'Thursina' adalah gunung yang tandus atau gersang.

Nama bukit ThurSina disebutkan dalam Alquran sebagaimana surah Attin ayat 1 dan surah Almu'minun ayat 20.

Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan, banyak dalil yang menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud Thuur Siniin adalah bukit di Baitul Maqdis.

Di antara pendapat yang disebutkan Ar-Razi adalah mufassir seperti Qatadah dan al-Kalibi yang menyatakan kata Thuur Siniin (Sinai) adalah bukit yang berpepohonan dan berbuah-buahan.

Apakah ini adalah Sinai, Mesir? ''Kalau memang ya, tentu tak seorang pun yang membantahnya,'' kata Sami.

Menurut Sami, justru yang dimaksud dalam ayat itu adalah Thur Sina, bukit di Baitul Maqdis dan Balad al-Amin adalah Makkah. Berikut argumentasinya.

Allah berfirman, ''Dan, pohon kayu yang keluar dari Thursina (pohon zaitun) yang menghasilkan minyak dan menjadi makanan bagi orang-orang yang makan.'' (Almu'minun ayat 20).

Ayat ini, kata Sami, mengikat dan menghimpun dengan kuat antara 'Thursina' dan hasil bumi serta tumbuh-tumbuhan penghasil minyak bagi orang yang makan. Sementara itu, lanjutnya, di Sinai (Mesir) tidak ada pohon zaitun yang mampu menghasilkan buah, apalagi mengeluarkan minyak.

Menurut dia, ayat 20 surah Almu'minun dan ayat 1-3 surah Attin itu justru merujuk pada tanah suci di Palestina. Di Palestina, jelas Sami, terdapat banyak pohon zaitun yang terus berproduksi di sepanjang tahun sehingga penduduk di sekitar Baitul Maqdis menamakannya dengan ''Bukit Zaitun'' dan Allah SWT telah berseru kepada Musa di tempat yang diberkahi di sisi bukit.

''Maka, tatkala Musa sampai ke (tempat) api, diserulah Dia (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi dari sebatang pohon kayu." (Alqashash ayat 30).

Hal yang sama juga diungkapkan Ustaz Shalahuddin Ibrahim Abu 'Arafah, seorang ulama asal Palestina. Menurutnya, Bukit Thursina adalah tempat yang diberkahi. Dan, tempat yang diberkahi itu adalah Palestina sebagaimana surah Al-Isra ayat 1 yang menceritakan peristiwa Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW.

Keterangan ini makin diperkuat lagi dengan ayat 6 surah Annaziat dan ayat 21 surah Almaidah. ''Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci, yaitu Lembah Thuwa.'' (Annaziat: 6). ''Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu.'' (Almaidah: 21).

Lembah suci itu, jelas Sami, hanya ada dua, yaitu Makkah dan Palestina. ''Karena itu, kita tidak boleh memalingkan maknanya kepada yang lain tanpa bukti dan keterangan,'' jelasnya.

Merujuk pada hadis Rasulullah SAW yang menyatakan fitnah Dajjal dan Isa bin Maryam bahwa Allah SWT akan memberi wahyu kepada Isa bin Maryam sesudah dia membunuh Dajjal di gerbang Lod di Baitul Maqdis, ''Bawalah hamba-hamba-Ku berlindung ke bukit.''

Para ulama menyepakati bahwa konteks hadis itu adalah Baitul Maqdis, bukan Sinai, Mesir.

Apalagi, terdapat peristiwa Nabi Musa AS menerima wahyu saat keluar dari Mesir akibat kejaran Firaun. Karena itu, pendapat ini menegaskan bahwa yang dimaksud Thursina itu sudah berada di luar Mesir.

Seperti diketahui, Semenanjung Sinai merupakan wilayah yang sangat luas, yaitu mencapai 9.400 km persegi dengan panjang sekitar 130 km. Dan, sisi pertamanya adalah Teluk Aqabah dengan panjang 100 km. Di sisi keduanya adalah Teluk Suez dengan panjang 150 km. Sedangkan, gunung tertinggi di semenanjung Sinai adalah Gunung Katrina (2.637 m).

Versi Ketiga
Selain kedua versi di atas, terdapat satu lagi tempat yang diduga sebagai Bukit Thursina. Tempat itu adalah bukit sebelah selatan Nablus (Palestina) atau yang dinamakan Jurzayem.

Pendapat ini merujuk pada Bangsa Kan'an yang membangun Kota Nablus dan menamakannya Syukaim, yaitu nama yang diubah bangsa Ibrani pertama menjadi Syukhaim, tempat tersebarnya kaum Yahudi dari sekte Samiri. Dan, mereka adalah sekte yang meyakini lima kitab dari Perjanjian Lama serta memercayai bahwa tempat suci Yahudi terletak Bukit Thur, yaitu sebelah selatan Nablus.

Dari ketiga versi tersebut, tampaknya ada dua pendapat yang sangat kuat, yaitu Sinai di Mesir dan Baitul Maqdis di Palestina. Manakah Bukit Thursina yang sesungguhnya? Wa Allahu A'lam. sya


Buah Tin, Zaitun, Thursina, dan Negeri yang Aman

Nama-nama di atas merupakan ayat 1-3 dari surah Attin. Nama-nama itu di antaranya masih diperdebatkan. Di antara yang diperdebatkan itu adalah buah tin, zaitun, dan Thursina. Sementara itu, mengenai kata al-Balad al-Amin (negeri yang aman), para ulama sepakat bahwa negeri itu adalah Makkah. Adapun negeri yang diberkahi adalah Makkah dan Palestina.

Sejumlah pendapat, sebagaimana dikemukakan di atas, sebagian besar menyatakan bahwa Thursina mengarah kepada sekitar Baitul Maqdis di Palestina. Namun, sebagaimana diterangkan di atas, ternyata ada pula yang mengaitkan surah Attin ayat 1-3 itu menunjukkan tiga tempat berbeda.

Kata Wa at-Tin wa az-Zaitun dirujuk pada Palestina yang daerah ini dikenal dengan pohon tin dan zaitun yang sangat banyak. Tempat ini merupakan tempat Nabi Isa AS ditugaskan sebagai rasul dalam menyebarkan agama tauhid (Nasrani).

Sedangkan, mengenai kata wa Thuuri Siniin (demi Bukit Thursina), sebagian penafsir merujuk pada Nabi Musa AS yang menyebarkan agama Yahudi di Mesir untuk melawan Firaun dan membela Bani Israil.

Dan, mengenai kalimat wa haadza al-Balad al-Amiin (dan demi kota/negeri yang aman ini), para ulama menyepakati bahwa negeri tersebut adalah Makkah.

Dari ketiga daerah dan kota yang disebutkan para mufassir itu, mereka memaknai bahwa yang dimaksud dalam surah Attin (ayat 1-3) itu adalah tiga negeri (kota) tempat tersebarnya agama Samawi, yaitu agama Yahudi (di Mesir), Islam (Makkah), dan Nasrani (Palestina).

Jadi, para mufassir dalam memaknai surah Attin ayat 1-3 itu terkait dengan penciptaan Allah SWT atas diri manusia sebagaimana ayat berikutnya. ''Allah bersumpah dengan menyebut tiga tempat lahirnya agama-agama Samawi dalam rangka menguraikan fitrah kesucian manusia,'' jelas Sayyid Quthb.

Namun demikian, pendapat lain menyatakan, Attin adalah nama Masjid Ashabul Kahfi. Menurut Ibnu Abbas, seorang penafsir besar, Attin adalah masjid yang letaknya berada di Damsyiq (Dimasyq).

Berbeda dengan Ibnu Abbas, Al-Qusimi memahami Attin dalam surah ini adalah tempat Buddha memperoleh jalan keabadian di bawah pohon Attin. Para penganut agama Buddha menamakan pohon tersebut dengan pohon bodhi atau fices religiosa (pohon ara suci) yang terdapat di Bihar.

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Attin adalah bukit tempat berlabuhnya perahu yang membawa Nabi Nuh AS bersama orang-orang yang beriman atau tempat Nabi Ibrahim AS mendapat wahyu Ilahi.

Seperti diketahui, Nabi Ibrahim AS adalah bapak nabi-nabi (Abul Anbiya') serta pengumandang nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengisyaratkan bahwa keyakinan akan keesaan Allah haruslah menjadi pangkalan tempat bertolak dan pelabuhan tempat berlayar.Wa Allahu A'lam. sya/taq

Posting Komentar

0 Komentar