Hidayatullah.com--Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Hasan Mutawakil Alallah mengaku siap mengerahkan massa NU untuk penutupan lokalisasi Dolly Surabaya. Hanya saja, langkah itu baru dilakukan jika massa pro Dolly melakukan aksi pengerahan massa menolak lokalisasi terbesar ke tiga di Asia Tenggara tersebut.
"Kami berharap elemen yang menolak penutupan lokalisasi Dolly tidak melakukan aksi massa. Jika hal itu dilakukan, maka NU juga akan mengerahkan massa," kata Kiai Mutawakil usai menghadiri halaqah regional dengan tema 'Menjadi Muslim Marhamah' yang digelar PCNU Jombang di ruang Bung Tomo Pemkab setempat, Ahad (5/12).
Ia mengatakan, NU sebagai ormas sepakat wacana penutupan Dolly. Alasannya, ketika ada lokalisasi tersebut, perbandingan antara mudharat dan manfaatnya lebih banyak mudharatnya. Semisal, berdasarkan survey, sudah banyak warga sekitar Dolly yang terjangkit HIV/AIDS serta penyakit kelamin lainnya.
Ia lalu membandingkan antara Dolly dengan pusat prostitusi Kramat Tunggak yang ada di DKI Jakarta. Atas keseriusan pemerintah setempat, akhirnya lokalisasi di Jakarta itu berhasil ditutup. Bahkan di tempat tersebut kemudian berdiri gedung Islamic Center. "Nah, kalau di Jakarta saja bisa, mengapa Surabaya tidak,\" katanya setengah bertanya.
Kiai Mutawakil juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah merekomendasikan PCNU Surabaya untuk mengawal proses penutupan lokalisasi Dolly. Dalam waktu dekat ini pihaknya akan menemui Pemkot setempat. Dalam arti, tambahnya, penutupan itu bukan tanpa solusi. Namun harus disertai dengan jalan keluar. "Misalnya para penghuni Dolly diberikan ketrampilan sebelum dikembalikan ke daerah asal," ujarnya. Sebelumnya, Mutawakkil meminta penutupan Dolly jangan hanya sekedar wacana, tapi harus dibuktikan secara konkrit di lapangan.
Ia bahkan sempat mengatakan merasa malu setiap ada pertemuan nasional dan internasional ditanya soal lokasi maksiat tersebut. Pasalnya, kata dia, Jatim tercatat sebagai provinsi yang paling banyak memiliki pesantren. Dari sekitar 14 ribu pesantren di Indonesia, 60 persen berada di Jatim.
“Sudah lama kami sebenarnya menginginkan lokalisasi Dolly ditutup. Mumpung Gubernur mewacanakan penutupan Dolly. Kalau bisa jangan wacana saja, sebab kami setuju,” katanya.
“Fakta itu membuat saya malu. Hampir setiap pertemuan baik skala nasional maupun internasional, ulama asal Jatim selalu ditanya soal Dolly,” tambahnya.[bji/hid/hidayatullah.com]
0 Komentar