Oleh Indah Wulandari
Dokter dari sejumlah rumah sakit bekerja untuk kalangan istana.
Lingkungan istana Turki Usmani tak melulu didominasi bangunan tempat tinggal bagi penguasa. Ada fungsi lain yang lahir dari pusat kekuasaan tersebut. Ada sekolah dan rumah sakit. Diperkenalkan pula organisasi kesehatan istana. Paling tidak, praktik ini berlangsung di Istana Topkapi yang didirikan oleh Sultan Mehmed, Sang Penak luk, pada 1476.
Profesor Nil Sari dari Istanbul University Cer rahpasa dan Ali Hadar Bayat, profesor dari Ege University, dalam tu lisannya, The Medical Organization at the Ottoman Court, mengungkapkan sejumlah rumah sakit dan apotek tegak di Topkapi. Rumah sakit yang biasa disebut dengan Chamber of Patients ini berada di sebe lah kanan gerbang istana.
Bagi para pengawal, rumah sakit khusus ini diperuntukkan bagi para pengawal istana. Di tempat yang sama, para tukang kebun berhak berobat di sana. Mereka mengembangkan perkebunan yang hasilnya untuk konsumsi di kalangan dalam serta warga di luar istana. Gedung untuk pengobatan itu berlo kasi di sepanjang pantai dekat istana.
Bukan tanpa tujuan, keberadaan rumah sakit di sana guna menampung para pengawal yang jatuh sakit kala menjalankan tugas mengamankan pantai dan perairan Bosphorus. Perhatian atas kesehatan para perempuan peng huni istana tak diabaikan. Se buah rumah sakit berlantai dua didedikasi kan kepada mereka. Dilengkapi juga dengan asrama di tiap lantainya dan ruangan bagi pegawai perempuan.
Fasilitas lainnya, apotek, dapur, kamar mandi, serta bi natu. Lebih jauh, Sari dan Bayat menjelaskan, Istana Top kapi dikelilingi tembok luar bermenara. Dengan demi kian, bagian dalam atau ba gian privat yang disebut dengan enderun sedangkan bagian luar dinamakan birun. Para profesional di bidang medis ditempatkan di bagian luar.
Mereka terdiri dari orang-orang yang menguasai ke ahlian berbedabeda. Ada yang pakar di bidang pembedahan, mata, dan tulang. Jumlah dokter Muslim yang dipe kerjakan di istana setiap tahunnya berubahubah. Kisarannya antara 11 hingga 36 orang. Bila sangat diperlukan, pihak istana mengundang dok ter ternama dari luar negeri, seperti dari Mesir dan Iran.
Bukan hanya dokter Muslim yang berada di lingkungan istana. Beberapa dokter Yahudi dan Kristen terutama dari Eropa berkesempatan melaku kan pengobatan. Tak ada hambatan bagi mereka mengobat pasien Muslim. Banyak dokter Yahudi dan Muslim dari Semenanjung Iberia yang ber keinginan bekerja untuk Pemerintah Turki Usmani.
Pada permulaan abad ke-17, dokter Yahudi mencapai angka 63 orang. Mereka me mang hanya untuk memberi kan pengobatan dan tidak ikut dalam pengembangan kemajuan di bidang kedokteran. Selain dipekerjakan di Top kapi, para dokter ditugaskan di tempat lainnya, seperti di Galata Sarayi, sekolah istana, dan Istana Edirne serta Bursa. Mereka pun ditempatkan di markas dan benteng militer.
Tak heran jika dokter istana minimal bekerja di dua tempat, misalnya, di rumah sakit istana dan Sekolah Medis Su leymaniye. Mereka yang bekerja di istana umumnya berasal dari sebuah rumah sakit seperti Rumah Sakit Fatih atau Bayezid. Gaji yang mereka peroleh pun bersumber dari institusi-institusi tersebut. Kebanyakan dari mereka diambil dari Sekolah Medis Suleymaniye.
Di sisi lain, banyak ahli bedah yang menjalankan praktik di istana. Mereka bekerja di kantor-kantor terkait. Tak jarang mereka dibagi ke dalam beberapa divisi. Ada beberapa yang bekerja di bagian militer atau sipil, tergantung pada kebutuhan. Selain itu, kebutuhan atas tenaga mereka didasarkan pada permintaan bagian dalam atau luar istana dan keadaan perang atau damai.
Tapi, memang lebih banyak ahli bedah yang dialokasikan di institusi militer dibanding kan di tempat lainnya. Sedikit juga yang bekerja di Istana Edirne dan Bursa. Para ahli bedah juga dokter mata men jadi anggota komunitasnya yang disebut dengan ahl-i-hirfa. Komunitas ini juga ber fungsi sebagai tempat pelatihan para ahli bedah sebelum mereka diizinkan ke istana.
Pada akhir abad ke-16, tercatat sebanyak 113 dokter be dah dan mata bergabung da lam organisasi profesi tersebut. Ini merupakan jumlah yang lumayan besar. Oleh ka rena itu, praktik mereka tak sebatas di istana. Tinggi atau rendahnya pendapatan mereka ditentukan oleh senioritas, efisiensi, dan tingkat tanggung jawab yang mereka pikul. ed: ferry kisihandi
Sang Pemimpin
Oleh Indah Wulandari
Dokter umum, bedah, dan dokter mata yang ada di lingkungan istana dipimpin oleh seorang dokter senior yang disebut dokter kepala. Ini salah satu jabatan tinggi yang ada di istana. Dan, tentu saja gajinya pun selangit. Selain pendapatan pokok, sang pemimpin ini memperoleh hadiah serta hibah yang kian menggelembungkan pundi hartanya.
Tradisinya, sultan memilih dokter yang akan memimpin para dokter istana melalui sebuah dekrit. Biasanya, sultan memperoleh rekomendasi sebagai pertimbangan untuk menjatuhkan pilihannya.Terkadang ada upaya mempengaruhi sultan memilih dokter tertentu. Nil Sari dan Ali Hadar Bayat menyebutkan contoh, yaitu pemecatan Emir Chelebi dan pengangkatan Zaynah bin Khalil.
Promosi Yenibahcheli Mehmed (meninggal 1723), Halebi Mustafa, dan Nufmanzade Mustafa Mesud adalah contoh lain dari pengangakatan yang dilakukan sultan. Dokter yang memimpin sejumlah dokter lainnya di istana umumnya tak berasal dari provinsi. Mereka adalah dokter yang sudah dikenal di ibu kota negara dengan alasan dokter itu bertanggung jawab langsung atas kesehatan sultan.
Misalnya, Salih bin Nasrullah yang sebelum bekerja di istana merupakan dokter terkenal dari Rumah Sakit Fatih. Dokter kepala akan selalu berada di samping sultan ketika masa perang meski sultan hanya tinggal di istana selama masa tersebut. Sementara itu, penyiapan obat-obatan bagi sang sultan dan pasien istana dibuat apoteker yang menempati gedung berlantai dua yang dikenal sebagai Royal Tutor.
Ada syarat yang harus dipenuhi oleh pemimpin para dokter istana itu. Dia adalah seorang Muslim. Dari semua yang pernah memegang jabatan itu adalah Muslim sejak lahir atau mereka yang beralih memeluk agama Islam. Sejak 1500 hingga 1850, sebanyak 40 pemimpin para dokter didaulat oleh Pemerintah Turki Usmani. Sebanyak 31 di antaranya adalah orang Turki. Empat orang adalah penganut Kristen yang kemudian memeluk Islam, yaitu Isa dari Chios, Salih bin Nasrullah Halebi dari Allepo Suriah, Nuh dari Crete, dan Ismail Pasha dari Chios. Dua orang yang sebelumnya Yahudi menjadi Muslim adalah Hayatizade Mustafa Feyzi dan Halebi Mustafa. Tiga lainnya adalah Muslim Arab, yaitu Qaysuni Badruddin dari Jerusalem, Qosoni Muhammad dari Kairo, dan Sayyid Yusuf Maghribi.
0 Komentar