Pada Mei 1905, ia harus menerima kenyataaan pahit. Suaminya, Teuku Cik Tunong tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Perlawanan
tak berhenti. Cut Nyak Meutia menikah lagi dengan Pang Nangru, pria
yang ditunjuk suami pertamanya untuk mendampingi perjuangan mujahidah
dari Perlak itu.
Pang Nangru merupakan orang kepercayaan Teuku
Cik Tunong. Bersama suami keduanya, Cut Nyak Meutia terus melanjutkan
perjuangan melawan penjajah Belanda.
Belanda pun kian marah. Pengepungan terhadap Cut Nyak Meutia kian diperketat. Pasukan sang mujahidah pun kian terpukul.
Dengan
cara bergerilya, Cut Nyak Meutia menghindar ke pedalaman rimba Pasai.
Ia bersama pejuang Aceh berpindah-pindah tempat. Hingga akhirnya, pada
September tahun 1910, Pang Nangru gugur. Cut Nyak Meutia berhasil
meloloskan diri.
Kekuatan pun kian melemah. Terlebih, beberapa
teman Pang Nangru akhirnya menyerahkan diri. Cut Nyak Meutia tak gentar.
Ia terus melakukan perlawanan sembari bergerilya bersama putranya, Raja
Sabil. Pada 24 Oktober 1910, pasukan Belanda mengetahui tempat
persembunyiannya.
Berbekal sebilah rencong di tangannya, Cut Nyak
Meutia tetap melawan gempuran senjata api. Sampai tetes darah
penghabisan, sang mujahidah tetap membela keyakinannya.
Ia gugur
setelah tiga butir peluru bersarang di kepala dan dadanya. Ia gugur
sebagai seorang pahlawan bagi rakyat Aceh dan mujahidah bagi agamanya.
0 Komentar