Oleh: Muhaimin Iqbal
SAAT ini sekitar separuh pendududuk dunia tinggal di
sekitar 3 % daratan bumi yang disebut kota. Ketika anak-anak kita yang
masih bayi sekarang mencapai usia paruh baya pada tahun 2050,
diperkirakan 70 % dari 9 milyar penduduk bumi akan tinggal di perkotaan.
Sejumlah pertanyaan harus bisa dijawab atau dipersiapkan jawabannya
dalam waktu kurang dari setengah abad kedepan, bila kita ingin
menyiapkan generasi anak kita memimpin dunia saat itu.
Kota menjadi tempat strategis bukan hanya karena mayoritas penduduk
dunia akan tinggal di perkotaan, tetapi juga karena intensitas interaksi
para penduduknya yang jauh lebih tinggi – membuat kota menjadi sumber
lahirnya peradaban di setiap jaman.
Peradaban Islam lahir dan berkembang di Makkah, Madinah, Bagdad,
Damascus, Cordoba, Basra, Istambul dlsb. Selain Makkah dan Madinah,
dimana kota-kota Islam tersebut kini? Bagdad yang dahulu menjadi pusat
ilmu dan peradaban Islam, kini menjadi perlambang kekalahan dan
keterpurukan. Damascus yang dahulu menjadi kotanya para ulama, kini
identik dengan tirani yang mendzalimi rakyatnya secara luar biasa.
Cordoba dan Basrah sudah tinggal nama, sementara Istambul pasca
keruntuhan kekhalifahan Utsmani menjadi perlambang sekulerisme dan
bahkan masjid kebanggaan umat-pun menjadi sekedar objek wisata.
Tinggallah Makkah dan Madinah yang tetap menjadi perlambang eksistensi
Islam itu hingga kini.
Makkah dan Madinah akan tetap ada sampai akhir jaman karena ini sudah
dijanjikan Allah – yang kabarnya sampai ke kita melalui hadits shahih: “Tidak
ada suatu negri pun kecuali Dajjal akan memasukinya kecuali Makkah dan
Madinah; di keduanya tidak terdapat satu tempat pun kecuali akan ada
para malaikat yang berbaris menjaganya. Kemudian madinah akan
menggoncangkan penduduknya sebanyak tiga kali, lalu Allah mengeluarkan
setiap orang kafir dan munafik.” (HR Bukhari)
Karena kita tidak tinggal di Makkah ataupun Madinah, maka tidak ada
para malaikat yang berbaris menjaga kota kita dari fitnah Dajjal dalam
berbagai bentuknya. Sistem Dajjal bisa masuk dalam perekonomian,
politik, budaya, keamanan, pendidikan, gaya hidup, system hidup dlsb.
yang secara ringkas terangkum dalam apa yang disebut peradaban atau civilization.
Darimana kita tahu kehadiran Dajjal dalam peradaban kita ini? Ketika
kita melihat yang baik adalah buruk, dan yang buruk terlihat baik – di
situlah Dajjal berada.
‘Rule of thumb’ untuk mendeteksi adanya Dajjal di sekitar
kita ini berdasarkan peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
dalam hadits shahihnya: “Maukah aku beritahukan kepada kalian suatu
hal mengenai Dajjal? Suatu yang belum pernah dikabarkan oleh seorang
nabipun kepada kaumnya: Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, ia
datang dengan sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dikatakannya surga
berarti itu adalah neraka. Dan sungguh aku memperingatkannya atas
kalian sebagaimana Nabi Nuh mengingatkannya atas kaumnya.” (HR. Muslim)
Karena Dajjal bisa masuk melalui berbagai pintu ke ‘kota’ kita, maka
yang perlu dibangun adalah pertahanan yang kokoh di setiap gerbang dari
‘kota’ kita tersebut. Pintu-pintu ekonomi, politik, budaya, pendidikan,
keamanan, gaya hidup dlsb. yang secara keseluruhan kita sebut pintu
peradaban inilah yang kita harus bentengi dari masuknya peradaban Dajjal
itu.
Bila saat ini di dunia ada sekitar 455 kota di seluruh dunia yang
penduduknya lebih dari 1 juta orang, dan sulit bagi kita untuk
menyebutkan mana di antara kota-kota tersebut yang ber-peradaban Islam –
akan kah kita tinggal diam dan menerima apa adanya sampai ke anak cucu
kita?
Ketika 70 % penduduk dunia tinggal di perkotaan empat dasawarsa dari
sekarang, di antaranya adalah anak cucu kita - relakah kita membiarkan
mereka tinggal di kotta Dajjal yang bisa jadi lebih buruk dari apa yang
kita hadapi kini?. Tidakkah kita ingin menyiapkan kota dengan peradaban
Islam – yang mampu menyiapkan penduduknya untuk terhindar dari fitnah
Dajjal yang semakin memburuk?
Mungkin tidak banyak yang bisa kita lakukan kini, tetapi setidaknya
bila kita mulai satu demi satu membangun pertahanan yang kokoh dari
setiap pintu masuknya system Dajjal ke dalam peradaban anak cucu kita
mendatang – maka insyaallah kita bisa membendung pengaruh Dajjal itu
pada masing-masing jamannya.
Langkah kecil membangun kota peradaban yang kondusif untuk kembalinya
Islam itu harus bisa kita mulai, meskipun itu baru satu langkah dari
ribuan langkah yang harus kita tempuh – tetapi tetap harus bisa kita
mulai.
Ini agar do’a kita yang ingin menjadikan anak keturunan kita pemimpin
bagi orang-orang yang bertakwa itu tidak berhenti hanya sekedar do’a,
agar do’a itu benar-benar diiringi oleh ikhtiar – karena salah satu
sebab terkabulnya do’a adalah do’a orang-orang yang benar-benar terjun
ke lapangan dan berusaha – bukan do’anya orang yang duduk-duduk saja.
Rintisan awal dari kota peradaban Islam itu akan segera kita mulai,
bentuknya mirip Rumah Hikmah yang dulu ada di Bagdad di masa kejayaannya
– di mana saat itu seluruh sumber ilmu pengetahuan yang ada pada
jamannya diterjemahkan, diserap dan disebarluaskan.
Karena masalah
penterjemahan dan penyebarluasan ilmu itu sekarang tidak menjadi
kendala, maka fokus kita adalah bagaimana mengintegrasikan sejumlah ilmu
– multi disiplin untuk menjawab seluruh persoalan umat ini sekarang dan
masa depan. Rumah Hikmah yang tidak tidak berafiliasi dengan partai,
golongan, organisasi masa atau apapun namanya – diharapkan juga dapat
menjadi sarana pemersatu umat. Berawal dari Rumah Hikmah inilah
diharapkan kota peradaban Islam itu akan kembali hadir untuk anak cucu
kita kelak. Insyaallah.*
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar


0 Komentar