Dalam
berdakwah sebaiknya “Lisan dan tulisan berjalan seiring,” tulis HM Isa
Anshary. Pidato dan pena harus bergerak serempak, tegas dia dalam buku
karyanya yang berjudul “Mujahid Dakwah”. Seperti itukah sosok Isa
Anshary sendiri, lisan tulisannya kuat?
Tokoh Lengkap
“Dengan
kuasa dan kekuatan lisan yang dimilikinya, para orator berhasil
menegakkan kembali kepala bangsanya yang sudah terbenam dalam lumpur
kehinaan dan kerendahan”. Dan, “Para Nabi dan Rasul yang dikirim ke
dunia pada umumnya adalah ahli pidato yang ulung, juru dakwah yang
bijak, muballigh yang tangkas,” tulis Isa Anshary.
“Tulisan
dan jejak pena seorang pengarang, menjadi pelopor dari suatu pemikiran,
pandangan dan keyakinan, idea dan cita. Revolusi-revolusi besar di
dunia selalu didahului oleh jejak pena dari seorang pengarang,” lanjut
Isa Anshary.
Siapakah
Isa Anshary? Tersebab keahliannya berpidato, dia bergelar Singa Podium.
Jika dia berorasi, performanya mampu mengobarkan semangat setiap orang
yang mendengarnya. Pidato dia bisa mempengaruhi massa.
Memang,
kiprahnya di bidang politik mampu menarik perhatian massa. Kapanpun dia
berpidato, hampir dapat dipastikan jika acara itu dipenuhi massa yang
ingin mendengarkannya. Massa yang hadirpun bukan hanya dari kalangan
yang sepaham dengan garis politiknya (yaitu Partai Masyumi), tapi juga
dari masyarakat umum.
Isa Anshary
dikarunia talenta yang lengkap. Kecuali cakap berpidato, dia trampil
juga menulis. Kemampuan dia menulis setara dengan kecakapannya berorasi.
Berikut ini puluhan karya tulis Isa Anshary:
1).Islam dan Demokrasi (1938). 2).Tuntunan Puasa (1940). 3).Islam dan
Kolektivisme (1941). 4).Pegangan Melawan Fasisme Jepang (1942). 5).Barat
dan Timur (1948). 6).Falsafah Perjuangan Islam (1949). 7).Sebuah
Manifesto (1952). 8).Umat Islam Menghadapi Pemilihan Umum (1953).
9).Inilah Partai Masyumi (1954). 10).Islam dan Nasionalisme (1955).
11).Partai Komunis Indonesia (PKI), Pembela Negara Asing (1955).
12).Bahaya Merah Indonesia (1956). 13).Islam Menentang Komunisme (1956).
14).Manives Perjungan Persatuan Islam (1958). 15).Bukan Komunisto Fobi,
tapi Keyakinan Islam (1960). 16).Ke Depan dengan Wajah Baru (1960).
17).Pesan Perjuangan (1961). 18).Umat Islam Menentukan Nasibnya (1961).
19).Mujahid Dakwah (1966). 20).Tugas dan Peranan Generasi Muda Islam
dalam Pembinaan Orde Baru (1966).
Tampak, dengan dua kecakapannya itu, Isa Anshary insya-Allah dapat memenuhi ajaran mulia ini:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk” (QS An-Nahl [16]: 125).
Dengan kekuatan lisan dan tulisan yang dimilikinya, Isa Anshary dapat menunaikan amanat Allah, yaitu menyampaikan hikmah dan pelajaran. Lewat lisan dan tulisan, Isa Anshary secara
tegas dan benar menyuarakan kebenaran sedemikian rupa pendengar dan
pembacanya dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil.
Sekali lagi, siapa Isa Anshary? Muhammad Isa Anshary adalah nama lengkap dari lelaki yang lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, pada 01/07/1916
itu. Dia dikenal sebagai muballigh yang sangat handal. Sangat mungkin,
kecakapan yang dimilikinya itu adalah buah yang patut dipetik karena
sejak kecil dia memang dididik dalam lingkungan yang religius.
Di
samping mempelajari ilmu agama dari kedua orang tuanya, dia juga
menimba ilmu di surau. Ketika remaja ia aktif di berbagai organisasi
keislaman, di antaranya Muhammadiyah, Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia, dan Indonesia Berparlemen.
Pada
usia 16 tahun, setelah menyelesaikan pendidikannya di madrasah Islam,
dia ke Bandung untuk mengikuti berbagai kursus ilmu pengetahuan umum. Di
Bandung pula, ia memperluas cakrawala keislamannya dalam Jam'iyyah
Persatuan Islam (Persis). Di kemudian hari -tahun 1953 hingga 1960- dia
terpilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis.
Isa
Anshary yang dikenal sebagai penulis yang tajam termasuk salah seorang
perancang Qanun Asasi Persis yang telah diterima secara bulat oleh
Muktamar V Persis (1953) dan disempurnakan pada Muktamar VIII Persis
(1967).
Dalam
sikap jihadnya, Isa Anshary menganggap perjuangan Persis sungguh vital
dan kompleks, karena menyangkut berbagai bidang kehidupan umat. Dalam
bidang pembinaan kader, Isa Anshary menekankan pentingnya sebuah
madrasah, tempat membina kader-kader muda Persis. Semangatnya dalam hal
pembinaan kader tidak pernah padam meskipun dia mendekam dalam tahanan
rezim Orde Lama di Madiun.
Seperti
yang ditulis Wikipedia, kepada Yahya Wardi yang menjabat Ketua Umum
Pimpinan Pusat Pemuda Persis periode 1956-1962, Isa Anshary mengirimkan
naskah "Renungan 40 Tahun Persatuan Islam" yang dia susun dalam tahanan
untuk disebarkan kepada peserta muktamar dalam rangka meningkatkan
kesadaran jamaah Persis. Melalui tulisannya, Isa Anshary mencoba
menghidupkan semangat para kadernya dalam usaha mengembangkan serta
menyebarkan agama Islam dan perjuangan organisasi Persis.
“Juru dakwah adalah lisan Ketuhanan yang
berbicara kepada manusia dengan istilah-istilah manusia itu sendiri,”
kata Isa Anshary. Tentang itu, dia-pun memberikan bukti lewat perjalanan
dakwahnya yang konsisten.
Maka,
tak aneh jika Isa Anshary tercatat sebagai salah satu tokoh Islam dan
politisi Islam terkemuka. Kecuali pernah menjabat sebagai Ketua Umum
Persis dan juru bicara Partai Masyumi pada era 1950-an, dia pun pernah menjadi anggota konstituante.
Dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam di Indonesia, Isa Anshary memilih berjuang melalui parlemen. Lewat Partai Masyumi, dia konsisten memperjuangkan syariat Islam menjadi dasar negara.
Isa Anshari tidak mengenal lelah. Sampai menjelang akhir hayatnya dia tetap bekerja untuk umat. Dia meninggal di Bandung pada 11/12/1969, saat berumur 53 tahun.
Jangan Biarkan!
“Dunia
dan manusia jangan dibiarkan hanya mendengarkan kebohongan dan
kepalsuan,” kata Isa Anshari. Untuk itu, berdakwahlah! Gunakan lisan dan
tulisan sebagai senjata ampuh dalam membela Islam.
0 Komentar